Wanita itu tersenyum mendengarkan penjelasan pria yang sedang fokus menyetir itu."Mas, tidak semua mie instan itu memiliki bahan pengawet." jawab Rani."Benarkah? Tapi kenapa saya tidak pernah melihatnya bahkan memakan nya saja saya belum pernah." Kenzo menatap Rani sekilas lalu kembali fokus menyetir."Mampir ke Alfamart, nanti aku yang membelikan nya." pinta Rani.Pria itu mengangguk lalu mencari Alfamart terdekat. Setelah beberapa menit di perjalanan pulang, Kenzo melihat ada Alfamart, dia membelokkan mobilnya ke arah Alfamart tersebut, lalu mobil berhenti di parkiran Alfamart."Sayang, kamu dengan Daddy dulu ya. Tante akan membeli mie untukmu." Rani menatap Vivi yang matanya mulai terpejam karena mengantuk."Aku ikut." jawab Vivi menatap balik Rani."Menurut lah dengan Tante Rani, Sayang. Lagipula kan ada Daddy." Kenzo mengangkat tubuh Vivi dari pangkuan Rani.Lalu pria itu menduduki anaknya di pangkuannya dengan menghadapkan anaknya ke dirinya. Di sandarkan kepala buah hatinya d
Agatha sudah sampai di depan pintu ruang kerja Anton.Ceklek.Dia membuka pintunya perlahan, lalu dia masuk ke dalam ruang kerja Anton dan menutup pintunya kembali."Kenapa wajah Mas Anton seperti sedang bersedih? Aku akan menghiburnya." batin Agatha berjalan mendekat ke arah Anton yang sedang duduk di kursi kerja.Anton melihat Agatha yang mendekat ke arahnya, dia langsung memasang wajah datarnya ke arah wanita itu."Agatha? Ada apa kamu ke mari?" tanya Anton.Wanita itu tersenyum lalu meletakkan cangkir di sebelah laptop pria yang sedang dia incar itu."Aku kemari kan untuk bertemu dengan Zargie. Dan aku juga memberikan sesuatu kepadanya, Mas kan berkata kepadaku untuk tidak terlalu sering bertemu dengan Zargie." jelas Agatha."Baguslah jika kamu menuruti perkataan saya. Saya hanya tidak ingin Zargie menjadi manja meminta mainan terus kepada orang lain, padahal Papa nya sangat mampu membelikan untuk nya."jawab Anton sembari mengambil cangkir dan meminum kopi buatan Agatha dengan per
Dalam beberapa menit mie instan sudah matang. Rani sedang memberikan toping di atas mie tersebut."Nah, ini sudah pas, ada ayam goreng, telur ceplok mata sapi, dan sayuran." gumam Rani.Setelah semua nya sudah di beri toping, wanita itu mengambil nampan lalu meletakan satu persatu piring isi mie itu dengan perlahan. Setelah sudah selesai, dia membawa nampan nya ke arah ruang tengah, karena Kenzo dan Vivi sedang berada di sana."Assalamualaikum." ucap anak laki-laki yang memasuki ruang tengah dengan pakaian sekolah SMP nya."Waalaikumsalam, Devo? Tumben kamu jam segini sudah pulang, Sayang." tanya Kenzo.Anak laki-laki yang sudah berusia 13 tahun itu duduk di sebelah Daddy nya dan meletakan tas di atas meja."Iya, Daddy. Hari ini semua Guru ada meeting, jadi murid pulang cepat." jawab Devo.Anak itu baru kelas 2 SMP, atau lebih tepatnya kelas 8. Biasanya Devo ulang sekitar jam 5 sore, tapi ini baru jam 1 siang."Ah begitu? Baiklah." Kenzo mengangguk lalu mengecup kuning anak sulungnya
Setelah mengupas obat nya dari bungkusnya, Rani memberikan satu persatu obat itu kepada Vivi."Bismillahirrahmanirrahim." ucap Vivi lalu meminum obatnya.Wanita itu tersenyum mendengar anak itu mengucapkan "Bismillah".Sedangkan di ruangan lain, Kenzo baru saja selesai berbicara dengan seseorang yang menelfon nya. Pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dalam, lalu dia berjalan kembali ke ruang tengah."Pintar nya anak Daddy sedang minum obat." ucap Kenzo saat melihat Vivi sedang mengambil obat dari tangan Rani."Harus dong, kan aku ingin cepat sembuh, Dad." jawab Vivi.Pria itu duduk di sofa single lalu menatap ke arah Vivi dengan senyuman."Daddy sangat senang jika kamu semangat seperti ini, Sayang." ucap Kenzo.Anak itu hanya tersenyum lalu melanjutkan aktivitas menonton tv."Daddy lama sekali." ucap Devo dengan mulut penuh."Maaf, Sayang. Tadi rekan bisnis Daddy menelfon, dia mengundang Daddy dan kalian ke acara ulang tahun anaknya yang ke 22 tahun." jelas Kenzo."Kapan pe
Laura menatap anaknya yang dia sadari sedang membela mantan istrinya."Vivi ada di mana?" tanya Hasan."Dia ada di kamar nya, Om." jawab Kenzo.Hasan menarik perlahan lengan istrinya ke arah anak tangga, wanita tua itu masih menatap tajam ke arah mantan menantunya yang masih menunduk."Rani, Rani. Kasihan sekali nasibmu, sudah di hina, di ceraikan Mas Anton pula." batin Agatha tertawa puas.Anton menatap Rani, dia hendak mendekat ke arah mantan istrinya itu, tapi langkahnya terhenti karena tangannya di tahan oleh Laura."Kamu pasti ingin mendekat ke arah nya bukan? Ayo ikut Mama, kita lihat kondisi Vivi." ucap Laura sembari menarik paksa tangan sang anak.Pria itu tidak bisa menolak Laura, dia mengangguk lalu mengikuti langkah sang Ibu dari belakang. Sedangkan Agatha berjalan di sebelah kiri Anton.Mereka berempat menaiki anak tangga, sedangkan Kenzo mendekat ke arah Rani lalu mengusap air mata wanita yang dia cintai itu dengan lembut."Jangan menangis ya, jangan memasukan perkataan T
Dua pria dewasa itu menuruni anak tangga dengan perlahan, mereka tidak ada yang mengatakan sepatah katapun. Karena tidak betah dengan suasana yang hening, Kenzo yang bersuara terlebih dahulu."Apa tadi kamu balik ke kantor lagi, Ton?" tanya Kenzo."Tidak, Ken. Aku langsung pulang ke rumah, niat nya akan mengajak Zargie kemari, tapi dia sedang tidur siang." jawab Anton tanpa melihat ke arah sahabatnya itu."Terus sekarang kenapa Zargie tidak ikut? Dia pasti akan sangat senang jika bertemu dengan Rani." ucap Kenzo.Tidak ada jawaban dari Anton. Entah kenapa dia sangat tidak menyukai saat mantan istrinya itu disebutkan oleh pria lain, walaupun itu sahabatnya sendiri, dia tetap tidak suku."Aku pengertian, tapi sadarlah, Anton. Kamu yang sudah menceraikan Rani dan mengusirnya dari rumah, kamu tidak memperdulikan bahaya dunia luar, apalagi Rani itu orang yang tidak terlalu sering keluar rumah, sekali dia keluar pasti dengan mu."Kenzo, sudahlah. Jangan membahas nya lagi, aku merasa malas j
Sampai di dalam kamar, Rani langsung mengambil koper dan meletakkannya di atas kasur. Dia membuka kopernya dan berjalan ke arah lemarinya."Kemungkinan aku akan pulang ke rumah dua minggu sekali. Jadi aku akan membawa semua pakaian biasa dan pakaian penting untuk berpergian, karena aku yakin aku akan sangat sering pergi bersama anak-anak." gumamnya "Ah iy, besok kan aku di ajak Mas Kenzo untuk menemaninya datang ke pesta rekan kerjanya. Bagaimana ini, aku tidak mempunyai dress yang mo bagus, semua dress ku sudah lusuh dan harganya murah, apa aku pinjam uang saja ya kepada Shilvia?" gumamnya lagi.Wanita itu mulai memasukan pakaian nya ke dalam koper dengan rapi. dia juga memasukan beberapa heels nya ke dalam kantong plastik ukuran besar."Untung tas dan heels ku masih bagong semua dan harganya juga lumayan mahal." ucapnya sembari tersenyum.Dia memasukan alat make up dan skincare nya ke dalam koper, dia mengambil charger ponsel dan memasukan juga ke dalam koper. Setelah semua barang
Kedua tangan Anton mulai mengepalkan, amarahnya mulai membara di dalam dirinya."Saya minta anda pergi dari sini." pinta Anton sembari memejamkan kedua matanya.Pria itu sedang menahan dirinya untuk tidak menghajar habis-habisan pria yang sedang berada di hadapan nya."Hahaha, kamu ini ya. Saya beritahu sesuatu kepadamu, Rani itu yang terlebih dahulu menggoda saya dengan pakaian yang benar-benar sangat minimalis, waktu kalian masih menjadi suami istri, dia bercerita kepada saya, jika dia sudah merasa bosan dengan suami nya yang tua itu." jelas Tirto.Dug!Dug!Anton menonjok wajah pria itu sebanyak dua kali, amarahnya sudah tidak bisa di kontrol lagi. Anton benar-benar tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengajar Tirto."Pergi dari sini! Ingat! Saya dan Rani sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, saya juga sudah membenci wanita murahan itu." ucap Anton dengan wajah yang memerah karena sedang marah.Setelah berkata seperti itu, Anton langsung pergi dari hadapan pria itu dan masuk
"Aku benar-benar tidak menyangka ternyata Mbak Agatha sangat kejam. Ternyata kecurigaan ku ternyata benar, jika Duda anak satu yang dia maksud adalah Mas Anton." Rani masih sesenggukan.Wanita itu sudah berhenti menangis, hanya saja sesungguhnya masih ada. Rumah keluarga Watson benar-benar sangat sunyi, semua anggota keluarga sedang merasa sangat terkejut dengan kejadian beberapa puluh menit yang lalu.Malam harinya.Keluarga Watson sedang makan malam bersama, wajah mereka masih sangat datar. Termasuk Anton."Kenapa kalian diam saja?" tanya Zargie merasa heran."Kakak, Nenek dan Papa sedang merasa lelah, Sayang. Maka dari itu mereka diam saja." jelas Rani berbohong."Ah begitu. Apa Tante Agatha sudah pulang?" tanya Zargie lagi."Sudah, Sayang. Papa mimta kamu jangan bajas Tante Agatha lagi ya, dia bukan keluarga kita, tidak baik jika di bahas ataupun di cari." jelas Anton."Baiklah, Papa. Aku juga tidak terlalu suka dengan nya." jawab Zargie.Rani hanya tersenyum lalu semua orang kemb
"Jadi anda meragukan saya, Nona Agatha?" tanya Tirto menatap datar ke wanita yang duduk di hadapannya."Saya tidak berkata jika saya meragukan dirimu. Sekarang ke intinya saja, saya tidak memiliki banyak waktu." ucap Agatha."Baiklah. Jelaskan apa yang harus saya lakukan." jawab Tirto."Baiklah, dengarkan saya baik-baik. Jadi saya meminta kamu untuk melakukan hal seperti dulu, kita akan menculik kembali Rani dan membuat dirinya telanjang bulat seperti dulu, kamu juga begitu, bila perlu kamu masukan saja alat kelaminmu ke alat kelamin Rani, kapan lagi bukan kamu melakukan hal itu secara gratis, dengan wanita yang masih muda pula, terus nanti saya akan memvideo kegiatan kalian, saya akan mengirim video itu ke Mas Anton dengan nomor rahasiaku dulu untuk mengirim foto-foto kamu dan Rani saat di kamar hotel, saya tidak ingin rencana ini gagal, dan kamu harus membuat Mas Anton benar-benar membuang Rani, jika kedua orang tuanya sudah saya hasut, jadi tugas kamu itu saja." jelas Agatha."Itu
"Padahal sudah jam 4 sore yax Ran. Tapi mataharinya masih terik seerti jam 11 siang." ucap Agatha."Benar, Mbak. Ya namanya kuga musim kemarau, nanti jika sudah musim hujan pasti jam segini sudah hujan deras." jawab Rani."Benar sekali, dan pasti pakaian akan lama keringnya. Apalagi jika mengandalkan pengering dari mesin cuci." Agatha sembari menyuap seblak nya."Semoga saja saat musim hujan sudah datang, hujan nya malam-malam saja di atas jam 11 malam. Jangan siang-siang, supaya pakaian juga selalu kering." jelas Rani."Iya semoga saja begitu. Eh Zargie dimana? Dari tadi siang tidak kelihatan, semenjak kejadian Om Hasan dan Tante Laura menegurnya?" tanya Agatha."Dia sedang tidur siang bersama dengan Papanya. Mungkin sudah pada bangun." jawab Rani."Ah begitu. Aku juga akan menginap di sini beberapa hari, Tante Laura uang menyuruhku, entah ada apa." ucap Agatha."Benarkah? Mungkin supaya rumah ini lebih ramai saja." jawab Rani.Tidak ada jawaban dari Agatha. Kedua wanita itu melanjut
Rani sudah selesai pipis. Dia membuka pintu kamar mandinya, pintu kamar mandi ini tidak menimbulkan suara saat di buka."Itu Mbak Agatha sedang apa ya? Kok sedang mengaduk-aduk teh yang tadi aku buat." gumam Rani merasa sagat heran.Rani mendekat ke arah Agatha. Dia berdiri di sebelah kiri wanita licik itu."Mbak Agatha. Sedang apa?" tanya Rani.Agatha benar-benar sangat terkejut. Wanita itu gelagapan lalu berusaha mencari alasan yang masuk akal."Ah ini, Rani. Aku sedang membantu mengaduk-aduk teh nya, supaya gulanya lebih cepat larut." jawab Agatha."Ah begitu. Terima kasih ya, MBak." ucap Rani tersenyum kepada Agatha."Iya sama-sama, Rani." jawab Agatha membalas senyuman Rani.Wajah Agatha banyak keringatnya, wanita licik itu sangat geologi dan merasa takut. Takut Rani melihat aksinya yang memasukan beberapa sendok garam ke dalam teh yang tadi dia buat untuk Laura, tapi Rani tidak merasa curiga kepada wanita licik itu."Kenapa Mbak mengeluarkan garam?" tanya Rani saat melihat di sa
Rani benar-benar sangat bangga mempunyai anak seperti Zargie. Masih kecil saja anak itu mempunyai pikiran seperti itu."Iya, Sayang. Mama sangat percaya jika kamu akan menjadi anak yang sangat hebat di masa depan." jawab Rani mengusap-usap punggung anaknya dengan lembut.Zargie hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja. Setelah sampai di lantai dua, Rani langsung membawa Zargie kw kamarnya.Ceklek.Rani membuka pintu kamarnya, setelah itu dia masuk ke dalam, tidak lupa dia menutup kembali pintunya. Wanita itu masih menggendong Zargie, dia berjalan ke arah ranjang dan melihat suaminya yang sedang membaca koran di atas ranjang."Eh ada jagoan Papa datang. Kenapa di gendong, manja sekali." ucap Anton.Dengan perlahan Rani menurunkan tubuh Zargie ke atas kasur. Anton sangat terkejut saat melihat kedua mata buah hatinya membengkak."Apa yang terjadi, Sayang?" tanya Anton sembari menarik Zargie ke dalam dekapan nya."Kakek dan Nenek menegur aku, Papa. Dan mereka menghina Mama dan memarahi Ma
"Bagaimana? Apa Agatha menerima tawaran Mama?" tanya Hasan."Iya, Pa. Agatha sedang bersiap-siap. Setelah itu dia akan datang kemari." jawab Laura."Baguslah. Sekarang buatkan Papa kopi buatan Mama." pinta Hasan.Wanita tua itu mengangguk lalu berdiri dari duduknya,dia berjalan ke arah dapur. Sedangkan di Anton dan Rani baru saja sampai di dalam kamar, pria itu menutup kencang pintunya lalu tanpa sadar dia mendorong Rani kencang ke arah sofa.Brakk!Kepala Rani terbentur sudut sofa. Tes.Tes.Tes.Darah keluar dari kening Rani yang terluka."Astagfirullahaladzim." gumam Rani pelan sembari memejamkan kedua matanya karena menahan sakit yang luar biasa di bagian keningnya yang terluka.Pria itu menatap ke arah Rani yang masih terduduk di lantai, dia sangat terkejut.lalu mendekat ke arah Rani."Astagfirullahaladzim, Rani. Maafkan Mas." ucap Anton yang sudah menyadari apa yang sudah diperbuat kepada istrinya itu."Tidak apa-apa kok, Mas. Jangan meminta maaf ya." jawab Rani dengan senyuman
"Pesan apa? Apa Mas sedang memesan sesuatu." tanya Rani"Bukan saya yang memesan. Tapi kamu yang memesan." jawab Anton."Perasaan aku tidak memesan apa-apa deh, Mas." ucap Rani."Kata Zargie kamu sedang memesan makanan 1 jam yang lalu." jawab Anton.Rani langsung mengingat jika dirinya berbohong kepada anaknya jika dirinya sedang memesan makanan. Dia juga harus berbohong kepada Anton juga tentu nya."Iya memang benar aku sedang memesan makanan 1 jam yang lalu. Tapi aku membatalkan pesanannya." jelas Rani."Kenapa dibatalkan? Bukan kah kamu belum makan malam?" tanya Anton."Ini sudah malam, Mas. Untung saja pesananku belum disiapkan, jadi aku batalkan saja, lagipula aku tidak lapar, aku hanya mengantuk." jawab Rani asal.Walaupun sebenarnya dia sangat lapar. Tapi dia juga merasa sangat mengantuk."Jika begitu tidur saja. Tapi sebelum tidur, kamu harus makan terlebih dahulu, saya sudah membelikan kamu makanan." jelas Anton sembari mengeluarkan bungkusan dari dalam kantong plastik yang t
Di rumah sakit.Rani sedang menyuapi Zargie makan. Sedangkan Anton belum sampai di rumah sakit."Kamu harus makan yang banyak ya, Sayang, supaya cepat sembuh. Setelah makan nanti minum obat " jelas Rani tersenyum kepada buah hatinya itu."Iya, Mama. Apa Mama sudah makan malam?" tanya Zargie."Belum, Sayang. Mama sedang memesan makanan dari luar, mungkin sebentar lagi datang." jawab Rani berbohong.Sebenarnya Rani tidak membawa uang, semua uang nya ada di rumah Kenzo. Wanita itu sebenarnya merasa sangat lapar, karena tidak makan dari siang, tapi dia berusaha menahan laparnya."Ah begitu, baiklah. Kenapa Papa sangat lama, Ma?" tanya Zargie lagi dengan mulut penuh isi makanan."Biarkan Papamu istirahat di rumah ga. Kan ada Mama yang menjaga kamu dan menemani kamu, Nak." jawab Rani tersenyum."Aku sangat menyayangi Mama." ucap Zargie."Mama juga sangat-sangat menyayangi kamu, Sayang." jawab Rani.Anak itu tersenyum senang, sebenarnya dia mencari Papanya hanya untuk melanjutkan rengekan ny
Tidak ada jawaban dari Anton. Pria itu benar-benar sangat bingung untuk menjawab perkataan buah hatinya. Zargie terus-terusan menangis sembari merengek meminta Papanya untuk kembali menyatu dengan Mamanya."Papa... aku mohon. Papa dan Mama kembali bersatu seperti dulu." ucap Zargie semakin kencang menangisnya."Sayang... sudah ya, jangan menangis terus. Kamu akan muntah jika terus-terusan menangis." Anton merasa semakin khawatir dengan keadaan Zargie.Anak itu akan mentah-mentah karena menangis terlalu lama. Maka dari itu Anton merasa sangat khawatir hal itu akan terjadi."Huwek.... huwek." Zargie muntah-muntahAnton yang menekan tombol di dinding dekat brankar Zargie. Tombol itu berfungsi untung memanggil Dokter."Zargie! Bentengi menangis, Sayang! Papa mohon!" teriak Anton.Pria itu berteriak karena sangat khawatir melihat anaknya terus-terusan muntah.Ceklek.Pintu kamar rawat Zargie terbuka. Datanglah dua Dokter, dan tiga Suster, mereka langsung mendekat ke arah brankar."Tolong a