Tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah dasar tempat Vivi menuntut ilmu. Pria itu melepas sabuk pengaman nya dan menatap ke arah wanita yang sedang bwemain ponsel."Kamu jangan ikut turun ya, Ran. Karena kaki kamu sedang sakit, saya juga hanya menjemput Vivi saja, itu tidak akan lama." jelasnya."Baiklah, Pak. Saya akan menunggu di aini saja." jawab Rani sembari tersenyum.Kenzo membalas senyuman Rani, pria itu membuka pintu mobilnya dan keluar dari dalam mobil. Dia berjalan memasuki pintu gerbang, karena memang pintu gerbang sedang terbuka jadi dia tidak perlu meminta bantuan kepada satpam sekolah untuk membukakan nya. Pria itu mempercepat langkah nya menuju ke kelas putri yang berada di lantai dua, karena anaknya sudah kelas 5 . Sekolah ini adalah sekolah untuk orang-orang yang memiliki banyak uang, atau lebih tepatnya untuk kalangan orang kaya, selain biayanya perbulan yang cukup mahal, tidak mudah juga untuk menjadi murid di sekolah yang bi
Pria itu masih menunggu jawaban dari wanita yang sedang dia genggam erat tangannya."Kenapa kamu diam saja?" tanya Kenzo mulai khawatir."Saya tidak apa-apa Mas, ayo kita masuk saja. Kasihan Vivi semakin lemas." ajak Rani.Pria itu mengangguk lalu mereka mulai jalan ke arah gedung rumah sakit. Rani merasakan kakinya semakin sakit, tapi dia berusaha menahan supaya tidak terlihat sedang menahan sakit oleh Kenzo."Ya Allah, tolong hilangkan rasa sakit di kakiku sebentar saja, aku akan menemani Vivi berobat, aku tidak ingin melihat dia terus-terusan sakit." batin Rani.Mereka memasuki rumah sakit dan berjalan ke arah UGD."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Pak, Bu?" tanya Suster yang mendekat ke arah mereka."Selamat siang juga, Sus. Apa ada Dokter anak yang sedang aktif di jam segini di rumah sakit ini?' tanya Rani balik."Ada Bu, beliau sedang memeriksa pasien di dalam GUD." jawab Suster itu."Syukurlah, kami akan memeriksa anak kami. Dia habis muntah-muntah, entah dia kenapa, pa
Anton sudah selesai menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, dia melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukan jam 12 siang lebih 10 menit."Aku akan ke rumah Rani dan melihat keadaannya, aku benar-benar sangat khawatir kepadanya. Apalagi saat Shilvia berkata jika wajah Rani sangat pucat." gumam Anton sembari merapikan meja kerjanya.Setelah mejanya rapi, pria itu mengambil tas nya yang dia letakan di kursi kerjanya, lalu memakainya dan merapikan dasinya yang sedikit berantakan."Sayang, Mas datang." gumamnya lagi lalu mengambil tas kerja dan kunci mobilnya.Pria itu berjalan ke arah pintu dan membukanya, dia keluar dari ruangannya dan tidak lupa menutup pintunya kembali. Pria itu berjalan ke arah meja sekertaris nya."Selamat siang, Shilvia." sapa nya dengan ramah."Selamat siang juga, Pak Anton. Ada yang bisa saya bantu? Tapi anda akan kemana?" tanya Shilvia yang menatap bos nya membawa tas kerja."Saya akan ke rumah Rani, saya khawatir dengan keadaannya. Pekerjaan sudah seles
Setelah puas melihat sahabatnya yang mengobrol dengan anaknya, Kenzo kembali melanjutkan aktivitas makan siangnya bersama dengan Rani."Itu yang Om bawa apa?" tanya Vivi menunjuk ke paper bag yang berada di nakas."Om membawakan hadiah untukmu, tapi. Kamu harus pulih terlebih dahulu ya Sayang." jawab Anton sembari mengecup kening anak itu dengan penuh kasih sayang.Vivi mengangguk lalu menatap ke botol infusnya."Daddy." panggilnya.Merasa anaknya memanggil dirinya, Kenzo berdiri dari duduknya lalu mendekat ke brankas."Iya Sayang, Daddy di sini." jawab Kenzo sembari menatap sang anak yang sedang menatap dirinya."Sebentar lagi infusnya habis, kita akan langsung pulang kan?" tanya Vivi."Iya Sayang, setelah infusnya habis, kita akan langsung pulang." jawab pria itu dengan senyuman.Vivi mengangguk lalu terus menatap ke arah botol infusnya, makan siang Rani sudah habis, dia berdiri dan hendak membuang kotak makan itu di tempat sampah dekat gorden. Saat baru beberapa langkah, wanita itu
Anton merasa senang karena Rani sudah berbicara seperti semula lagi. Dia menatap Rani dengan tatapan memohon."Mas mohon, menurut ya." pinta Anton dengan nada lembut."Baiklah, aku akan mengganti uang nya nanti." jawab Rani.Jujur saja jika nada bicara Anton sudah lembut seperti itu, dia selalu terbuai dan tidak bisa menolak. Apapun itu."Tolong dipercepat ya Dok." pinta Anton.Dia tidak menjawab perkataan Rani yang akan mengganti uangnya. "Baiklah, saya permisi terlebih dahulu." pamit Dokter itu lalu keluar dari ruang UGD."Daddy " panggil Vivi.Kenzo yang sedari tadi melamun langsung tersadar dari lamunannya, karena mendengar putri nya memanggil dirinya. Pria itu langsung berjalan ke arah brankar Vivi lalu mengusap rambut buah hatinya dengan lembut."Iya Sayang, ada apa?" tanya Kenzo dengan nada lembut."Tante Rani kenapa? Apa dia sakit gara-gara menungguku di sini?" tanya balik Vivi."Tidak Sayang, Tante hanya kelelahan saja. Kamu jangan berpikir jika Tante sakit gara-gara menungg
Wanita itu tersenyum mendengarkan penjelasan pria yang sedang fokus menyetir itu."Mas, tidak semua mie instan itu memiliki bahan pengawet." jawab Rani."Benarkah? Tapi kenapa saya tidak pernah melihatnya bahkan memakan nya saja saya belum pernah." Kenzo menatap Rani sekilas lalu kembali fokus menyetir."Mampir ke Alfamart, nanti aku yang membelikan nya." pinta Rani.Pria itu mengangguk lalu mencari Alfamart terdekat. Setelah beberapa menit di perjalanan pulang, Kenzo melihat ada Alfamart, dia membelokkan mobilnya ke arah Alfamart tersebut, lalu mobil berhenti di parkiran Alfamart."Sayang, kamu dengan Daddy dulu ya. Tante akan membeli mie untukmu." Rani menatap Vivi yang matanya mulai terpejam karena mengantuk."Aku ikut." jawab Vivi menatap balik Rani."Menurut lah dengan Tante Rani, Sayang. Lagipula kan ada Daddy." Kenzo mengangkat tubuh Vivi dari pangkuan Rani.Lalu pria itu menduduki anaknya di pangkuannya dengan menghadapkan anaknya ke dirinya. Di sandarkan kepala buah hatinya d
Agatha sudah sampai di depan pintu ruang kerja Anton.Ceklek.Dia membuka pintunya perlahan, lalu dia masuk ke dalam ruang kerja Anton dan menutup pintunya kembali."Kenapa wajah Mas Anton seperti sedang bersedih? Aku akan menghiburnya." batin Agatha berjalan mendekat ke arah Anton yang sedang duduk di kursi kerja.Anton melihat Agatha yang mendekat ke arahnya, dia langsung memasang wajah datarnya ke arah wanita itu."Agatha? Ada apa kamu ke mari?" tanya Anton.Wanita itu tersenyum lalu meletakkan cangkir di sebelah laptop pria yang sedang dia incar itu."Aku kemari kan untuk bertemu dengan Zargie. Dan aku juga memberikan sesuatu kepadanya, Mas kan berkata kepadaku untuk tidak terlalu sering bertemu dengan Zargie." jelas Agatha."Baguslah jika kamu menuruti perkataan saya. Saya hanya tidak ingin Zargie menjadi manja meminta mainan terus kepada orang lain, padahal Papa nya sangat mampu membelikan untuk nya."jawab Anton sembari mengambil cangkir dan meminum kopi buatan Agatha dengan per
Dalam beberapa menit mie instan sudah matang. Rani sedang memberikan toping di atas mie tersebut."Nah, ini sudah pas, ada ayam goreng, telur ceplok mata sapi, dan sayuran." gumam Rani.Setelah semua nya sudah di beri toping, wanita itu mengambil nampan lalu meletakan satu persatu piring isi mie itu dengan perlahan. Setelah sudah selesai, dia membawa nampan nya ke arah ruang tengah, karena Kenzo dan Vivi sedang berada di sana."Assalamualaikum." ucap anak laki-laki yang memasuki ruang tengah dengan pakaian sekolah SMP nya."Waalaikumsalam, Devo? Tumben kamu jam segini sudah pulang, Sayang." tanya Kenzo.Anak laki-laki yang sudah berusia 13 tahun itu duduk di sebelah Daddy nya dan meletakan tas di atas meja."Iya, Daddy. Hari ini semua Guru ada meeting, jadi murid pulang cepat." jawab Devo.Anak itu baru kelas 2 SMP, atau lebih tepatnya kelas 8. Biasanya Devo ulang sekitar jam 5 sore, tapi ini baru jam 1 siang."Ah begitu? Baiklah." Kenzo mengangguk lalu mengecup kuning anak sulungnya
"Aku benar-benar tidak menyangka ternyata Mbak Agatha sangat kejam. Ternyata kecurigaan ku ternyata benar, jika Duda anak satu yang dia maksud adalah Mas Anton." Rani masih sesenggukan.Wanita itu sudah berhenti menangis, hanya saja sesungguhnya masih ada. Rumah keluarga Watson benar-benar sangat sunyi, semua anggota keluarga sedang merasa sangat terkejut dengan kejadian beberapa puluh menit yang lalu.Malam harinya.Keluarga Watson sedang makan malam bersama, wajah mereka masih sangat datar. Termasuk Anton."Kenapa kalian diam saja?" tanya Zargie merasa heran."Kakak, Nenek dan Papa sedang merasa lelah, Sayang. Maka dari itu mereka diam saja." jelas Rani berbohong."Ah begitu. Apa Tante Agatha sudah pulang?" tanya Zargie lagi."Sudah, Sayang. Papa mimta kamu jangan bajas Tante Agatha lagi ya, dia bukan keluarga kita, tidak baik jika di bahas ataupun di cari." jelas Anton."Baiklah, Papa. Aku juga tidak terlalu suka dengan nya." jawab Zargie.Rani hanya tersenyum lalu semua orang kemb
"Jadi anda meragukan saya, Nona Agatha?" tanya Tirto menatap datar ke wanita yang duduk di hadapannya."Saya tidak berkata jika saya meragukan dirimu. Sekarang ke intinya saja, saya tidak memiliki banyak waktu." ucap Agatha."Baiklah. Jelaskan apa yang harus saya lakukan." jawab Tirto."Baiklah, dengarkan saya baik-baik. Jadi saya meminta kamu untuk melakukan hal seperti dulu, kita akan menculik kembali Rani dan membuat dirinya telanjang bulat seperti dulu, kamu juga begitu, bila perlu kamu masukan saja alat kelaminmu ke alat kelamin Rani, kapan lagi bukan kamu melakukan hal itu secara gratis, dengan wanita yang masih muda pula, terus nanti saya akan memvideo kegiatan kalian, saya akan mengirim video itu ke Mas Anton dengan nomor rahasiaku dulu untuk mengirim foto-foto kamu dan Rani saat di kamar hotel, saya tidak ingin rencana ini gagal, dan kamu harus membuat Mas Anton benar-benar membuang Rani, jika kedua orang tuanya sudah saya hasut, jadi tugas kamu itu saja." jelas Agatha."Itu
"Padahal sudah jam 4 sore yax Ran. Tapi mataharinya masih terik seerti jam 11 siang." ucap Agatha."Benar, Mbak. Ya namanya kuga musim kemarau, nanti jika sudah musim hujan pasti jam segini sudah hujan deras." jawab Rani."Benar sekali, dan pasti pakaian akan lama keringnya. Apalagi jika mengandalkan pengering dari mesin cuci." Agatha sembari menyuap seblak nya."Semoga saja saat musim hujan sudah datang, hujan nya malam-malam saja di atas jam 11 malam. Jangan siang-siang, supaya pakaian juga selalu kering." jelas Rani."Iya semoga saja begitu. Eh Zargie dimana? Dari tadi siang tidak kelihatan, semenjak kejadian Om Hasan dan Tante Laura menegurnya?" tanya Agatha."Dia sedang tidur siang bersama dengan Papanya. Mungkin sudah pada bangun." jawab Rani."Ah begitu. Aku juga akan menginap di sini beberapa hari, Tante Laura uang menyuruhku, entah ada apa." ucap Agatha."Benarkah? Mungkin supaya rumah ini lebih ramai saja." jawab Rani.Tidak ada jawaban dari Agatha. Kedua wanita itu melanjut
Rani sudah selesai pipis. Dia membuka pintu kamar mandinya, pintu kamar mandi ini tidak menimbulkan suara saat di buka."Itu Mbak Agatha sedang apa ya? Kok sedang mengaduk-aduk teh yang tadi aku buat." gumam Rani merasa sagat heran.Rani mendekat ke arah Agatha. Dia berdiri di sebelah kiri wanita licik itu."Mbak Agatha. Sedang apa?" tanya Rani.Agatha benar-benar sangat terkejut. Wanita itu gelagapan lalu berusaha mencari alasan yang masuk akal."Ah ini, Rani. Aku sedang membantu mengaduk-aduk teh nya, supaya gulanya lebih cepat larut." jawab Agatha."Ah begitu. Terima kasih ya, MBak." ucap Rani tersenyum kepada Agatha."Iya sama-sama, Rani." jawab Agatha membalas senyuman Rani.Wajah Agatha banyak keringatnya, wanita licik itu sangat geologi dan merasa takut. Takut Rani melihat aksinya yang memasukan beberapa sendok garam ke dalam teh yang tadi dia buat untuk Laura, tapi Rani tidak merasa curiga kepada wanita licik itu."Kenapa Mbak mengeluarkan garam?" tanya Rani saat melihat di sa
Rani benar-benar sangat bangga mempunyai anak seperti Zargie. Masih kecil saja anak itu mempunyai pikiran seperti itu."Iya, Sayang. Mama sangat percaya jika kamu akan menjadi anak yang sangat hebat di masa depan." jawab Rani mengusap-usap punggung anaknya dengan lembut.Zargie hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja. Setelah sampai di lantai dua, Rani langsung membawa Zargie kw kamarnya.Ceklek.Rani membuka pintu kamarnya, setelah itu dia masuk ke dalam, tidak lupa dia menutup kembali pintunya. Wanita itu masih menggendong Zargie, dia berjalan ke arah ranjang dan melihat suaminya yang sedang membaca koran di atas ranjang."Eh ada jagoan Papa datang. Kenapa di gendong, manja sekali." ucap Anton.Dengan perlahan Rani menurunkan tubuh Zargie ke atas kasur. Anton sangat terkejut saat melihat kedua mata buah hatinya membengkak."Apa yang terjadi, Sayang?" tanya Anton sembari menarik Zargie ke dalam dekapan nya."Kakek dan Nenek menegur aku, Papa. Dan mereka menghina Mama dan memarahi Ma
"Bagaimana? Apa Agatha menerima tawaran Mama?" tanya Hasan."Iya, Pa. Agatha sedang bersiap-siap. Setelah itu dia akan datang kemari." jawab Laura."Baguslah. Sekarang buatkan Papa kopi buatan Mama." pinta Hasan.Wanita tua itu mengangguk lalu berdiri dari duduknya,dia berjalan ke arah dapur. Sedangkan di Anton dan Rani baru saja sampai di dalam kamar, pria itu menutup kencang pintunya lalu tanpa sadar dia mendorong Rani kencang ke arah sofa.Brakk!Kepala Rani terbentur sudut sofa. Tes.Tes.Tes.Darah keluar dari kening Rani yang terluka."Astagfirullahaladzim." gumam Rani pelan sembari memejamkan kedua matanya karena menahan sakit yang luar biasa di bagian keningnya yang terluka.Pria itu menatap ke arah Rani yang masih terduduk di lantai, dia sangat terkejut.lalu mendekat ke arah Rani."Astagfirullahaladzim, Rani. Maafkan Mas." ucap Anton yang sudah menyadari apa yang sudah diperbuat kepada istrinya itu."Tidak apa-apa kok, Mas. Jangan meminta maaf ya." jawab Rani dengan senyuman
"Pesan apa? Apa Mas sedang memesan sesuatu." tanya Rani"Bukan saya yang memesan. Tapi kamu yang memesan." jawab Anton."Perasaan aku tidak memesan apa-apa deh, Mas." ucap Rani."Kata Zargie kamu sedang memesan makanan 1 jam yang lalu." jawab Anton.Rani langsung mengingat jika dirinya berbohong kepada anaknya jika dirinya sedang memesan makanan. Dia juga harus berbohong kepada Anton juga tentu nya."Iya memang benar aku sedang memesan makanan 1 jam yang lalu. Tapi aku membatalkan pesanannya." jelas Rani."Kenapa dibatalkan? Bukan kah kamu belum makan malam?" tanya Anton."Ini sudah malam, Mas. Untung saja pesananku belum disiapkan, jadi aku batalkan saja, lagipula aku tidak lapar, aku hanya mengantuk." jawab Rani asal.Walaupun sebenarnya dia sangat lapar. Tapi dia juga merasa sangat mengantuk."Jika begitu tidur saja. Tapi sebelum tidur, kamu harus makan terlebih dahulu, saya sudah membelikan kamu makanan." jelas Anton sembari mengeluarkan bungkusan dari dalam kantong plastik yang t
Di rumah sakit.Rani sedang menyuapi Zargie makan. Sedangkan Anton belum sampai di rumah sakit."Kamu harus makan yang banyak ya, Sayang, supaya cepat sembuh. Setelah makan nanti minum obat " jelas Rani tersenyum kepada buah hatinya itu."Iya, Mama. Apa Mama sudah makan malam?" tanya Zargie."Belum, Sayang. Mama sedang memesan makanan dari luar, mungkin sebentar lagi datang." jawab Rani berbohong.Sebenarnya Rani tidak membawa uang, semua uang nya ada di rumah Kenzo. Wanita itu sebenarnya merasa sangat lapar, karena tidak makan dari siang, tapi dia berusaha menahan laparnya."Ah begitu, baiklah. Kenapa Papa sangat lama, Ma?" tanya Zargie lagi dengan mulut penuh isi makanan."Biarkan Papamu istirahat di rumah ga. Kan ada Mama yang menjaga kamu dan menemani kamu, Nak." jawab Rani tersenyum."Aku sangat menyayangi Mama." ucap Zargie."Mama juga sangat-sangat menyayangi kamu, Sayang." jawab Rani.Anak itu tersenyum senang, sebenarnya dia mencari Papanya hanya untuk melanjutkan rengekan ny
Tidak ada jawaban dari Anton. Pria itu benar-benar sangat bingung untuk menjawab perkataan buah hatinya. Zargie terus-terusan menangis sembari merengek meminta Papanya untuk kembali menyatu dengan Mamanya."Papa... aku mohon. Papa dan Mama kembali bersatu seperti dulu." ucap Zargie semakin kencang menangisnya."Sayang... sudah ya, jangan menangis terus. Kamu akan muntah jika terus-terusan menangis." Anton merasa semakin khawatir dengan keadaan Zargie.Anak itu akan mentah-mentah karena menangis terlalu lama. Maka dari itu Anton merasa sangat khawatir hal itu akan terjadi."Huwek.... huwek." Zargie muntah-muntahAnton yang menekan tombol di dinding dekat brankar Zargie. Tombol itu berfungsi untung memanggil Dokter."Zargie! Bentengi menangis, Sayang! Papa mohon!" teriak Anton.Pria itu berteriak karena sangat khawatir melihat anaknya terus-terusan muntah.Ceklek.Pintu kamar rawat Zargie terbuka. Datanglah dua Dokter, dan tiga Suster, mereka langsung mendekat ke arah brankar."Tolong a