Setibanya di tempat restoran di mana orang tuanya berada, Leo membenarkan setelan bajunya lebih dulu sebelum turun dari mobil dan melenggang masuk ke dalam sana. Ia juga sempat menatap dirinya di pantulan spion depan dengan menata rambutnya agar rapi. Barulah sang empu langsung turun dan melangkah panjang meninggalkan mobil. Meskipun sudah malam hari, restoran tersebut masih tetap ramai pengunjung. Bahkan sepertinya di waktu-waktu seperti inilah yang menjadi daya tarik semua orang untuk bisa datang ke sana karena suasana yang bagus dengan pemandangan alam yang indah di sebelah utara restoran tersebut karena menyuguhkan bentangan luas pantai yang terletak beberapa kilometer saja dari belakang restoran berada. Saat memasuki area pintu utama, dari kejauhan Leo sudah dapat melihat keberadaan Rani yang tampak asyik mengobrol dengan orang-orang di sekelilingnya. Leo sudah mengira jika itu adalah dari pihak perempuan yang sudah lebih dulu datang dibandingkan dirinya. "Selamat malam semua.
Waktu 1 minggu untuk saling mengenal lebih jauh dan membangun chemistry yang baik di antara mereka tidaklah gampang. Baik Leo dan juga Clarissa sama-sama orang baru yang belum lama ini bertemu namun sudah dijodohkan tiba-tiba dengan waktu yang singkat sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan. Sangat tak mudah, namun kenyataan itulah yang harus mereka hadapi saat ini. "Wah gila sih, gue gak nyangka sama sekali kalau cewek yang bakalan dijodohin sama lo itu si Ica, adik sepupu istri gue sendiri." Kenan langsung ingin bertemu dengan Leo di tempat mereka biasa berada setelah pulang bekerja masing-masing saat tahu jika sahabatnya itu dijodohkan dengan Clarissa. Tampaknya memang bukan sebuah kebetulan, namun sebuah takdir kehidupan. "Diem deh lo. Gue lagi pusing," keluh Leo tak ingin diajak membahas hal itu sementara. Raut wajahnya yang tampak lesu dengan kondisi pikirannya yang kacau balau sejak beberapa hari yang lalu benar-benar menggambarkan jika sang empu sangat stress sekarang in
Setelah menyelesaikan makanannya masing-masing, mereka berdua terdiam beberapa saat karena memang tak ada topik yang ingin dibicarakan lebih dulu di antara keduanya. Sampai akhirnya Leo mengalah dan menurunkan ego untuk menyudahi keheningan itu. "Bagaimana menurutmu?" "Ha? Maksudnya? Soal apa?" "Perjodohan kita." Clarissa segera memutar otak untuk segera mencari jawaban yang tepat padanya. Di balik rasa bingungnya itu sang puan juga takut jika akan membuat Leo tersinggung apabila jawabannya ada salah kata. "Ya udah, mau gimana lagi." "Kamu yakin ingin melanjutkan perjodohan ini?" tanya Leo ingin memastikan. Clarissa menatap mata pria tersebut beberapa detik tanpa berkedip hingga membuatnya salah fokus karena ditatap lekat seperti itu. "Mau nolak pun juga percuma. Lagipula semuanya udah terlanjur, nggak ada cara lain selain setuju," jawabnya kemudian secara gamblang sesuai isi pikiran. "Kalau Om sendiri gimana? Yakin buat nerima perjodohan ini?" "Jawaban saya hampir sama sep
Hingga larut malam sekitar pukul 9, Clarissa baru memutuskan pergi meninggalkan rumah sakit dengan diantarkan oleh Leo menuju ke restoran untuk mengambil mobilnya terlebih dulu sebelum pulang ke rumah. Mereka berdua tak banyak bicara untuk dibahas selama berada di dalam mobil. Justru Clarissa sangat pendiam tanpa peduli jika Leo berada di sisinya karena sibuk menyetir. "Mulai sekarang, balas pesan atau angkat telepon dari saya lagi." Clarissa menoleh ke arah Leo setelah mendengar ucapannya barusan. Memang beberapa hari terakhir, lebih tepatnya saat pertemuan mereka di restoran untuk makan malam waktu itu Clarissa sudah tak lagi ingin berkomunikasi dengan Leo. Bahkan ia sengaja mengabaikan semua pesan yang dikirim oleh pria itu, seolah tak ingin lagi berurusan dengannya. "Hmmm." "Terima kasih.""Buat apa?" "Untuk usahamu yang sudah menenangkan mama saya tadi. Terima kasih karena sudah bisa mengertikan perasaannya di saat kami tidak bisa melakukan itu," perjelas Leo membuat Clariss
Selama waktu 1 minggu yang diberikan oleh kedua orang tua mereka sebagai kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain membuat Leo berinisiatif lebih dulu guna memulai semuanya. Meskipun awalnya ia juga sama terpaksanya, ia tetap berusaha mencoba dan berharap jika semua yang terjadi akan selalu menghasilkan yang terbaik. Tampaknya hal yang sama juga dilakukan oleh Clarissa, perempuan itu benar-benar pasrah dan meyakinkan diri sendiri untuk bisa menerima kenyataan itu. "Sa?""Hmmm?" "Kita keluar sebentar, dari tadi siang kamu belum makan." Tanpa Clarissa sadari jika saat ini sudah menjelang sore hari, dan ia juga sudah melupakan waktu makannya karena memang perutnya tidak merasa lapar sampai saat ini. Mungkin karena terlalu asyik berbincang dengan Rani tadi mengenai banyak hal membuatnya lupa waktu. "Om laper ya?" "Memang kamu tidak?" tanya Leo balik. "Ya udah tunggu dulu, aku mau ke kamar mandi sebentar." Leo menganggukkan kepala dan menunggunya di kursi depan ruangan ICU tem
"Istri? Nggak, nggak mungkin." Seakan ingin pendengarannya salah, Hani mengulang peryataan dari Clarissa barusan. Bahkan dengan raut wajahnya yang pongah dari perempuan di depannya itu membuat Hani semakin tersulut emosi. "Iya, kenapa? Nggak terima?" Leo pun langsung menarik lengan Clarissa agar bisa menjauh dari Hani. Ia tak akan membiarkan perempuannya harus berurusan dengan wanita tak tau diri itu. Mereka berdua benar-benar sangat jauh berbeda. "Leo, dia bohong kan? Kamu udah nikah? Kenapa aku nggak tahu?" "Emang kenapa kamu harus tahu? Aku udah nikah atau belum juga bukan urusanmu." "Aku nggak percaya, perempuan itu pembohong kan? Dia cuman ngaku-ngaku kalau dia istri-""Iya, dia emang istriku. Clarissa itu istriku. Jadi mulai sekarang kamu jangan pernah ganggu hidupku lagi," potong Leo cepat sebelum Hani menyelesaikan kalimatnya. Tanpa ingin memperpanjang urusan, Leo langsung mengajak Clarissa pergi dari sana dengan sengaja mengabaikan Hani. Mereka berdua melenggang pergi
Di hari keempat setelah tragedi kecelakaan tunggal yang dialami oleh William sampai membuatnya cedera parah dan tak sadarkan diri itu akhirnya ia siuman sejak beberapa jam lalu. Beberapa anggota keluarga dari pihak Bagas pun juga turut datang menjenguk meskipun tak dapat langsung melihat kondisinya sekarang. Termasuk Leo yang sejak kemarin absen datang karena kejadian di kantin saat bertemu dengan Hani yang membuatnya tak datang sementara waktu. Meskipun tak banyak keluarga lain yang datang, namun untuk ukuran penjenguk pasien ICU sudah termasuk over limit. Kedua orang tuanya juga sudah mengatakan jika tak perlu repot datang ke rumah sakit sebelum bisa dipindahkan ke ruang rawat terlebih dahulu, namun William ternyata adalah anak emas dari keluarga pihak Bagas. Sebab ia menjadi cucu ataupun sepupu yang paling akhir alias primadona perhatian semua orang di keluarganya. "Clarissa nggak datang lagi hari ini, Nak?" "Nggak Ma. Lagi pula aku juga larang dia datang kalau urusannya sendiri
Setelah pulang dari rumah Fira beberapa waktu lalu, Clarissa jadi banyak pikiran karena sebuah fakta yang sulit ia terima. Meskipun Leo bukan seperti prasangka duganya yang senang berganti pasangan, ia tetap tak senang dan kecewa berat setelah tahu pria itu memiliki kebiasaan yang buruk. "Ca? Kenapa kamu ngelamun aja sejak pulang dari rumah Fira? Ada apa?" Sania mengambil duduk di sofa ruang tengah, sebelah kanan putri semata wayangnya itu dengan membawa teh hangat miliknya di tangan. "Nggak apa-apa kok, Ma. Lagi capek aja, aku mau ke kamar dulu kalau gitu." "Oh ya, tadi Leo hubungin mama. Dia nyariin kamu dan tanya kenapa kamu nggak balas pesan sama sekali dari tadi pagi?" Clarissa terus berjalan tak berniat untuk menghentikan langkah kakinya apalagi berbalik arah pada ibunya lagi. "Kelupaan nggak lihat HP, Ma."Hanya itu jawaban yang dilontarkan oleh Clarissa sebelum makin menjauh dari ruang tengah. "Baik-baik sama dia, jangan dicuekin ya, Caa!" *** Karena khawatir Clarissa