Setelah menyelesaikan makanannya masing-masing, mereka berdua terdiam beberapa saat karena memang tak ada topik yang ingin dibicarakan lebih dulu di antara keduanya. Sampai akhirnya Leo mengalah dan menurunkan ego untuk menyudahi keheningan itu. "Bagaimana menurutmu?" "Ha? Maksudnya? Soal apa?" "Perjodohan kita." Clarissa segera memutar otak untuk segera mencari jawaban yang tepat padanya. Di balik rasa bingungnya itu sang puan juga takut jika akan membuat Leo tersinggung apabila jawabannya ada salah kata. "Ya udah, mau gimana lagi." "Kamu yakin ingin melanjutkan perjodohan ini?" tanya Leo ingin memastikan. Clarissa menatap mata pria tersebut beberapa detik tanpa berkedip hingga membuatnya salah fokus karena ditatap lekat seperti itu. "Mau nolak pun juga percuma. Lagipula semuanya udah terlanjur, nggak ada cara lain selain setuju," jawabnya kemudian secara gamblang sesuai isi pikiran. "Kalau Om sendiri gimana? Yakin buat nerima perjodohan ini?" "Jawaban saya hampir sama sep
Hingga larut malam sekitar pukul 9, Clarissa baru memutuskan pergi meninggalkan rumah sakit dengan diantarkan oleh Leo menuju ke restoran untuk mengambil mobilnya terlebih dulu sebelum pulang ke rumah. Mereka berdua tak banyak bicara untuk dibahas selama berada di dalam mobil. Justru Clarissa sangat pendiam tanpa peduli jika Leo berada di sisinya karena sibuk menyetir. "Mulai sekarang, balas pesan atau angkat telepon dari saya lagi." Clarissa menoleh ke arah Leo setelah mendengar ucapannya barusan. Memang beberapa hari terakhir, lebih tepatnya saat pertemuan mereka di restoran untuk makan malam waktu itu Clarissa sudah tak lagi ingin berkomunikasi dengan Leo. Bahkan ia sengaja mengabaikan semua pesan yang dikirim oleh pria itu, seolah tak ingin lagi berurusan dengannya. "Hmmm." "Terima kasih.""Buat apa?" "Untuk usahamu yang sudah menenangkan mama saya tadi. Terima kasih karena sudah bisa mengertikan perasaannya di saat kami tidak bisa melakukan itu," perjelas Leo membuat Clariss
Selama waktu 1 minggu yang diberikan oleh kedua orang tua mereka sebagai kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain membuat Leo berinisiatif lebih dulu guna memulai semuanya. Meskipun awalnya ia juga sama terpaksanya, ia tetap berusaha mencoba dan berharap jika semua yang terjadi akan selalu menghasilkan yang terbaik. Tampaknya hal yang sama juga dilakukan oleh Clarissa, perempuan itu benar-benar pasrah dan meyakinkan diri sendiri untuk bisa menerima kenyataan itu. "Sa?""Hmmm?" "Kita keluar sebentar, dari tadi siang kamu belum makan." Tanpa Clarissa sadari jika saat ini sudah menjelang sore hari, dan ia juga sudah melupakan waktu makannya karena memang perutnya tidak merasa lapar sampai saat ini. Mungkin karena terlalu asyik berbincang dengan Rani tadi mengenai banyak hal membuatnya lupa waktu. "Om laper ya?" "Memang kamu tidak?" tanya Leo balik. "Ya udah tunggu dulu, aku mau ke kamar mandi sebentar." Leo menganggukkan kepala dan menunggunya di kursi depan ruangan ICU tem
"Istri? Nggak, nggak mungkin." Seakan ingin pendengarannya salah, Hani mengulang peryataan dari Clarissa barusan. Bahkan dengan raut wajahnya yang pongah dari perempuan di depannya itu membuat Hani semakin tersulut emosi. "Iya, kenapa? Nggak terima?" Leo pun langsung menarik lengan Clarissa agar bisa menjauh dari Hani. Ia tak akan membiarkan perempuannya harus berurusan dengan wanita tak tau diri itu. Mereka berdua benar-benar sangat jauh berbeda. "Leo, dia bohong kan? Kamu udah nikah? Kenapa aku nggak tahu?" "Emang kenapa kamu harus tahu? Aku udah nikah atau belum juga bukan urusanmu." "Aku nggak percaya, perempuan itu pembohong kan? Dia cuman ngaku-ngaku kalau dia istri-""Iya, dia emang istriku. Clarissa itu istriku. Jadi mulai sekarang kamu jangan pernah ganggu hidupku lagi," potong Leo cepat sebelum Hani menyelesaikan kalimatnya. Tanpa ingin memperpanjang urusan, Leo langsung mengajak Clarissa pergi dari sana dengan sengaja mengabaikan Hani. Mereka berdua melenggang pergi
Di hari keempat setelah tragedi kecelakaan tunggal yang dialami oleh William sampai membuatnya cedera parah dan tak sadarkan diri itu akhirnya ia siuman sejak beberapa jam lalu. Beberapa anggota keluarga dari pihak Bagas pun juga turut datang menjenguk meskipun tak dapat langsung melihat kondisinya sekarang. Termasuk Leo yang sejak kemarin absen datang karena kejadian di kantin saat bertemu dengan Hani yang membuatnya tak datang sementara waktu. Meskipun tak banyak keluarga lain yang datang, namun untuk ukuran penjenguk pasien ICU sudah termasuk over limit. Kedua orang tuanya juga sudah mengatakan jika tak perlu repot datang ke rumah sakit sebelum bisa dipindahkan ke ruang rawat terlebih dahulu, namun William ternyata adalah anak emas dari keluarga pihak Bagas. Sebab ia menjadi cucu ataupun sepupu yang paling akhir alias primadona perhatian semua orang di keluarganya. "Clarissa nggak datang lagi hari ini, Nak?" "Nggak Ma. Lagi pula aku juga larang dia datang kalau urusannya sendiri
Setelah pulang dari rumah Fira beberapa waktu lalu, Clarissa jadi banyak pikiran karena sebuah fakta yang sulit ia terima. Meskipun Leo bukan seperti prasangka duganya yang senang berganti pasangan, ia tetap tak senang dan kecewa berat setelah tahu pria itu memiliki kebiasaan yang buruk. "Ca? Kenapa kamu ngelamun aja sejak pulang dari rumah Fira? Ada apa?" Sania mengambil duduk di sofa ruang tengah, sebelah kanan putri semata wayangnya itu dengan membawa teh hangat miliknya di tangan. "Nggak apa-apa kok, Ma. Lagi capek aja, aku mau ke kamar dulu kalau gitu." "Oh ya, tadi Leo hubungin mama. Dia nyariin kamu dan tanya kenapa kamu nggak balas pesan sama sekali dari tadi pagi?" Clarissa terus berjalan tak berniat untuk menghentikan langkah kakinya apalagi berbalik arah pada ibunya lagi. "Kelupaan nggak lihat HP, Ma."Hanya itu jawaban yang dilontarkan oleh Clarissa sebelum makin menjauh dari ruang tengah. "Baik-baik sama dia, jangan dicuekin ya, Caa!" *** Karena khawatir Clarissa
"Kenapa diam sekarang? Jadi benar? Kamu tiba-tiba bersikap acuh tak acuh dengan saya begini karena ucapan Hani kemarin lusa kan, Sa?" tanya Leo lagi untuk mempertegas kalimatnya. "Nggak, ngapain juga dengerin perempuan gila itu," bantah Clarissa menyangkal yang sebenarnya. "Terus kenapa tadi kamu pergi ke rumah Kenan?""Ya emangnya kenapa? Orang aku dateng karena mau liat Fina aja kok."Ternyata Clarissa masih enggan mengakuinya dan terus mencari alibi terhadap Leo. Ia sama sekali tak berniat untuk mengatakan hal apa pun yang kini sudah diketahuinya. "Tapi Om tau darimana kalau aku habis dari rumah Kenan?" tanyanya balik. "Memangnya siapa lagi kalau bukan dari dia sendiri?" Dalam hati Clarissa berdecak sebal karena menduga jika Fira telah mengadu kepada Kenan yang berujung diketahui oleh Leo seperti sekarang ini. Padahal tadinya ia sudah mewanti-wanti Fira agar tetap tutup mulut dan tak mengatakan barang satu kata pun terhadap suaminya. "Kalau kamu memang ingin tau sesuatu tentan
Leo langsung terdiam dan tak bisa berkata-kata lagi saat mendengar penuturan Clarissa barusan. Seperti terpojok kan di jalan buntu, ia kesulitan untuk mencari jalan keluar sekarang ini. Di saat perempuan itu pergi menuju kamarnya yang ada di lantai 2, Sania juga baru saja datang menghampirinya di ruang tamu. Beliau tak tahu sama sekali dengan permasalahan yang sedang terjadi di antara mereka berdua, terlebih lagi saat kepergian putrinya yang tanpa sepatah kata pun itu ketika beliau panggil. "Clarissa kenapa, Nak? Kalian berantem?" tanya Sania bingung terhadap Leo. Namun Leo hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis untuk respon tak setuju dengan pertanyaan itu. "Clarissa bilang dia sangat mengantuk, Tante. Jadi dia ingin pergi tidur," alasannya agar tak membuat konflik baru dan juga takut beliau tahu dengan permasalahan yang terjadi di antara mereka. "Itu anak, udah dibilang jangan biarin kamu sendirian juga masih tetep aja nggak didengerin. Sekarang malah pergi tidur. Maaf y
"Biar saya antar pulang, sekarang sudah larut malam, Sa.""Nggak usah, aku bisa pulang sendiri. Lagian juga rumahku nggak terlalu jauh dari sini," tolak Clarissa mentah-mentah atas tawaran yang diberikan oleh Leo barusan. "Tapi kamu-""Udah lah, Om. Aku bisa sendiri. Lagian Om juga lagi sakit kan? Mending tidur aja sekarang, daripada nganterin aku, aku udah bawa mobil sendiri," potong Clarissa cepat sebelum Leo menyelesaikan kalimatnya. "Kamu yakin?"Sang puan menganggukkan kepalanya cepat. "Ya sudah, kalau begitu hati-hati di jalan ya. Tolong kabari saya kalau sudah sampai di rumah." "Emang harus ya?""Harus, kalau tidak lebih baik saya yang antar." "Ck, iya iya nanti aku kabarin. Udah deh, aku pulang sekarang. Sana masuk aja." Ya, daripada Clarissa harus dibuntuti oleh Leo hingga sampai ke rumah, lebih baik ia menyetujui untuk memberikan kabar jika ia sudah tiba di rumah. "Saya tunggu kamu sampai keluar dulu, baru saya masuk." Tak ada pilihan lagi, Clarissa juga tak berniat
Setibanya di rumah Leo, Clarissa menghentikan mobil di teras rumah setelah dibukakan pintu gerbang oleh Pak Damar sebagai satpam di kediaman keluarga Adinata itu. Segera ia bergegas turun lebih dulu dan membantu pria itu keluar dari sana. Tanpa ia sadari jika perlakuannya saat ini terhadap Leo begitu kentara perbedaannya dari biasanya karena ia terlalu khawatir dengan kondisinya. "Saya hanya sedikit pusing saja, Sa." "Ya emang salah kalau aku cuman mau bantuin?" tanya Clarissa balik. "Saya hanya takut salah paham untuk menilai tindakanmu ini."Clarissa sendiri menghela napas panjang dan menutup pintu mobil setelah Leo keluar dari sana. "Terserah, aku cuman mau bantuin. Yang jelas sekarang cepetan istirahat dan jangan lakuin aktivitas apa-apa lagi." Pria itu tersenyum tipis karena mengetahui tingkah Clarissa yang begitu peduli terhadapnya. Meskipun tak diucapkan olehnya secara gamblang, tetap begitu jelas baginya. "Tunggu.""Apa lagi?""Mana?" Sang puan mengerutkan dahinya bingu
Setelah melewati serangkaian proses hukum yang berlaku, Hani dinyatakan bersalah. Dan ia mendapatkan sanksi berupa kurungan penjara sesuai kurun waktu yang sudah ditetapkan berdasarkan kesalahan yang diperbuat. Tentu saja Leo merasa puas dan juga lega karena perempuan itu mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya yang nyaris mencelakai Clarissa. Setidaknya dalam beberapa tahun ke depan hidupnya akan tenang karena tak ada lagi siapapun yang mengusik hidupnya dan juga Clarissa. "Kenapa lo tega banget biarin dia di penjara sih, Kak?" "Tega? Setelah perbuatan dia yang nyaris melukai Clarissa lo bilang gue tega? Harusnya gue yang tanya sama lo, kenapa lo selalu bela dia dari dulu, hah?" "Gue gak belain dia. Gue cuman kasihan, dari dulu dia selalu-""Selalu apa? Selalu pengen dapet perhatian dari lo kan? Udah lah, gue muak denger alasan apapun dari lo. Jangan bahas dia lagi di depan gue, karena gue gak peduli." William menghela napas berat. Leo memang susah sekali untuk memaafk
Clarissa tak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Leo sampai ia bisa berpikiran seperti itu. Padahal tak ada sekalipun niatnya untuk berpikir sejauh yang pria itu duga. Apalagi dengan calon adik iparnya sendiri. Ia tak serendah dan semudah itu. Bahkan sejak pertama kali pertemuan dan perkenalannya dengan William, Leo selalu over protect dan sinis setiap kali ia berbicara atau sekedar menyapanya saja waktu sang empu menjenguk Liam setelah mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Awalnya ia pikir Leo memang sifat yang mudah cemburu, namun semakin diperhatikan ternyata ada sesuatu yang sedang ditutupi olehnya, mungkin. "Kamu pulang aja kalau ngantuk. Istirahat di rumah, biar besok interview nya maksimal." Leo tahu jika Clarissa sudah sangat lelah karena sudah menemaninya di rumah sakit sejak tadi siang hingga menjelang malam seperti ini. Padahal pria itu sudah melarangnya untuk sering datang karena tak ingin membuatnya kerepotan dan kelelahan, namun Clarissa sendiri tetap bersike
Clarissa jadi banyak perbedaan di mata Leo sejak perempuan itu menyatakan persetujuannya kemarin lusa untuk bisa menerima lamarannya. Iya, dia jadi lebih perhatian dan tak segan membantu apa saja yang dibutuhkan juga diinginkan oleh Leo saat berada di rumah sakit. Ia juga selalu rutin menjenguknya di sana setiap hari meskipun tak sampai menginap. Namun hal itu saja sudah membuat Leo senang karena sangat dipedulikan olehnya. Bahkan tanpa harus dipaksa atau dikode sama sekali, Clarissa sudah berinisiatif melakukan semua hal yang dulu selalu ia tolak mentah-mentah. Yaitu peduli dan selalu menanyakan bagaimana kabarnya terhadap Leo lebih dulu. "Besok aku ada interview pagi, jadi kalau belum sempet ke sini gak usah nyariin." "Interview? Kamu yakin?" "Kenapa tanyanya begitu? Ya yakin lah, aku pengen kerja. Pengen punya kesibukan dan hasilin uang sendiri.""Maksud saya yakin kamu interview? Atau mau langsung diterima jadi karyawan tetap? Biar saya yang atur semuanya untuk kamu." "Nggak
Clarissa tertunduk beberapa waktu, tangannya merogoh ke dalam tas untuk mengambil sesuatu dari dalam sana. Dan ia membuka sebuah kotak beludru berwarna merah pekat itu guna mengambil cincin permata indah yang ia simpan sejak kemarin untuk disematkan sendiri pada jari manis di tangan kirinya. Tanpa kata apapun, ia mengangkat tangannya untuk ditunjukkan pada Leo yang sejak tadi sudah melihat perbuatannya itu. "Sa, itu-" "Iya, aku setuju. Ayo kita menikah," selat Clarissa dengan tegas dan yakin saat mengucapkan kalimatnya. Tentu saja Leo terkejut dengan sikap perempuan itu yang tiba-tiba. Padahal kemarin ia sudah menolak dengan percuma, namun sekarang malah sebaliknya dengan inisiatif sendiri sebelum Leo kembali beraksi. "Kamu serius? Kamu tidak bercanda kan?" tanya pria itu masih belum percaya. "Nggak. Bukannya dari awal aku emang setuju untuk menikah sama om? Dan ini bakal aku anggap sebagai cincin lamaran kita."Leo mulai menerbitkan senyuman manis di wajah pucatnya itu. Ia begit
Setelah bergelut dengan pikirannya sejak tadi, akhirnya Clarissa memberanikan diri lagi untuk datang ke ruangan Leo meski tahu hubungan di antara mereka semakin abu-abu dan tak jelas akan kemana arahnya. Untuk saat ini ia masih segan dan ingin membalas budi atas semua pengorbanan yang dilakukan pria itu akhir-akhir ini. Walau pun berulang kali ia menolak pernyataan dan juga ajakan menikah darinya, Clarissa tetap mencoba berdamai dengan keadaan dan berusaha keras untuk menerima semua kenyataan itu. "Clarissa?" Saat baru saja masuk ke dalam ruang inapnya, ia sudah disambut oleh banyak orang yang kebetulan sedang membesuk Leo di sana. Termasuk Kenan. "Tante." "Gimana kondisi kamu sekarang, Nak? Masih sakit?" tanya Rani khawatir dengan meneliti tubuh Clarissa dari atas rambut hingga ke ujung kakinya. "Sekarang udah baik-baik aja kok, Tan. Maaf karena udah banyak ngerepotin." Leo yang terbaring di atas ranjangnya itu merasa sangat lega saat tahu Clarissa sudah lebih baik sekarang, wa
Meskipun Clarissa mengatakan yang sebenarnya jika ia sempat membasuh wajah dan mengakibatkan bibirnya pucat lantaran lipsticknya luntur itu pun, Leo masih kurang yakin dan berpikir jika ada hal lain yang sengaja ia tutupi. Namun ia sendiri tidak tahu hal apa itu. "Kamu hati-hati di jalan ya, Nak." "Iya, Tante." Leo pun tak bisa mencegahnya pergi dan terpaksa membiarkan Clarissa ingin meninggalkan ruang inapnya. Meski perasaannya sedikit tak enak karena memikirkan kondisi gadis itu juga tak membuat sang empu berubah pikiran. Sampai tak lama kemudian, Clarissa ambruk di lantai rumah sakit itu saat baru saja melangkah hendak keluar dari sana. Sontak saja hal tersebut membuat Rani dan juta Leo terkejut melihatnya. "Clarissa!" Rani pun bergegas menghampiri Clarissa yang sudah tak sadarkan diri itu untuk mendahului Leo yang nekat untuk mencabut selang infusnya dengan kasar karena terlalu buru-buru. Bahkan ia harus rela menahan rasa sakit yang luar biasa pada bagian perutnya yang belum
"Maksud kamu Matthew?" Mendengar nama itu disebut, Clarissa terkejut bukan main. Pasalnya ia sama sekali tak pernah menceritakan tentang mantan kekasihnya itu terhadap Leo. Dan tentulah ia shock saat tahu bahwa Leo lebih dulu mengetahuinya. Jari-jemarinya pun sampai mencengkram kuat kain celananya tanpa sadar. "Om kenal Matthew?"Leo menggelengkan kepala pelan. Gadis itu merutuki diri karena sudah melayangkan pertanyaan bodoh, tentu saja pria itu tak mengenalnya karena memang mereka tak pernah bertemu sama sekali. Namun Clarissa hanya spontan bertanya karena saking penasaran dan kagetnya. "Saya tidak mengenalinya, selain tahu jika dia adalah mantan kekasihmu kan?" "Dan saya juga tahu kalau dia adalah penyebab kamu memiliki ketakutan saat petir datang. Karena semua trauma yang kamu alami itu berasal dari masa lalumu yang belum selesai," lanjut Leo kemudian. "Om tau darimana soal itu?" Clarissa masih mengejar jawaban yang masih ingin ia ketahuai kebenarannya. Sama sekali tak menggu