"Kita nggak malam mingguan?" Tanya Bella yang sedang duduk di atas ranjangnya sambil memeluk si Putih."Kamu mau kemana?" Tanya Gara."Nggak tau. Kemana aja sih yang penting sama kamu."Gara melihat istrinya hanya mengenakan croptop memamerkan perutnya yang rata dan hotpants yang begitu pendek."Ganti pakaian yang bener. Aku nggak mau kamu keluar dengan pakaian itu.""Yyeeeyyyy! Oke suamiku sayang. Aku ganti pakaian dulu."Cup!Bella mengecup pipi Gara sambil menyerahkan si Putih."Dasar cewek, kalau keinginannya dituruti baiknya dah kayak ibu peri. Ya, nggak Putih?"Kucing itu hanya mengeong sekilas, seolah mengiyakan ucapan Gara.Tak berapa lama Bella muncul dengan stelan rok selutut berwarna putih dipadukan baju berwarna biru laut. Bibirnya dipoles gincu warna cerah, kontras sekali dengan warna kulit Bella yang putih. Untuk mempermanis penampilannya gadis itu juga menata rambut dengan gaya ikal panjang yang dibiarkan tergerai."Gimana Ra?" Tanya Bella meminta pendapat suaminya.Gar
Flashback"Pak, cepet dikit dong. Bella telat loh," kata Bella sambil melirik jam tangannya dengan cemas."Iya Nona. Ini Bapak juga sudah ngebut kok. Bentar lagi kita sampai kok."Bella mulai melihat gedung sekolahnya dan keadaannya sudah sepi. Pagar sudah di turup. Siswa yang telat tidak diijinkan masuk."Yahh, kan telat beneran," geturu Bella. Ia buru-buru keluar dari mobil begitu sampai di depan gerbang sekolah."Wahh, dateng juga di ratu telat nih," sindir salah satu anggota OSIS dengan nada bercanda. Namanya Wenti, kakak kelas Bella. Orangnya cukup akrab dengan Bella."Oh, Kak Wenti. Apa hukumannya kali ini Kak?" Tanya Bella."Tunggu apel pagi selesai ya, nanti ada instruksi lagi."Kebetulan tak lama dari itu apel pagi selesai. Siswa di lapangan bubar. Salah seorang anggota OSIS yang lain datang. Ia membisikkan sesuatu pada Wenti yang saat itu ikut membantu Pak Satpam untuk jaha gerbang."Semuanya yang telat masuk yok. Langsung ke lapangan. Udah ditunggu ketia OSIS tuh."Pak Satp
Bella menghampiri suaminya yang tampak tengah sibuk belajar."Raa..." Panggil Bella manja sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Gara dari belakang."Kenapa?" Tanya Gara cuek tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku."Cari salad buah yok," ajak Bella.Gara mengerutkan keningnya."Kamu tahu ini jam berapa?"Bella mengangguk."Baru jam sebelas," ucap Bella tanpa rasa berdosa."Dan dimana ada orang jual salad buah jam 11 malam?""Kamu suka aneh-aneh deh. Kenapa nggak dari tadi sore aja mintaknya. Sekarang dah semalam ini yang jual pun pada tidur Bel.""Ya, orang pengennya baru sekarang."Gara diam saja menantap Bella dengan jengkel. Bukan apa-apa. Kalau barang yang diinginkan Bella itu masih bisa dicari pukul sebelas malam begini sih Gara tidak masalah. Tapi kalau tidak ada kan yang repot Gara juga."Kenapa? Ngidam lagi gitu?""Hehehehe... Tau sendiri kan kalo istri lagi hamil."Gara menarik tubuh Bella, mendudukkan di pangkuannya. Seketika Bella jadi ketakutan. Apa lagi saat Gara
Senin pagi yang cerah. Bella bangun pagi sekali jadi Gara tidak perlu repot-repot membangunkan gadis itu."Kupikir kebiasaan bangun siangmu sudah berubah. Rupanya hanya karena salad buah," dengus Gara sambil menyetir mobil.Bella tersenyum tidak perduli. Ia menikmati salad buah buatan Gara dengan ceria."Buka mulutmu Ra!" Bella menyodorkan sesuap salad buah ke mulut Gara. Laki-laki itupun menerima suapan Bella untuk menghargainya."Enak kan?" Tanya Bella."Enaklah. Siapa dulu yang buat.""Hehehe suamiku tercinta." Bella terkekeh bahagia.Ckitttt!!!Tiba-tiba Gara mengerem mobil mendadak karena ada seseibuk yang mengendarai motor dengan sen kanan menyala tapi malah berbelok ke kiri. Penguasa jagad raya itu benar-benar tidak bisa diprediksi BMKG.Gara mengulurkan tangannya ke arah Bella demi melindungi gadis itu berbenturan dengan dasbor. Pasalnya Bella memang tidak mengenakan seat belt."Ibu-ibu ini. Untung aja nggak keserempet. Kalau keserempet aku juga yang salah," gerutu Gara."Kamu
"Asal kau tahu saja Sabia. Aku tidak hanya berani mengenakan blazernya. Aku bahkan berani mencuri hatinya. Ya, hati seseorang yang sangat kau kejar-kejar." Bella menyeringai melihat guratan kemarahan Sabia. Dua putri mafia itu saling berhadapan. Satunya sangat pandai bela diri, satunya lagi penuh trik yang licik.Sabia melayangkan tangannya untuk menampar Bella tapi gadis itu menangkap tangan Sabia."Kurang ajar! Kau pikir kau siapa berani-beraninya mendekati Garaku!""Bagaimana jika pertanyaannya dibalik. Kau pikir kau siapa berani-beraninya mendekati Garaku?"Bella tersenyum mengejek."Kau hanya masalalunya Sabia. Gara tidak akan pernah kembali pada masalalunya. Sebaiknya sebagai perempuan kau sadar diri saja jika Gara sudah tidak mau memungut sampah yang sudah dibuang orang lain.""Sialan mulutmu jalang!"Sabia mendorong Bella lagi hingga tangannya terlepas."Dengar jalang sialan, kalau kau berani-beraninya menyentuh Garaku lagi maka aku akan melenyapkan nyawamu."Bella mencabut tu
"Loh, Do, buku paket bahasa Inggrisku ketinggalan di mobil. Aku balik ke mobil dulu ya. Titip tas.""Heleh, modus mau liat Bella lagi pasti.""Beneran Do.""Yaudah deh, mana tas kamu. Sini aku bawain ke kelas.""Thanks Do. Kamu baik banget."Gara memberikan tasnya pada Edo kemudian berlari kembali ke parkiran. Setibanya di sana ia melihat Sabia menarik tangan Bella dengan buru-buru."Apa yang akan dilakukan Sabia pada Bella. Jangan-jangan gadis itu ingin menyelakai Bella. Gawat!" Batin Gara.Gara diam-diam menyusul Bella dan Sabia ke arah gudang. Ia tak perduli jika upacara segera dimulai. Yang terpenting bagi Gara sekarang adalah mengikuti kedua gadis itu dan mencegah sesuatu yang berbahaya terjadi diantara mereka.***Seseorang membekap mulut Bella dari belakang, menariknya cepat dalam persembunyian tepat sedetik sebelum pintu gudang terbuka. Bella melirik dengan ekor matanya untuk melihat siapa orang yang membawanya."Ga-gara?""Sttt... Jangan berisik. Kita bisa ketahuan."Bella me
"Ra, kamu kenapa nggak dateng nolongin aku? Lihat Ra, Bella ngelukai aku." Sabia langsung mengadu pada Gara begitu Gara masuk ke kelas. Ia berharap Gara akan bersimpati padanya lalu berbalik membenci Bella. Sungguh suatu rencana yang licik."Ngelukai gimana Bi?" Gara memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu untuk melihat sejauh apa Sabia memainkan dramanya."Ya tadi pas di parkiran aku ditarik sama dia ke gudang. Dia ngancem aku bakal ngebunuh aku kalau nggak jauhin kamu. Aku takut banget Ra. Kamu tau sendiri kan dia brutal banget kayak preman.""Terus?" Gara masih sabar mendengarkan drama yang dimainkan Sabia."Terus aku bilang aku nggak bisa jauhin kamu karena aku benar-benar cinta sama kamu. Akhirnya Bella beneran nusuk aku. Untung aku bisa ngelak. Sehingga tusukannya nggak kena bagian vital." Sabia memasang wajah semelas mungkin seolah ia orang paling terzolimi di atas muka bumi ini.Gara yang dulu pasti akan langsung luluh jika melihat wajah Sabia yang seperti ini. Tapi sekarang
"Edo, aku mau ngomong sama kamu." Sabia menghadang Edo saat laki-laki itu berjalan sendirian hendak pulang."Bicara apa Bi?" Tanya Edo. "Kita bicara di sini saja."Sabia menggeleng."Aku tidak bisa bicara hal penting di tempat yang ramai. Kita ke mobilmu aja."Sabia berjalan lebih dahulu menuju mobil Edo. Sedangkan Edo baru menyusul beberapa saat kemudian. Dilihatnya mobil Gara sudah tidak ada. Laki-laki itu pasti telah pulang lebih dulu."Masuk Bi," kata Edo setelah membuka kunci pintu mobilnya.Keduanya lantas masuk. Mereka duduk di kursi depan. Terdiam cukup lama tanpa pembicaraan apapun."Edo, apakah kamu baik-baik saja saat melihat Gara menyukai orang yang kamu sukai?" Tanya Bella mengawali pembicaraan."Kenapa? Laki-laki memang harus bersaing terang-terangan Bi. Siapapun yang akhirnya mendapatkan Bella harus bisa menerima kenyataan. Siap menang siap kalah juga. Ini seperti kompetisi. Rival akan berlangsung selama kompetisi berjalan. Tapi setelah kompetisi menemukan pemenangnya y
"Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
SMA swasta pagi ini benar-benar gempar dengan berita pengakuan Gara di acara dance kompetition bahwa laki-laki yang memiliki banyak penggemar itu telah menikah dengan Bella.Kini Gara dan Bella duduk ruang kepala sekolah berhadapan dengan kepala sekolah beserta empat wakilnya."Jadi, tolong jelaskan bagaimana kronologi pernikahan rahasia ini Gara?" Tanya Pak Kepsek."Bukan apa-apa. Kejadian kamu ini bisa dianggap pelopor bagi siswa-siswi lain untuk mengikuti tindakanmu. Yang terjadi di masa depan justru akan ada banyak siswa SMA yang melakukan pernikahan di bawah umur," ujar Bapak Kepsek."Jika pernikahan saya dan Bella dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah dan tidak patut dicontoh maka kami meminta maaf kepada seluruh pihak yang bersangkutan di SMA swasta. Kami menikah bukan karena sebuah kesengajaan yang direncanakan," terang Gara merendah.Ia memang siap menghadapi situasi ini kala mengumumkan pernikahannya dengan Bella."Jadi? Karena apa?" Tanya Pak Kepsek."Karena kasus pem
"Kamu keren banget hari ini," puji Edo pada istrinya karena perempuan itu berani mengatakan hal sebenarnya di acara dance competition."Eh???" Sabia mendadak jadi blushing. Nggak biasa-biasanya Edo memuji dirinya."Beneran?" Tanya Sabia malu-malu."Bener." Edo berlutut di depan Sabia yang sedang duduk di sofa. Kemudian laki-laki itu mengusap perut istrinya."Kamu ngapain sih Do?" Tanya Sabia. Ia sebenarnya malu diperlakukan Edo seperti ini."Nggak apa-apa. Cuma pengen ngusap perut kamu aja. Udah keliatan agak buncit aja ya sekarang Bi?"Edo membuka baju Sabia dan mencium perut Sabia yang memang tidak serata sebelum-sebelumnya."Hai, kesayangan Papa gimana kabarnya hari ini?" Tanya Edo menyapa bayinya yang masih di dalam perut Sabia."Namanya juga udah empat bulan. Ini bahkan udah mulai kerasa gerak-gerak loh Do." Sabia memberitahu."Oh ya? Sejak kapan?" Tanya Edo antusias."Sejak dua hari yang lalu," jawab Sabia."Kok kamu diem aja nggak kasih tau aku?""Ck, kamukan sibuk tuh ngurusi
"CUKUP!!!" Teriakan keras itu membungkam mulut semua orang seketika."Gara?" Tanya Sabia yang sejak tadi diam saja di kursi penonton.Gara naik ke atas panggung. Ia berhenti di depan Bella."Ra..." Air mata Bella sudah tumpah. Trofi dan hadian di tangannya terlepas begitu saja. Saat ini hal yang ingin Bella lakukan adalah menghilangkan dari bumi daripada merasakan rasa malu yang tak tertanggungkan ini.Gara meraih kedua tangan istrinya."Bella, kita hanya punya dua tangan jadi kita tidak bisa membungkam mulut orang sebanyak ini. Tapi..." Gara mengarahkan kedua tangan Bella ke telinga."Kita bisa menutup telinga kita hanya dengan dua tangan agar kita tidak mendengar suara orang sebanyak ini."Bella menatap Gara dengan mata yang penuh dengan bulir-bulir kristal bening yang berjatuhan.Grep!Gara menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Ya, laki-laki itu benar-benar memeluk Bella di hadapan banyak orang."Cih, kalian lihat saja kan. Dia benar-benar seperti gadis murahan yang bisa dipeluk
Keadaan di belakang panggung sudah mulai ricuh. Mereka yang tidak bisa menerima kekalahan mulai melayangkan protes pada panitia acara. Tapi panitia acara mengatakan bahwa keputusan dewan juri adalah mutlak."Baiklah, ini saat-saat yang paling kita tunggu. Pengumuman juara pertama."Penonton di luar sepi. Benar-benar sepi. Seakan mereka siap menerima kejutan berikutnya."Juara pertama dance competition tahun ini diraih oleh...""SMA swasta!""Whoooaaaaaaaaaaaa!!!"Teriakan penonton di luar begitu membahana. Tepuk tangan, suita panjang, dan teriakan kemenangan menjadikan tempat ini benar-benar berisik sampai-sampai mengalahkan kerasnya bunyi pengeras suara."Good job anak-anak! Kalian luar biasa. Selamat menjadi juara!" Kata Edo kepada anak-anak seni tari yang tampil hari ini. Tak terkecuali pada Bella, Vano, dan Vanilla."Ini berkat arahan dan bimbingan Kak Edo juga loh. Kak Edo yang terbaik pokoknya." Bella tersenyum sambil mengacungkan jempolnya untuk Edo. Jika itu Edo yang dulu past
Kompetisi dance tingkat kota yang sangat dinantikan di gelar hari ini. Kompetisi antar sekolah ini adalah kompetisi paling bergengsi di antara kompetisi-kompetisi yang lain. Pasalnya pemenang kompetisi ini akan menentukan prestasi dari sebuah sekolah.Antusiasme sekolah-sekolah lain juga sangat tinggi. Tiap tahunnya peserta kompetisi dance selalu bertambah. Bahkan tahun ini juga. Maka persaingan akan semakin ketat."Gara bagaimana dengan riasan wajahku?" Tanya Bella begitu suaminya memasuki ruang ganti yang disediakan khusus untuk para peserta lomba."Cantik," jawab Gara sambil mengelus pelan pipi mulus istrinya.Bella tersenyum mendengar pujian dari suaminya."Bella, kamu yakin akan mengikuti kompetisi ini?" Tanya Gara. Perasaan laki-laki itu khawatir karena peringatan Sabia sebelumnya."Kamu bicara apa Ra? Aku sudah tiga bulan berlatih keras demi kompetisi ini dan saat kompetisi ini tinggal hitungan menit untuk dimulai kamu justru melemparkan pertanyaan meragukan itu?""Aku hanya kh
"Aku mau ngelatih dance anak-anak kelas 11 untuk terakhir kalinya sebelum semua jabatan kita di sekolah di copot besok," pamit Edo pada Sabia.Besok memang sudah dijadwalkan untuk serah terima jabatan seluruh OSIS lama kepada OSIS baru.Sabia mengangguk. Edo sudah mau keluar dari kelas ketika Sabia memanggil."Edo!"Laki-laki yang dipanggil itu menoleh."Ya?""Kalau aku bilang jaga hati dari Bella apa boleh?" Tanya Sabia tampak ragu-ragu. Kemarin mereka memang baru saja melangsungkan pernikahan sederhana sehingga sekarang mereka sudah menjadi suami dan istri.Edo tersenyum singkat."Bella sudah jadi milik Gara. Jadi kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh kepadaku Bi."Sabia membalas senyuman Edo. Tak berapa lama laki-laki itu benar-benar meninggalkan kelas.Sabia memilih untuk ke ruang OSIS, niatnya semula ingin melihat latihan acara serah terima jabatan ketua OSIS, namun di depan koperasi yang memisahkan gedung A dengan bangunan ruang OSIS Sabia bertemu dengan Gara."Ra!" Panggil Sabi
Bella tengah tertidur di kursi samping kemudi. Gadis kecil yang cantik jelita itu benar-benar damai sekali dalam tidurnya. Mamanya Bella tersenyum bahagia menyaksikan putri kecilnya."Lelah banget ya sayang mainnya hari ini sampe tidur pules banget," ucap mamanya Bella. Wanita itu mengemudikan mobilnya dengan tenang.Hari ini mereka baru saja bersenang-senang dari sebuah taman hiburan. Saking asyiknya main sampai-sampai mereka kemalaman di jalan saat pulang.Suasana yang tenang dan hati yang tenang seketika berganti panik kala mamanya Bella melihat datangnya sebuah truk dengan kecepatan tinggi dari arah depan. Truk itu sepertinya mengalami rem blong."Ini bagaimana? Ya Tuhan selamatkan kami," ucap mamanya Bella ketakutan.Ttttiinnnn!!! Tttiiinnnnnn!!!Truk itu mengklakson dengan keras membuat makanya Bella jauh bertambah panik. Sementara jarak truk itu semakin dekat saja.Demi menghindari tabrakan mamanya Bella membanting setir ke kanan.BBRRRAAAAAKKKKK!!!Sudut depan mobil itu mengha
Tok! Tok! Tok!"Bi, kamu lagi apa? Aku masuk ya," kata Edo.Sabia gemetar ketakutan. Ia meletakkan cutter itu di atas meja.Ceklek!Edo muncul di depan pintu tepat saat Sabia baru selesai meletakkan cutter. Edo jelas melihat hal itu. Apalagi sekarang posisi cutternya berpindah dari dalam gelas wadah pensil ke atas meja."Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Edo penuh selidik.Sabia hanya menggeleng kaku. Edo meletakkan makanan dan susu yang dibawanya di atas meja. Ia kemudian meraih kadua bahu Sabia."Jangan gila Bi. Yang kita lakukan saja sudah gila. Kenapa kamu justru ingin menambah sesuatu yang lebih gila?"Sabia menggeleng. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. Kehidupannya saat ini benar-benar di titik paling rendah. Ia tidak berdaya."Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Itu bukan solusi.""Tapi... Gara-gara aku orang tuamu."Edo meggeleng."Ini bukan gara-gara kamu saja. Tapi gara-gara kita. Kalau kamu memilih mengakhiri hidup. Bukan saja kamu yang mati tapi