Eleanor yang suntuk di kamarnya sendiri akhirnya memutuskan untuk keluar kamar dan menuju dapur. Dia menemui para maid yang sedang sibuk menyiapkan lunch. Satu hal yang Ele tahu adalah Chislon memang selalu menyempatkan diri untuk pulang makan siang di rumah dan sangat jarang makan di luar, karna itulah para maid tidak pernah absen memasak makan siang.Di dapur saat itu ada tiga orang maid yang hari ini kebetulan punya jadwal mengurus dapur. Arinda, Jian dan Salwa. Dua nama terakhir seingat Eleanor adalah dua maid yang sempat dia pergoki membicarakan nya. Namun Ele sama sekali tak ambil pusing. Dia menghampiri mereka sembari tersenyum ramah."Apakah ada yang bisa aku bantu?"Ketiga maid tersebut tampak terkejut. "No...nona? Apakah Anda perlu sesuatu?""Tidak," sahut Ele pula. "Aku hanya ingin membantu. Apa menu kalian hari ini?""Kami memasak sup dan ayam bakar, Nona." Sahut Arinda lagi, sementara Salwa dan Jian tak berani buka mulut sejak tadi. "Itu terdengar enak." Tanggap Ele. "Ij
"Mall?" Ele hampir menggelindingkan matanya saat dia melihat Andika memberhentikan mobilnya di parkiran mall. Andika yang berdiri di sisi mobil lainnya menatap ke arah Ele dengan bingung. "Aku akan mengajakmu belanja." Sahut Andika pula yang membuat Ele nyaris tak habis pikir. Laki-laki ini hendak menghina Effendy atau bagaimana? Meski Chislon Abimanyu tidak pernah mengajak Ele ke mall, tapi semua kebutuhan gadis itu sangat tercukupi. Ele pun tahu semua pakaian yang ada dalam walk in closetnya adalah pakaian branded yang sangat mahal. Lalu untuk apa Andika mengajaknya belanja?"Apakah suamimu pernah mengajakmu berbelanja?" Tanya Andika dengan cengiran pelan. "Aku tahu isi kamarmu pasti sudah sangat luar biasa. Siapa yang tidak tahu seorang Effendy Abimanyu? Namun kali ini aku ingin mengajakmu memilih apapun yang kamu sukai."Eleanor mengerutkan keningnya sebentar. Dia adalah orang yang tidak tergiur dengan barang-barang dan kehidupan glamour. Ini bukan 'tamasya' yang menyenangkan untu
Ele masuk ke dalam kamarnya dengan gusar bercampur jengkel yang tak dapat dijelaskan. Maritha menyusul masuk ke dalam kamarnya sembari membawa nampan berisi sepiring makanan beserta lauk pauknya dan segelas air."Nona, silakan makan."Ele tak menjawab apapun, dia membiarkan Maritha meletakkan nampan tersebut di atas meja yang berada dalam kamarnya. Napsu makannya lenyap entah mengapa."Saya tinggal Nona, nona bisa menghubungi saya jika membutuhkan sesuatu.""Terimakasih, Maritha." Ele masih menyempatkan diri mengucapkan terimakasih di tengah moodnya yang memburuk. Maritha pun meninggalkan kamarnya. Ele hanya melirik makanan itu sebentar. Dia naik di atas tempat tidur dan bermaksud mengalihkan diri dnegan menyusun premis untuk naskah terbarunya. Namun, tanpa di sadari, dia tertidur tanpa menyentuh makanan yang disiapkan Maritha.***Keesokan paginya Ele bangun lebih awal dan segera membersihkan diri. Dia harus ke Hadasa House hari ini karna ada pertemuan mendadak nanti jam tujuh pagi d
Eleanor pernah percaya pada keajaiban ketika di masih kecil. Bahwa suatu saat akan ada orang yang datang menjemputnya, membawanya pergi dari panti asuhan dan menawarkan keluarga yang utuh padanya. Semakin dia bertumbuh remaja, dia menyaksikan satu persatu teman bermainnya di bawa pergi oleh para orangtua yang memilih mereka. Dan dia, tertinggal disana hingga akhir. Itulah awal mula Eleanor merasa dirinya tidak pantas untuk siapapun dan kemudian perasaan itu membunuh dirinya secara perlahan dari dalam. Dia kesepian, satu persatu kawan sebaya dan sepermainannya pergi. Dan semakin lama, dia menjadi anak tertua yang masih bertahan di sana. Eleanor tak merasa kekurangan kasih sayang. Bunda berperan sebagai sosok ibu bagi mereka, dan wanita itu tidak gagal dalam perannya. Dia bersekolah di sekolah yayasan, mengejar beasiswa sampai akhirnya bisa lulus SMA tanpa meminta sepeser uang pun pada sang kepala panti yang telah membesarkannya.Dia kemudian bertemu Tristan ketika laki-laki itu berkunj
Dari tempat mereka duduk, Ele dan Salma dapat mendengar deru mesin mobil memasuki halaman kediaman. "Tuan sudah tiba," ungkap Ele pula, tak menyadari Salma yang langsung meliriknya kebingungan. "Kau memanggil Chislon dengan sebutan Tuan? Apakah Chislon tidak masalah dengan itu?'Airmuka Ele agak berubah sedikit ketika dia menyadari dirinya keceplosan. Gadis itu menggeleng dan mencoba tersenyum untuk menutupi kecanggungan nya."Saya sudah terbiasa sejak dulu, dan Tuan juga tidak terlalu mempermasalahkannya..." Jawab Ele sekenanya.Dari airmuka Salma,Ele tahu kalau gadis itu masih tidak paham. Namun kemudian, dia mengalihkan atensinya pada Effendy yang berdiri di teras samping dan memandangi mereka di kejauhan."Aku akan menemui Chislon. You come with me?" Tanya Salma.Eleanor menggeleng. "Tidak, aku disini saja. Kurasa aku juga tidak perlu mendengar pembicaraan kalian. Barangkali itu privasi." Tolak Ele dengan halus. Salma mengangguk. Wanita itu berjalan menghampiri Chislon.***"Aku
Eleanor tengah duduk di ruang depan, menunggu suaminya turun. Mereka akan berangkat ke bandara pukul empat sore itu. Itu masih pukul 2, tapi Ele sudah memohon pada Effendy agar mengijinkannya setidaknya berpamitan pada Bundanya di panti. Effendy kemudian mengijinkan dengan catatan setelah dari panti keduanya akan langsung ke bandara. Dan itu artinya, mereka akan semobil.“Kamu sudah siap?” Tanya Effendy tatkala dia telah sampai di ruang depan dan menyaksikan Ele yang sedang duduk setengah melamun.“Ya,” balas gadis itu dengan bahu yang sedikit terlonjak. Dia tampak cantik saat itu dengan balutan pakaian bepergian, polesan make up tipis dan rambut lurus sepunggungnya yang Ele kuncir. Ele diam-diam memperhatikan Chislon Abimanyu, menelan semua kekagumannya akan visual lelaki itu. Chislon menatap pada Ele, lalu mengerutkan kening. “Mengapa kau memandangiku begitu?”“Eh, memandang bagaimana?” Ele merasa panik, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan cepat, dan detik itu juga Ef
Pukul sepuluh, Effendy dan Eleanor keluar dari bangunan apartemen berlantai-lantai itu. Kali ini Theo sudah menanti mereka di dalam mobilnya. Sepupu Chislon itu tersenyum lebar pada mereka dengan manis. Sekarang Ele bisa melihatnya dengan cukup jelas. Laki-laki itu tidak begitu mirip dengan Chislon kendatipun mereka punya hubungan darah. Dia terlihat seperti pemuda Prancis pada umumnya, tetapi dengan satu kelebihan, tampan. Warna matanya pun biru. Ele tanpa sadar menoleh pada Effendy, membandingkan mereka secara naluriah. Dan dia mendapati kalau laki-laki yang berstatus suaminya itu bahkan tetap terlihat lebih bersinar. Ele menggelengkan kepalanya. Apa dia sudah menyukai Effendy? Kenapa jadi begini?“Apa yang kau pikirkan?” tanya Effendy dengan heran. “Eh, tidak.” Jawab Ele sembari masuk ke dalam mobil. Kendaraan itu pun melaju di atas jalan utama.Theo nampaknya menahan diri untuk tidak bertanya banyak hal, dan memfokuskan dirinya sebagai driver saat ini. Beberapa saat kemudian ken
“Apa yang hendak kau lakukan?”Eleanor berdiri dengan mata melotot, menyaksikan suaminya menatapnya kesal. Dia pasti terlihat sangat menjengkelkan dengan pose hendak menimpuk maling di depan suaminya sendiri. Gadis itu menurunkan kemoceng di tangannya dengan cepat. Wajahnya perlahan berubah lebih lunak. Dia bahkan mencoba tersenyum. “Aku kira tadi...”“Maling? Tenang, hanya aku yang memegang akses masuk kalau kau itu yang kau cemaskan.” Ujar Effendy setengah menggerutu. Dia mengenakan pakaian tebal dan syal yang melilit leher, membuat Ele bisa membayangkan betapa dinginnya udara di luar. Mendadak, perutnya terasa perih kembali. Rasa lapar rupanya belum hengkang dari lambungnya. Saat dia melirik, Effendy tidak membawa apapun. Laki-laki itu terlihat begitu santai, melepas pakaian tebalnya dan kemudian melangkah masuk ke dalam kamar. Ele, hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Effendy mungkin lupa pada janji kalau dia akan tidur di sofa. Laki-laki itu menghempaskan diri ke tempat tidur dan
Tiga hari berlalu, Eleanor yang menyibukkan diri merawat Kaisar memilih untuk tidak menaruh harapan besar. Dia hanya ingin melihat, sejauh apakah usaha Effendy mematahkan dugaan perselingkuhan yang dia saksikan.Menepati janjinya, pagi itu Effendy kembali datang ke kediaman Winata.Namun kali itu, dia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan Indo-Prancis yang Ele kenali sebagai Irliana. Perempuan yang berciuman dengan suaminya.Gemma membawa Kaisar bermain -main ke taman, Gemmi turut nimbrung bersama kakaknya ke sana.Di ruang tamu, Eleanor duduk bersama Ayahnya. Sedang Anita memilih untuk tidak turut campur. Dia tidak menampakan dirinya di ruang tamu.Sultan mempersilakan Effendy dan Irliana duduk. Memindai sosok Irliana sejenak, lalu laki laki itu bicara. "Saya mendengar, putri saya meminta Anda memberikan bukti kalau Anda memang tidak berselingkuh."Effendy mengangguk, "Ini Irliana, perempuan yang merupakan sahabat masa kecil saya, juga yang disalahpahami sebagai selingkuhan sa
Effendy tahu bahwa Sultan Winata adalah salah satu orang terpandang yang cukup famous di negeri ini. Yang membuat dia terkejut, adalah kenyataan yang dia terima bahwa Eleanor adalah putri Sultan Winata bersama dengan Dewi Bimantara. Kedua orangtua dari istrinya ternyata masih hidup.Sekembalinya ke kediaman, Effendy di kabarkan oleh salah satu maid bahwa ada sebuah paket untuknya. Ketika dia membuka, itu adalah surat perceraian, yang menunggu tanda tangannya.Secepat itu?Effendy meremas kertas itu dan membuangnya ke sembarang arah. Dia tidak akan Sudi menandatangi surat perceraian itu. Chislon merasa hatinya menjadi dingin dan sakit, dia merasa Eleanor tengah membalasnya. Dulu, dia yang melayangkan surat cerai pada istrinya.Effendy tak ingin menunggu waktu yang lama, dengan mengendarai mobilnya, Chislon menuju kediaman Sultan Winata. Dia tidak merasa kesulitan karna alamat itu begitu gampang dia peroleh dari Mahesa.Kediaman Sultan Winata masuk dalam kawasan elit. Ketika ia turun da
Berita tentang Adallard Quentin yang melakukan kekerasan pada istrinya langsung menjadi konsumsi publik, perihal semua perlakuannya yang terekam di siarkan langsung ke sosial media.Kepolisian Indonesia akhirnya menyerahkan kasus itu pada Polisi Prancis. Berbeda dengan sebelumnya, polisi Prancis tidak bisa berbuat banyak atau menutup mata karna tekanan publik.Irliana kembali ke Prancis untuk menghadiri sidang putusan dan juga untuk pengajuan perceraian terhadap suaminya. Dia berjanji pada Effendy akan kembali ke Indonesia setelah urusannya selesai. Dia berharap, Effendy juga bisa segera menemukan keberadaan Eleanor. Wanita itu tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan maaf berulangkali.Effendy melepasnya di bandara, hanya mengangguk atas semua ucapan ucapan Irliana."Kabari aku jika sudah menemukan istrimu, aku akan kembali ke Indonesia untuk membantu menjelaskan semuanya... Aku juga ingin meminta maaf secara langsung padanya..." Itu adalah ucapan terakhir Irliana sebelum beran
Harapan Effendy meredup, sampai keesokan hari, istri dan anaknya tidak pulang ke rumah. Sedang Irliana untuk sementara dia izinkan tinggal di kediaman utama agar bisa langsung memberikan klarifikasi jika Ele kembali sewaktu-waktu.Eleanor bak di telan bumi, ponselnya tidak dapat di hubungi. Effendy sampai menggunakan nomor baru untuk menghubungi, namun tetap tidak bisa. Itu menandakan kalau Ele mungkin sudah berganti nomor saat itu juga.Ketika Chislon memutuskan untuk datang ke panti asuhan ke esokan harinya, dia tidak menemukan Eleanor di sana, bahkan menurut sang bunda, Ele tidak datang ke sana sama sekali.Rasa bersalah, marah, cemas dan khawatir membuat Chislon merasa tidak tenang. Dia berdiri di balkonnya, mengerahkan orang-orangnya untuk mencari keberadaan sang istri."Aku benar-benar minta maaf, Chislon." Irliana menghampiri Chislon yang berdiri di balkon lantai dua. Laki laki itu baru saja mengecek laporan dari orang-orangnya yang masih nihil."Sekalipun kamu meminta maaf rib
Ketika Effendy tiba di rumah yang di tempati Irliana, dia melihat sosok Adallard yang berdiri bersandar di sisi mobil miliknya. Laki laki dengan cambang halus yang menghiasi dagunya itu tersenyum miring ketika berhadapan dengan sosok Effendy.Keduanya berhadapan -hadapan dengan tinggi tubuh yang tampak setara. "Effendy Chislon Abimanyu," eja Adallard menilai laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Dia membuka mulutnya dan berbicara dalam bahasa Prancis, dengan suara rendah dan manipulatif. "Aku sudah tahu, kamu, memang Chislon yang itu. Sahabat masa kecil istriku...." "Irliana tidak suka dengan kehadiranmu." Tandas Chislon dalam bahasa Prancis."Siapa yang perduli," Adallard mengangkat bahu dan tertawa pendek. "Seberapa kuatpun kamu berusaha melindunginya, apakah kamu pikir hukum akan melindungi seorang laki laki yang menyembunyikan seorang wanita dari suaminya?""Kamu tidak pantas menjadi suaminya." Effendy tersenyum sinis, menghunus lawan bicaranya dengan pandangan tajam l
Effendy terbangun pagi itu, menyadari dia tertidur semalaman sembari memeluk istrinya. Eleanor masih lelap, wanita itu sepertinya tidak sadar membalas pelukan suaminya. Laki-laki itu sudah bermaksud membereskan permasalahan mereka hari ini. Dia tidak bisa membiarkan Ele dalam persepsi salah tentangnya lebih lama.Dia mengusap rambut Eleanor, mencium dahinya. Saat itu, Ele terbangun. Sang istri tampak terkejut menyadari posisi mereka dan langsung melepaskan diri, menjauh lalu perlahan bangun dari tempat tidur.Sebelum Effendy bicara apapun, Ele telah bergerak masuk ke dalam kamar mandi.Effendy hanya bisa menghela napas kasar. Dia pelan bangkit, bermaksud mengecek bayinya lebih dulu. Nyatanya Kaisar belum bangun. Ketika dia kembali ke kamarnya, Eleanor sudah keluar dari kamar mandi.Merasa Ele masih belum bisa di ajak bicara, Effendy akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia berencana tidak akan ke kantor hari ini. Saat Effendy keluar, dia mendapati istrinya tak lagi ada di sana. Selagi ia me
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin