Tolong bagi aku gems, jika kalian suka ceritanya. Tolong komen jika ada kesalahan, ya. People pleser adalah orang yang berusaha menyenangkan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri.
“Lo nggak mau ngomong?” sergah Sky pada Freya.”“Aku sudah katakan yang harus aku katakan, Sky. Tapi kamu selalu menyangkalnya. Kita bisa lakukan tes DNA kalau anaknya sudah lahir nanti,” kata Freya dengan menahan air matanya.Dia tidak ingin terlihat membela Sean, karena tidak ada sedikitpun cinta untuk lelaki itu. Hanya ada rasa kemanusiaan, hanya ada rasa kasihan untuk pria yang sangat baik itu.“Tidak perlu. Aku akan rawat anak itu. Jangan sakiti bayinya , lakukan apa pun yang kalian mau. Tugasku hanya menjaganya sampai anak itu lahir ‘kan?” tukas Sean.“Ya emang kudu lo yang jaga ‘kan? Dia anak lo, setan!”“Sky, cukup! Jaga ucapanmu. Bagaimanapun aku— tetap lebih tua darimu. Kau boleh tidak anggap aku sebagai kakakmu, tapi— tolong ucapkan kata yang sedikit sopan,” papar Sean.“Bullshit,” gumamnya. Pria itu memalingkan wajah tidak ingin menatap sang kakak.“Sky, aku minta maaf untuk kesalahanku. Asal kamu tahu, dia sangat mencintaimu. Dia selalu memujimu, dia selalu menginginkanmu.
"Abang jauh lebih baik dari Kak Sky. Kapan Abang akan menyadari hal itu?" Zia menyentuh punggung tangan Sean. "Kenapa Abang suka sama dia? Kenapa Abang mau sama wanita yang udah punya pacar?" Zia sungguh tidak mampu menahan keingintahuannya. "Abang tidak tahu. Dia datang begitu saja dalam hidup abang. Dulu— Freya adalah wanita humoris, Zie. Dia adalah wanita yang ceria sama sepertimu. Kukira dia akan menjadi penerusmu. Gadis terbaik yang Abang miliki." Zia menggeleng. "Tidak akan ada wanita sebaik Zie. Tidak ada wanita yang bersyukur memiliki Abang. Cuma Zie, tapi— aku pastikan sebentar lagi, Abang akan temukan wanita ke duanya," kata Zia menyemangati. "Ya, kamu benar. Ternyata memang tidak ada yang sebaik little pony abang. Mungkin jodoh abang bukan wanita. Tapi, kematian." Lagi-lagi Zia menggeleng. "Tidak boleh! Abang tidak boleh mati. Abang harus tetap hidup sampai Zie menikah dan beranak pinak! Zie ingin anak-anak Zie kenal sama paman terbaiknya. Zie pengen mereka sepe
Gea mendekati sang kakak dan mencekal tangannya. "Kita pergi dari sini. Abang nggak perlu lakukan apa pun buat mereka! Perempuan seperti itu tidak layak buat Abang!" pekik Gea. Sean yang semula menekuk mukanya sangat dalam seketika kebingungan dan melangkah bersama tarikan Gea. Setelah keluar dari ruangan itu, dokter yang menangani Sky berpapasan dengan mereka. "Sean? Benar?" Sean menoleh dan menatap wajah pria berambut blonde tersebut. "Mas Rayyan?" Pria itu mengangguk. Keduanya berpelukan setelah Sean melepaskan jeratan tangan Gea. Gadis itu mendengus kesal melihat dua pria yang saling berpelukan itu, ia geli dan jijik. "Kamu apa kabar? Aku kira kamu nggak akan datang." Tentu masih ingat Rayyan bukan? Dia adalah anak dari Ivy, sahabat terbaik Divya. "Datanglah, Sky adikku. Bagaimana aku tidak datang. Apakah semuanya baik-baik saja, Mas?" "Baru saja aku mau mengajakmu ngobrol masalah ini. Ayo!" ajak Rayyan. Sean mengangguk dan Gea membuntuti keduanya.
"Cari apa, Bang?" seru Zia saat mendapati sang kakak kebingungan. Mereka, Zia dan Sean sama-sama memiliki perasaan yang lebih peka.“Ponsel Abang,” jawab Sean tanpa menoleh ke arah adiknya. Ia sibuk celingukan merogoh ke dua sakunya secara bergantian. Dia lupa, bahwa pagi tadi, ia langsung pergi begitu saja tanpa memedulikan benda persegi panjang itu.Zia lekas mengulurkan ponsel miliknya. "Pakai punya Zie aja," katanya dengan ceria.Sean menerimanya dan mencari kontak milik Ivy. Matanya melihat deretan pesan yang dikirim Zia pada bibinya itu. Ternyata gadis cantik dengan rambut panjang itu jauh lebih sering bertukar kabar dengan sang bibi."Iya, Sayang," seru Ivy saat menerima panggilannya. Akan tetapi matanya membola saat tahu siapa yang memenuhi layar ponselnya."Sean?!" pekiknya. "Apa kabar, Nak? Kenapa tidak pernah telepon, Ibu? Kamu sehat kan? Kalian di London?" Pertanyaan memberondong itu memenuhi telinga Sean, Zia, dan Gea."Iya, Bu. Maaf untuk itu. Sean— ya, Sean salah—”“Suda
Setelah usai dengan makan siang. Mereka memisahkan diri. Sean berkeliling rumah bibinya. Zia memutuskan untuk membaca buku di ruangan milik anak bungsu Ivy. Sementara Gea, gadis itu melamun di pinggir danau yang ada di belakang rumah Ivy. Cukup jauh sehingga dia terlihat menyendiri.“Melamun, Nak?” seru Ivy yang membuat Gea terperanjat dan lekas menoleh ke asal suara.“Ibu, bikin kaget,” protesnya kecil. Ia kembali mengayun ayunan dari kayu tersebut. Menyandarkan kepalanya pada tali tambang yang masih kokoh menopang penumpang ayunan itu.“Apa yang kamu pikirkan, Nak? Ibu juga Mamamu. Percayalah kamu bisa cerita sama Ibu, Nak.” Ivy duduk di bangku yang tidak jauh dari ayunan sedikit ke kiri tepat di samping pohon besar nun rindang. Tangan tua itu sibuk mengupas apel.“Gea bingung. Gue sadar kalau salah sama Abang. Gue jauhin dia karena gue kesel sama dia. Dia itu harapan Papa, Bu. Harusnya dia yang balapan, dia anak pertama, kudunya dia rela lakukan apa pun untuk adik-adiknya dan Papa s
“Menurut ibu, sebaiknya kamu mundur, Zha. Kamu hanya akan melukai diri sendiri. Sebesar apa pun cintamu kalau ternyata pria itu bahkan tidak melirikmu, untuk apa? Kamu cantik, kamu mandiri, kamu hebat dan juga keren. Kenapa harus mencintai pria yang sama? Dunia ini luas, Sayang,” tutur Ivy.Lagi-lagi Gea tersenyum kecut. Harusnya dia tidak perlu bertanya, karena dia sendiri pun berpikir hal yang sama seperti Ivy, bahwa Sean terlalu baik untuk Freya. Gadis itu bahkan tidak layak mendapatkan secuil perhatian Sean.“Terima kasih, Bu. Jangan bilang sama Zie, ya,” pintanya.Ivy mengangguk sambil menarik kedua sudut bibirnya. Tentu saja dia akan jaga rahasia dusta itu, karena cerita itu hanya manipulasi Gea semata.“Bu— di sini kalian rupanya. Kita harus pulang, Zha. Mas Rayyan bilang persiapannya sudah maksimal. Jadi, kemungkinan besok malam kita akan terbang,” cakap Sean seraya berjalan mendekati dua wanita beda usia itu.“Yakin secepat itu?” Ivy sedikit sedih, mereka belum tuntas melepas
Penerbangan yang memakan waktu cukup menjenuhkan. Sky diantarkan langsung menggunakan pesawat milik rumah sakit tempat dirinya dirawat sebelumnya. Tidak satu menit pun, Freya meninggalkan laki-laki itu. tubuhnya terbaring nyaman di ranjang yang hanya muat untuknya. Matanya terpejam dengan ringan.“Hati-hati,” pinta Freya pada Sean yang membantu petugas menurunkan Sky.Pria itu tersenyum sambil mengangguk. Tentu saja, ia akan berhati-hati. Sky tetaplah adiknya.Kini tubuh itu telah dibaringkan di brankar. Sky kembali digeledek ke ruangan pemeriksaan untuk memastikan bahwa kondisinya tetap stabil selama penerbangan yang baru saja dilewati.Mereka semua harap-harap cemas menantikan kabar berikutnya. Selama perjalanan, Sky diberi obat tidur agar tidak membuatnya semakin banyak bergerak dan menghambat proses pengobatannya. Kendati semua tahu bahwa Sky sempat mengalami koma. Mereka tetap tenaga medis profesional dan tahu yang lebih baik dan dibutuhkan oleh Sky.“Boleh saya ikut masuk, Dok?”
Sampai di rumah, Gea langsung berlarian menaiki tangga dan mendorong pintu kamar kakaknya dengan brutal. Beruntung kaca pintu itu sangat tebal. Ia merangsek masuk dan mencari keberadaan hadiah yang sudah bertahun-tahun tidak dia ketahui. Langkahnya mendekati lemari yang dikatakan oleh sang kakak.“Pasti di sini ‘kan?” gumamnya seraya menggeser pintu lemari kaca itu dan benar saja! Dia bisa melihat box persegi panjang dan besar.“Bang Sean,” lirihnya saat berhasil menarik dan membongkar isinya.Sebuah Skateboard, bertuliskan namanya dan bergambar sepeda dengan nuansa hitam putih. Dulu, Gea masih sangat kecil untuk tahu masalah kegemaran dan warna kesukaan. Tapi— Sean memberikan hal yang tidak diketahui oleh Sky.Sean bisa membaca karakter adik-adiknya. Hingga apa pun yang diminati mereka, dia bisa menyenangkan mereka dengan mudah.[Selamat ulang tahun, Zha Sayang. Kamu akan jadi pembalap sepeda, pemain skateboard terbaik. Abang minta maaf kalau selalu salah sama kamu dan Kakak, ya]Sura