Share

86 : Kesempatan

86

Pekatnya malam sudah merajam senja jingga di ufuk barat. Zeta, hanya mampu duduk menanti sebuah kabar dengan berbangku tangan yang setia menggenggam ponselnya. Wajahnya sudah membengkak karena terlalu banyak menangis. Sejauh ini tidak pernah Sean lupa memberi kabar ataupun membalas pesan yang dia kirimkan.

Akan tetapi, hari ini— sudah sepuluh jam terlewat pesan yang ia kirim tidak juga mendapatkan sinyal dibaca ataupun ingin menjawabnya.

“Mbak, ayo! Kita makan dulu, Runi udah masak kesukaan Mbak, lho,” ajak asisten rumah tangga yang sejak pagi tenaganya sudah terkuras habis karena mengasuh dan juga membereskan rumah sendirian.

Sedangkan Zeta hanya melamun, termenung, menangis, dan terkadang terisak dalam bungkamnya. Suaranya tidak keluar sejak Sean keluar dari rumah mungil bergaya modern naturalis.

Gelengan kepala itu dilihat Runi. Sudah satu jam lamanya dia membujuk majikannya untuk memasukkan barang sebutir nasi ke mulutnya, tetapi terus saja di tolak.

“Mbak istirahat aja, aku mau
Az Zidan

AKu sudah revisi penyakit di bab 85. Kemarin bisa-bisanya aku ketik kelenjar getah bening. padahal diotakku udah tak inget-inget radang selaput otak. maafkan aku, ya. jadi biar nggak ada plot hole sudah aku perbaiki semuanya. Thanks yang masih setia baca.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status