Share

4 : Kenikmatan Semu

Jari-jari Sky mulai menjalari wajah Freya. Meniti pahatan sang agung yang tumbuh dan bernapas di hadapannya sekarang. Mulai dari hidung, mata, dahi, dagu, dan gerakannya terhenti di bibir Freya yang selalu tampak lembab dan basah.

Mata Freya terpejam demi menyelami rasa yang berkejaran di seluruh aliran darahnya. Syarafnya menegang dan tubuhnya bergetar hanya karena sentuhan lembut yang diberikan oleh Sky. Untuk sekian kalinya, Freya terrbuai.

Awal mula dari kehancurannya di masa depan. Permulaan dosa yang banyak digandrungi para pasangan di luar sana. Dosa yang terbungkus dengan kenikmatan dunia semu.

“Kau tidak akan menolakku bukan?” lirih Sky dengan suara yang hampir tidak terdengar.

“Apa yang kamu harap, Sky?” Freya membalas tatapan mata Sky yang tersirat akan rasa penasaran. Andai dia lebih berani, bukan pertanyaan itu yang terlontar. Melainkan ‘Justru aku yang begitu mengharapkanmu’ tetapi, nyali Freya tidak sebesar itu. setidaknya harus menjaga image.

“Kau— tidak ada yang lebih membuatku ragu kecuali kau, Babe,” rintihnya.

Sekarang, telapak tangan besar itu berada di tengkuk Freya. Ujung ibu jarinya masih mampu menyentuh bibir Freya dan mengelusnya seakan meminta izin untuk kembali meraupnya.

“Aku pun—” ucap Freya terhenti. Ia merasa harganya begitu murah.

Nyatanya, memang tidak pernah ada yang menjual mahal pada Sky. Bahkan dimiliki oleh pria itu secara cuma-cuma pun tidak akan ada ruginya. Wanita di luar sana juga akan melakukannya jika, pria itu sehebat dan seterkenal, Sky.

Tanpa menunggu lebih lama, keduanya kembali beradu mulut, bukan pertengkaran, melainkan peraduan yang manis. Saling bertukar saliva. Saling menyalurkan rasa penasaran yang menyerang secara bersamaan. Mengikis jarang yang hanya sejengkal demi mempererat dekapan.

Leguhan Freya terus lolos dengan mudah dari mulutnya. Jemari kurusnya menjerat rambut Sky yang mulai memanjang. Mengalirkan dan membagi apa yang diresahkan oleh Freya pada kekasihnya.

“Kau sungguh tidak akan menghentikanku?” ulang Sky. Ia hanya tidak ingin berhenti di tengah jalan setelah gairahnya memberontak dalam dirinya.

“Kau belum mencobanya, Sky,” balas Freya dengan suara parau.

Secara brutal, Sky kembali melumat bibir Freya dan kedua tangannya menanggalkan satu persatu pakaian yang dia kenakan. Kemudian milik Freya. Napas mereka memburu, seolah tengah marathon di siang bolong.

Sampai pada apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Hal yang seharusnya tidak terjadi dan menghancurkan kehidupan serta mimpi, Freya.

“Aku belum memasangnya, Babe,” tutur Sky terenggah. Ia belum menggunakan pengamannya. Namun, ia tidak kuasa menunggu walau hanya sekadar merobek bungkus dari alat kontrasepsi tersebut.

Freya justru menggeleng dan menatap penuh harap pada pria itu. Memuja, mendamba, dan sangat mengharapkan kehadirannya. Ia juga tidak kuasa menunggu barang satu menit lagi. Ada sesuatu dalam dirinya yang menyingkirkan akal sehatnya, ya— nafsu.

“You can do it,” bisik Freya. Ia mendekatkan wajah Sky agar bisa menjangkau bibir pria itu. Menggigit bibir bawah Sky dengan mata terpejam erat.

Sky mendorong dirinya dan— semua akan berubah setelah kejadian itu. Mereka hilang arah, melakukan dosa termanis yang sebelumnya hanya menjadi anggan dan bayangan. Adegan demi adegan yang dulu hanya bisa dinikmati dari film semi erotik kini mereka peragakan. Mereka rasakan dan akan terus mereka ulang demi kepuasan.

Desahan panjang keluar dari mulut Sky, bahkan dia tidak sempat melepaskan diri dari kenikmatan yang tercipta. Mereka telah berbuat sangat jauh. Bahkan Freya tidak terlihat ketakutan. Keduanya menikmati penyatuan yang belum seharusnya.

**

“Kamu baik-baik saja, Freya?”  Tepukan disertai suara dari balik bahu Freya seketika membawa kesadarannya kembali. Entah sudah berapa lama gadis itu duduk melamun di sana dan hujan masih setia mengguyur kota ini. Seakan semesta ikut menangis dan menyayangkan nasib malang Freya.

Perempuan itu membawa pandangan pada sosok yang basah kuyup di sisinya. Ia memang memakai payung tetapi, itu tidak berhasil menghalau tetesan air yang berjumlah ribuan kubik.

“Sean?” Mata Freya berkaca-kaca dia tidak percaya melihat pria itu sekarang.

“Ini khayalanku saja ‘kan?” gumamnya. Ia memejamkan matanya untuk mengusir pandangan mata yang sempat kabur. Dia kira, melihat Sean sekarang hanyalah delusi karena kesedihan yang menyerangnya. Karena rasa putus asa yang menjerat dirinya. Serta penyesalan yang menggulung kesadarannya.

“Tidak, ini benar aku. Aku sudah kembali.” Sean membelai lembut pipi Freya. Pria itu terkejut meraskab panasnya tubuh wanita itu. Dia demam. Mungkin karena, terlalu lama berada di luar ruangan.

“Kita masuk dulu, Freya. Kamu demam,” ajaknya. Hendak menarik pergelangan tangan Freya, tetapi ditolak oleh wanita itu.

“Tidak! Jauh-jauh dariku. Berhenti memberiku perhatian, Sean. Kita tidak akan bersama. Lupakan impianmu, lupakan aku, lupakan kita pernah bersama.” Freya menepis tangan Sean dengan kasar kemudian dia nekat berlari menembus hujan. Membiarkan tubuhnya basah oleh tangisan alam. Ia terus berlari menjauh dari Sean.

Akan tetapi, pria itu tidak berdiam diri semata. Ia mengejar Freya. “Tunggu, Freya. Tidak masalah jika kau membenciku. Setidaknya pikirkan bayimu.”

“Berhenti ikut campur urusan bayiku, Sean! Kamu bukan siapa-siapa baginya, jangan berbuat lebih jauh!” bentak, Freya. Ia masih saja keras kepala.

“Tidak bisa, Freya. Kamu boleh saja mengacuhkan aku, tapi kamu tidak berhak menjauhkanku darinya. Dia keponakanku. Jika, Sky tidak mau bertanggung jawab, aku siap menjadi ayahnya.”

“Hentikan! Kau sungguh tuli, Sean?! Aku katakan ratusan kali, jangan pernah bermimpi untuk menikahiku! Aku lebih baik menjadi wanita hina dengan hamil tanpa suami ketimbang harus menikah denganmu!” Kembali, ia menjauh dari pria itu.

Namun, tak gentar juga Sean memaksa gadis kepala batu itu. “Aku tidak akan menyerah, Freya. Aku akan berjuang untukmu. Untuk anakmu dan buah hatimu,” tutur Sean dengan sungguh-sungguh.

Freya menangis. Air matanya tersapu oleh hujan seketika. Wajahnya parau. Ia menatap muka Sean dengan saksama kemudian memeluk tubuh jangkung di hadapannya. Dia merasa tidak pantas untuk laki-laki itu. Namun, sampai detik ini juga, Freya tidak mampu berdiri sendiri.

“Apa salahku? Kenapa Sky tidak mau menikahiku, Sean? Apakah aku wanita yang buruk?”

“Bukan. Kamu bukan wanita buruk, Freya. Dia mencintaimu. Dia menyukaimu. Kamu tahu betul alasannya. Sky memiliki impian yang sejak dulu ingin dia raih. Impian ayah kita.”

“Tapi, Ayahmu dan ayahnya sudah tiada ‘kan? Kenapa dia harus melanjutkan apa yang tidak seharusnya dia lakukan, Sean?”

Pria itu mendekap kian erat tubuh Freya yang menggigil. Membiarkan hujan membalut tubuh mereka, Sean sudah kehilangan payung biru miliknya sejak mengejar gadis itu.

“Kemarilah.” Sean membawa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Menyalakan penghangat di bangku kemudi dan satu bangku di sebelahnya.

Sean juga meraih jas yang ada di bangku belakang. Ia tutup kedua bahu Freya agar lebih hangat. Bibir gadis itu pucat, badannya menggigil. Sean menggenggam tangan kurus Freya dengan sesekali meniupnya.

“Jangan pikirkan hal lain kecuali kesehatanmu dan janinnya, ya. Bolehkah aku minta kau untuk bedrest, Freya?”

“Aku—"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status