“Wuhu, yuhu, asyik, loh, loh Astagfirullah Hal Adzim, Allahuakbar!” Agung bagaikan seorang fristailer motor yang sangat handal menuruni bukit setelah diserempet mobil jib Roni. Bukanya celaka malah ia begitu menikmati berkendara menuruni tebing. Ajaibnya Agung malah menemukan jalan setapak kecil. Tempat para petani melewati tebing untuk mengangkut hasil kebun mereka yang rata-rata menggunakan sistem tera sering. “Lihatlah itu di bawah tebing, apa yang di lakukan Agung. Kenapa pemuda culun boneka Raja itu malah menikmati perjalanannya menuruni tebing?” Doni tampak uring-uringan saat melihat Agung masih selamat malah begitu bersemangat melintasi jalanan setapak. “Sudah jangan pedulikan Agung yang sedang gila di bawah sana. Mari kita fokus pada Bunga dan lihatlah tubuh gadis ini. Sayang sekali kalau tubuh seindah ini haris diserahkan pada anak Pak Camat yang sombong itu.” Roni terus melajukan mobil Jibnya dan sempat bergantian mengemudikan Jib. Layaknya film Bok Office luar negeri d
Brak, Kepala Rudi tengah dibenturkan pada sebatang pohon besar oleh Doni. Mengucurlah darah dari keningnya dan jatuhlah dia di bawah pohon. “Teknik-teknik silatmu masih mentah bocah kemarin sore. Jurus-jurus seperti inikah yang kau gunakan untuk menjadi juara MMA. Menyedihkan sekali generasi petarung ring tahun ini, juih.” Doni tersenyum kecut sambil meludahkan ludah bercampur darah ke wajah Rudi. Rudi masih bisa tersenyum walau bisa jadi tengkorak kepalanya retak. “Apa pun yang akan aku alami, apa saja taruhannya bahkan nyawa sekali pun. Demi cintaku pada Bunga calon istriku yang kalian bawa lari dengan mobil jib itu. Akan tetap aku ambil bagaimana pun cara dan risikonya. Walau kematian akan menjemputku, kau tak mengerti dari arti sebuah kata cinta rupanya.” Rudi terduduk lemas terengah-engah penuh luka dan darah di wajahnya. Tapi Rudi masih bisa berdiri kembali dan terus meladeni kehebatan jurus-jurus Doni. “Kau sebut cinta, kau bilang arti cinta sebenarnya. Bahkan di dunia in
“He, memang siapa yang memanggil Pak Polisi” Raja menoleh ke arah Doni kembali yang tengah diapit oleh dua orang polisi sekaligus. Tampak Doni tengah diborgol kedua tangannya. “Mas Raja juga harus tahu kalau di kecamatan Warang ini adalah daerahku. Aku dan Ayahku cukup disegani dan berpengaruh di kecamatan ini.” Rudi meringis sambil di papah oleh Raja saat turun dari mobil di pelataran rumah Rudi. Mobil kepolisian juga sudah sampai di sana. Satu mobil patroli khusus untuk memberantas kejahatan dengan Roni dan Doni duduk di atasnya sambil diborgol. Kepalanya ditutupi karung dan kakinya diikat. “Lama sekali kau Raja, apa usia mempengaruhi kecepatanmu bertarung? Hahaha.” Gelak tawa Agung yang sudah duduk santai menyeruput kopi dan menghisap asap tembakau racikan. Membuat Raja tersenyum senang akan bertemunya kembali dengan sahabatnya tersebut. “Asem kau Agung makin jos saja dirimu. Cepat sekali kau mengalahkan Roni ya. Padahal dahulu kau mati-matian agar bisa mengimbanginya. Eh se
“Ayo Mas kenapa malah melamun toh? Katanya tadi mengajak Adik cepat berangkat. Malah sekarang Mas yang melamun.” Rindu memegang dagu Raja sambil menengokkan kepala Raja ke kanan dan Ke kiri. Menatapnya heran seakan ingin bertanya tentang lamunan Raja pagi ini. “Mas, memangnya sedang melamunkan apa sih penasaran. Hayo melamun wanita lain ya, ah jangan-jangan melamunkan mantan kamu ya!” Rindu tampak menekuk wajahnya agak cemberut. Sambil melipat kedua tangannya di dada dan memanyunkan bibirnya. Membuat Raja semakin gemas dan tertawa geli melihat kelakuan istrinya. “Tidak ada yang aku lamunkan sayang, hanya kamu yang ada di dalam hati Mas sekarang, tidak ada nama wanita lain, bahkan nama mantan sudah aku hapus hanya untukmu. Baiklah mari kita pergi menuju makam Mas Danang.” Dalam hati Raja berkata, ah sudahlah itu sudah berbulan-bulan yang lalu. Cerita Bunga dan tentang kejahatan Doni serta Roni sudah lama berlalu berbulan-bulan yang lalu. “Sudah jangan cemberut begitu dong, tidak
“Akhir-akhir ini kenapa sering turun gerimis ya. Padahal seharusnya bulan ini sudah masuk musim kemarau. Cuaca rupanya sedang tidak menentu kali ini. Oh ya Dek, kamu tadi bawa jaket tidak? Takutnya nanti kamu kedinginan.” Rindu hanya tersenyum saja menatap Raja penuh cinta. Suasana hati Rindu pagi ini teramat senang dan berbunga-bunga. Betapa tidak Raja begitu memperhatikannya. “Dek, malah senyum-senyum sendiri. Tahu-tahu kalau suamimu ini memang ganteng cenderung manis. Tapi jangan dipandangi terus-terusan begitu malu tau.” Raja memegang dagu Rindu sambil melihat bolak-balik seluruh wajah Rindu. Mulai mengecek barangkali masih pucat atau ada kendala apa tentang kesehatannya sambil terus fokus mengemudi. “Apa sih Mas, kenapa juga wajah Adik sampai di cek seperti itu. Memangnya semalam belum puas apa?” cetus Rindu sambil mencubit pipi Raja gemas. “Enggak Cuma mau cek kesehatan kamu. Alhamdulillah tanda-tanda arah ke lebih baik rupanya. Aku jadi tenang akhirnya kamu sembuh benar. A
“Loh Mas itu Doni ditangkap polisi.” Rindu menunjuk ke arah kanan mobil kami yang sedang melaju. Tepatnya di tepi jurang pas kita lewat setelah membeli minuman kemasan botol di warung. “Mana Dek? Salah liat mungkin kamu.” Aku coba mencari keberadaan Doni sesuai arah yang ditunjuk oleh Rindu. Ternyata benar dia Doni tengah diborgol oleh dua polisi lalu lintas. “Halah itu loh sayang sebelah pohon gede itu,” ucap Rindu kembali menunjukkan dimanah Doni di tangkap. Aku coba memelankan laju mobilku. “Oh ia dia Doni, oh aku tahu Dek sekarang. Berarti benar tadi Doni mengira mobil tetangga kita itu milik kita. Berarti dia salah sasaran Dek dan yang meletus tadi. Bisa jadi mobil tetangga kita yang jatuh ke jurang.” Aku lalu berasumsi akan salah sasaran dari target Doni. Pada akhirnya dia ditangkap kembali oleh kesatuan polisi lalu lintas. “Biarlah agar peristiwa kali ini menjadi satu pelajaran bagi Doni. Semoga dia sadar dan kembali ke jalan yang lurus. Lalu dia tak lagi mengganggu kehi
“Loh Mbak Bunga kenapa?”Rindu melihat Bunga yang tengah duduk di kursi roda jua. Tapi berbeda dengan Rindu yang duduk di kursi roda. Karena untuk mengistirahatkan kakinya. Agar lekas sembuh tak banyak bergerak. Sebab bila bergerak terlalu aktif tentu pulihnya akan lama. Sedangkan Bunga duduk di kursi roda. Sebab memang kedua kakinya tidak ada. Karena kesalahan Rudi beberapa bulan yang lalu. Setelah peristiwa diselamatkannya mereka oleh Raja dan Agung.Bunga mengalami kecelakaan hebat saat berkendara. Sebetulnya bukan murni kesalahan Rudi. Karena waktu itu Rudi sudah mengingatkannya. Agar tetap di rumah tak pergi dari rumah selama Rudi bertugas ke luar kecamatan. Rudi seakan mendapat penglihatan yang aneh sebelum kejadian. Akhirnya motor yang di naiki Bunga masuk ke galam kolong truk yang melintas berlawanan arah dengannya. Beruntung nyawa Bunga masih dapat tertolong. “Mbak Rindu tidak apa-apa kok saya. Mungkin ini memang sudah takdir saya seperti ini. Selamat ya Mbak atas kesemb
“Ayah aku takut!” Rindu agaknya trauma tentang beberapa bulan silam. Saat tragedi depan kamar Bu Juariah terjadi. Saat Doni hampir saja mengambil mahkota gadisnya. “Tenang Bunda kamar Ibu sudah direnovasi. Ruangan yang waktu itu sudah ditiadakan di ganti menjadi sebuah ruangan perpustakaan milik Ayah. Buku-buku tulisanku dahulu juga ada di sana.” Raja mengusap pelan kepala di atas hijab yang merah muda yang Rindu kenakan. Mengelus pundaknya perlahan agar Rindu tetap tenang. “Asallamualaikum semuanya, lihatlah Ayah, Ibu Tuan Putri kita telah kembali. Eh ada Dek Santi ya kapan pulang.” Raja memberi salam lalu mengarahkan kursi roda ke arah keluarganya yang sedang duduk-duduk santai di ruang tengah. Raja juga menyapa Santi yang tengah asyik bermain ponselnya. “Mas siapa Santi itu?” ucap Rindu berbisik pelan menatap Raja sambil mendongak kepala. “Santi itu adik sepupu aku yang sedari kecil sering di sini. Bahkan sudah dianggap sebagai putri Ayahku sendiri. Tenang masalah Santi bisa
Raja membuka matanya perlahan dan keseluruhan badannya telah basah kuyup. Bahkan ia kembali dan kembali diguyur air satu ember. Satu ember air comberan yang berbau menyengat tak sedap. Bagai bau kotoran manusia yang sangat menyengat. Byur, “Bangun kau Raja sang legenda MMA kota Bangzo. Bangun jagoan yang selalu dapat mengalahkan lawan-lawanya dari alam nyata maupun alam gaib. Lihatlah sekelilingmu sekarang Raja dan perhatikan kau ada dimanah sekarang?” Oceh Nona Ana yang tengah berdiri bertolak pinggang. Sambil membawa satu ember berukuran tanggung bekas terisi penuh air comberan yang ia guyurkan pada Raja. Raja menatap sekitar ia berada dan kali ini Raja benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Sebab kedua tangannya terikat oleh pasung dan juga lehernya. Kedua kakinya terikat rantai besi dengan bandul bola besi besar di ujungnya. Raja melihat istrinya Rindu tak memakai apa pun di tubuhnya dirantai di kedua kaki dan tangannya dengan cara direntangkan. Matanya ditutup dan mulutnya dis
Langkah kaki Raja menapak kembali rumah kosong di belakang pos hansip. Tangannya meraih pintu pagar depan yang sudah hampir hancur. Membukanya dengan cepat dan mulai berjalan ke arah pintu depan rumah tersebut. “Sudah aku bilang padamu untuk berhenti Joni. Tetapi kau tetap saja tak mengindahkan perkataanku. Kalau demikian percuma aku menganggapmu saudara selama ini,” gerutu Raja yang mulai basah di beberapa bagian pakaian yang ia kenakan. Sebab kali ini tengah malam turunlah air mata langit. Berupa titik-titik gerimis dengan intensitas agak kerap. Ceklek, Gagang pintu depan rumah kosong belakang pos hansip. Segera terbuka oleh Raja hanya gelap menyeruak dari dalam rumah kosong. Tidak ada cahaya sama sekali yang bisa untuk menerangi mata. Agar seseorang bisa melihat apa yang ada di dalam rumah. Hanya sebatas satu penglihatan satu sentimeter saja. Tetapi ada satu cahaya lilin di tengah-tengah ruang tamu yang menyala. Ada satu tikar kecil yang digelar di belakang lilin. Ada satu soso
“Hai Joni temanku welcome selamat datang di Istanaku yang bisa dibilang ini hasil warisan Ayahku. Kau tahulah teman bahkan kau adalah salah satu teliksandi atau kaki tangan Ayahku dulu yang tak terlihat. Maaf aku tak bisa datang saat kematian Nenek Lembayung. Saya ikut mengucapkan bela sungkawa,” ucap Nyonya Lintang menyambut kedatangan Joni di taman sisi depan halaman rumahnya.Ternyata Joni selama ini merahasiakan hal sebesar ini dari Raja. Bahkan Raja tak mengetahui bila saudara sesusunnya Joni dari desa Lembayung yang kapan hari ia kunjungi. Ternyata ada hubungan erat dengan Nyonya Lintang. Bahkan Nyonya Lintang menyambut kedatangan Joni bagai kawan lama. Raja juga tidak mengetahui jikalau yang membunuh Nenek Lembayung bukan para dukun desa. Tetapi Joni dan istrinya sendiri agar seluruh aset rumah, sawah dan pekarangan Nenek Lembayung yang lebarnya hampir mencakup setengah desa menjadi milik Joni sendiri. Tanpa harus dibagi pada Raja yang hanya anak sesusuan saja. “Nona Lintang
Pagi itu Raja menemukan dua kantong belanjaan yang berserakan di depan pagar rumah terbengkalai samping pos satpam. Raja juga menemukan sobekan daster dua lengan dengan Rendra bunga-bunga. Dia tahu benar kalau itu adalah sobekan dari dua lengan daster Rindu. Sebab ia yang membelikan daster yang kini dikenakan Rindu. Tanpa pikir panjang Raja langsung melompati pagar depan rumah kosong. Pos hansip atau pos satpam di sampingnya juga belum jua ada penjaganya. Padahal hari sudah melewati pukul setengah enam lebih lima menit. Raja terus masuk ke area halaman rumah kosong yang kebetulan. Halamannya hanya sedikit selebar satu setengah meter. Kali ini Raja menemukan sandal jepit milik Rindu yang tersangkut di pot bunga dan yang satunya terlempar di sebelah kiri rumah kosong. Akhirnya Raja menemukan daster utuh milik Rindu. Tergeletak di lantai ubin warna merah di teras rumah kosong tersebut. Wajah Raja semakin memerah marah bercampur geram. “Kalau seperti ini kejadiannya dan ini sudah tida
“Nak pulanglah sekarang Bapak ini sudah lama mengenal tabiat anak itu. Nyonya Lintang itu tentu tak akan tinggal diam dengan apa yang kamu lakukan dua hari ini. Anggrek Hitam berbeda sistemnya dengan mafia orang tuanya dahulu. Bila orang tuanya dahulu lebih senang mengumpulkan satu titik kekuatannya. Pada satu tempat saja tak menyebarkannya di beberapa titik atau mereka sebut pos bagian. Sekarang mereka tersebar di seluruh kota. Termasuk di pos hansip tempat Pak RT yang kamu ajak kemarin. Belakang pos hansip itu ada rumah kosong di sana mereka juga ada,” tutur Pak Bandot mengingatkan Raja. “Yah saya sudah menduganya akan hal itu Pak Bandot. Baiklah saya pamit pulang terlebih dahulu. Semoga Bapak tetap sehat selalu dan lain kali kita dapat berjumpa lagi, Asallamualaikum,” ucap Raja mengucapkan salam lalu beranjak pergi dari Warkop Pak Bandot. Sementara itu di tempat yang dikatakan Pak Bandot. Belakang pos hansip tak jauh dari rumah Pak RT. Ternyata adalah sebuah rumah terbengkalai da
Pagi berikutnya, Brak, dar, pyar, Tiga algojo penunggu teras rumah mewah Nyonya Lintang terlempar ke arah jendela kaca pas di samping pintu masuk rumah. Bahkan tiga algojo yang dahulu menyeret-nyeret Rajo lalu membunuhnya. Tak mampu mengalahkan Raja yang hanya menggunakan tangan kosong. Raja sempat duduk di kursi ukir klasik khas orang kaya yang berada di sisi kiri teras. Sedangkan tiga algojo sudah tidak bergerak dengan kaca berserakan di sekitar mereka. Raja masih bergaya bak tamu yang datang berkunjung. Menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asap ke udara dari bibirnya. “Lumayan juga dua hari saat pagi seperti ini berolah raga. Sudah lama otot-ototku kaku tak bergerak. Dua hari ini cukup membuat keringat. Hitung-hitung biar badan segar-bugar dan sehat kembali,” ucap Raja memandang ke arah taman. “Woi kalian berlima apa tidak ingin sedikit membuat keringat. Kemarilah kita berolah raga sejenak diam-diam saja. Buatkan aku kopi mendingan tamu ini,” teriak Raja memanggil lima aj
Raja berjalan pelan dan tetap santai menuju gerbang besar warna merah dua sisi. Masih ada ukiran mawar hitam di setiap sisinya persis seperti setahun yang lalu. Ada juga ukiran naga dan tengkorak sebagai ornamen tambahan. Raja sempat menyulut sebatang rokok dari saku kemeja yang ia pakai dan kemeja itu milik Rajo. Persis seperti yang digunakan Rajo setahun yang lalu. Sebelum akhirnya langkah Raja dihentikan oleh beberapa penjaga di gerbang merah. “Woi mau ke mana kau anak muda. Apa kau tidak salah jalan menuju ke mari?” ucap salah satu penjaga gerbang merah. “Maaf Pak saya mau tanya, apakah benar ini kediaman Nyonya Lintang. Saya hendak menemuinya dan hendak menyampaikan sesuatu kepadanya?” jawab Raja masih bersopan-santun dan berlemah-lembut dalam tutur katanya. Namun penjaga gerbang merah di depannya menatap Raja agak mencincingkan mata. Seakan ia pernah melihat Raja sebelumnya. Bahkan mereka agak berbisik-bisik satu sama lain. “Bukankah dia yang datang ke mari setahun yang lal
“Apa benar kau akan melakukannya Ayah. Kenapa Bunda jadi khawatir ya Ayah. Apa tidak bisa dengan cara lain?” Rindu tampak kembali murung dengan niat Raja untuk melihat kediaman mafia Anggrek Hitam. Rindu takut akan terjadi tragedi yang sudah-sudah. Walau mereka selalu selamat dan selalu beruntung. Tapi perasaan wanita sungguh sangat lembut dan gampang sekali. Takut akan terjadinya sesuatu yang tak diinginkan. Sebab perasaan wanita sangat perasa jua. Pagi ini Rindu dengan kandungannya yang sudah membesar dan hampir melahirkan. Berdiri di teras bersama Bu RT melihat Raja berdandan ala Rajo anak dari Pak RT yang sudah meninggal. Bu RT terlihat terus menatap Raja dengan tatapan kerinduan pada almarhum anaknya. “Nak Raja kau sungguh mirip dengan almarhum anak kami Rajo. Baju itu dan celana itu pakaian terakhir yang dipakai Rajo. Saat malam itu ia berpamitan pergi untuk mengambil kembali calon menantu kami. Sayangnya Nak Raja bukan Rajo kalian dua orang berbeda. Anak kami Rajo yang selal
Brak, brak, Rajo tampak berdarah-darah terus dipukuli dua algojo dari Nyonya Lintang. Rajo sudah tak berdaya lagi dan sudah pasrah akan keadaannya. Memang Rajo mampu melewati penjaga gerbang merah. Mampu melewati lima bodyguard di taman. Tetapi melawan dua algojo di depan pintu masuk rumah mewah milik Nyonya Lintang. Rajo sudahlah habis tenaga dan tak mampu lagi melawan dua algojo yang berbadan kekar-kekar tersebut. Sehingga kini Rajo malah diseret ke arah ruangan dimanah calon istrinya tengah dieksekusi para lelaki hidung belang. “Kami akan membawamu menyaksikan calon istrimu menikmati kehangatan yang belum pernah ia rasakan. Kamu harus tahu kegadisannya sudah jebol sejak sore tadi. Istrimu sudah tak lagi gadis dan sekarang sedang dinikmati tiga orang lelaki tua secara bersamaan. Mari saya antar melihatnya agar kau tahu bagaimana rasanya kalau melawan Nyonya Lintang?” ucap satu Algojo sambil menjambak rambut Rajo yang memang agak panjang. Tubuhnya terus diseret walau berdarah-dar