Pagi ini Rudi tengah asyik sarapan pagi di depan kantor kecamatan. Dia selalu datang setiap hari sebagai staf di kantor kecamatan dimanah Ayahnya menjabat sebagai Camat. Rudi tak menyadari jikalau ia tengah diintai seseorang yang duduk di belakangnya tak begitu jauh. Seorang lelaki memakai topi agak diturunkan moncongnya ke depan. Tak berapa lama lelaki itu menghampiri Rudi. Bahkan Rudi tak menyadari bila ponselnya sudah berpindah tangan dengan cepat. Lalu lelaki itu segera beranjak pergi dari Cafe dimanah Rudi sarapan. “Loh ponselku, ponselku dimanah, astaga!” Rudi kebingungan mencari ponselnya yang telah raib.“Apa ini, siapa yang menulisnya!” Rudi menemukan secarik kertas yang tib-tiba ada di atas piring makanan yang masih belum selesai ia makan. “Ponsel yang aku ambil hanya sebuah peringatan. Kalau kau melanjutkan pertunanganmu dengan Bunga. Nanti akan ada satu hari nyawamu yang aku ambil. Ingat namaku ini dengan jelas kawan, aku Raja!” Begitulah tulisan yang ada pada secarik
“Wuhu, yuhu, asyik, loh, loh Astagfirullah Hal Adzim, Allahuakbar!” Agung bagaikan seorang fristailer motor yang sangat handal menuruni bukit setelah diserempet mobil jib Roni. Bukanya celaka malah ia begitu menikmati berkendara menuruni tebing. Ajaibnya Agung malah menemukan jalan setapak kecil. Tempat para petani melewati tebing untuk mengangkut hasil kebun mereka yang rata-rata menggunakan sistem tera sering. “Lihatlah itu di bawah tebing, apa yang di lakukan Agung. Kenapa pemuda culun boneka Raja itu malah menikmati perjalanannya menuruni tebing?” Doni tampak uring-uringan saat melihat Agung masih selamat malah begitu bersemangat melintasi jalanan setapak. “Sudah jangan pedulikan Agung yang sedang gila di bawah sana. Mari kita fokus pada Bunga dan lihatlah tubuh gadis ini. Sayang sekali kalau tubuh seindah ini haris diserahkan pada anak Pak Camat yang sombong itu.” Roni terus melajukan mobil Jibnya dan sempat bergantian mengemudikan Jib. Layaknya film Bok Office luar negeri d
Brak, Kepala Rudi tengah dibenturkan pada sebatang pohon besar oleh Doni. Mengucurlah darah dari keningnya dan jatuhlah dia di bawah pohon. “Teknik-teknik silatmu masih mentah bocah kemarin sore. Jurus-jurus seperti inikah yang kau gunakan untuk menjadi juara MMA. Menyedihkan sekali generasi petarung ring tahun ini, juih.” Doni tersenyum kecut sambil meludahkan ludah bercampur darah ke wajah Rudi. Rudi masih bisa tersenyum walau bisa jadi tengkorak kepalanya retak. “Apa pun yang akan aku alami, apa saja taruhannya bahkan nyawa sekali pun. Demi cintaku pada Bunga calon istriku yang kalian bawa lari dengan mobil jib itu. Akan tetap aku ambil bagaimana pun cara dan risikonya. Walau kematian akan menjemputku, kau tak mengerti dari arti sebuah kata cinta rupanya.” Rudi terduduk lemas terengah-engah penuh luka dan darah di wajahnya. Tapi Rudi masih bisa berdiri kembali dan terus meladeni kehebatan jurus-jurus Doni. “Kau sebut cinta, kau bilang arti cinta sebenarnya. Bahkan di dunia in
“He, memang siapa yang memanggil Pak Polisi” Raja menoleh ke arah Doni kembali yang tengah diapit oleh dua orang polisi sekaligus. Tampak Doni tengah diborgol kedua tangannya. “Mas Raja juga harus tahu kalau di kecamatan Warang ini adalah daerahku. Aku dan Ayahku cukup disegani dan berpengaruh di kecamatan ini.” Rudi meringis sambil di papah oleh Raja saat turun dari mobil di pelataran rumah Rudi. Mobil kepolisian juga sudah sampai di sana. Satu mobil patroli khusus untuk memberantas kejahatan dengan Roni dan Doni duduk di atasnya sambil diborgol. Kepalanya ditutupi karung dan kakinya diikat. “Lama sekali kau Raja, apa usia mempengaruhi kecepatanmu bertarung? Hahaha.” Gelak tawa Agung yang sudah duduk santai menyeruput kopi dan menghisap asap tembakau racikan. Membuat Raja tersenyum senang akan bertemunya kembali dengan sahabatnya tersebut. “Asem kau Agung makin jos saja dirimu. Cepat sekali kau mengalahkan Roni ya. Padahal dahulu kau mati-matian agar bisa mengimbanginya. Eh se
“Ayo Mas kenapa malah melamun toh? Katanya tadi mengajak Adik cepat berangkat. Malah sekarang Mas yang melamun.” Rindu memegang dagu Raja sambil menengokkan kepala Raja ke kanan dan Ke kiri. Menatapnya heran seakan ingin bertanya tentang lamunan Raja pagi ini. “Mas, memangnya sedang melamunkan apa sih penasaran. Hayo melamun wanita lain ya, ah jangan-jangan melamunkan mantan kamu ya!” Rindu tampak menekuk wajahnya agak cemberut. Sambil melipat kedua tangannya di dada dan memanyunkan bibirnya. Membuat Raja semakin gemas dan tertawa geli melihat kelakuan istrinya. “Tidak ada yang aku lamunkan sayang, hanya kamu yang ada di dalam hati Mas sekarang, tidak ada nama wanita lain, bahkan nama mantan sudah aku hapus hanya untukmu. Baiklah mari kita pergi menuju makam Mas Danang.” Dalam hati Raja berkata, ah sudahlah itu sudah berbulan-bulan yang lalu. Cerita Bunga dan tentang kejahatan Doni serta Roni sudah lama berlalu berbulan-bulan yang lalu. “Sudah jangan cemberut begitu dong, tidak
“Akhir-akhir ini kenapa sering turun gerimis ya. Padahal seharusnya bulan ini sudah masuk musim kemarau. Cuaca rupanya sedang tidak menentu kali ini. Oh ya Dek, kamu tadi bawa jaket tidak? Takutnya nanti kamu kedinginan.” Rindu hanya tersenyum saja menatap Raja penuh cinta. Suasana hati Rindu pagi ini teramat senang dan berbunga-bunga. Betapa tidak Raja begitu memperhatikannya. “Dek, malah senyum-senyum sendiri. Tahu-tahu kalau suamimu ini memang ganteng cenderung manis. Tapi jangan dipandangi terus-terusan begitu malu tau.” Raja memegang dagu Rindu sambil melihat bolak-balik seluruh wajah Rindu. Mulai mengecek barangkali masih pucat atau ada kendala apa tentang kesehatannya sambil terus fokus mengemudi. “Apa sih Mas, kenapa juga wajah Adik sampai di cek seperti itu. Memangnya semalam belum puas apa?” cetus Rindu sambil mencubit pipi Raja gemas. “Enggak Cuma mau cek kesehatan kamu. Alhamdulillah tanda-tanda arah ke lebih baik rupanya. Aku jadi tenang akhirnya kamu sembuh benar. A
“Loh Mas itu Doni ditangkap polisi.” Rindu menunjuk ke arah kanan mobil kami yang sedang melaju. Tepatnya di tepi jurang pas kita lewat setelah membeli minuman kemasan botol di warung. “Mana Dek? Salah liat mungkin kamu.” Aku coba mencari keberadaan Doni sesuai arah yang ditunjuk oleh Rindu. Ternyata benar dia Doni tengah diborgol oleh dua polisi lalu lintas. “Halah itu loh sayang sebelah pohon gede itu,” ucap Rindu kembali menunjukkan dimanah Doni di tangkap. Aku coba memelankan laju mobilku. “Oh ia dia Doni, oh aku tahu Dek sekarang. Berarti benar tadi Doni mengira mobil tetangga kita itu milik kita. Berarti dia salah sasaran Dek dan yang meletus tadi. Bisa jadi mobil tetangga kita yang jatuh ke jurang.” Aku lalu berasumsi akan salah sasaran dari target Doni. Pada akhirnya dia ditangkap kembali oleh kesatuan polisi lalu lintas. “Biarlah agar peristiwa kali ini menjadi satu pelajaran bagi Doni. Semoga dia sadar dan kembali ke jalan yang lurus. Lalu dia tak lagi mengganggu kehi
“Loh Mbak Bunga kenapa?”Rindu melihat Bunga yang tengah duduk di kursi roda jua. Tapi berbeda dengan Rindu yang duduk di kursi roda. Karena untuk mengistirahatkan kakinya. Agar lekas sembuh tak banyak bergerak. Sebab bila bergerak terlalu aktif tentu pulihnya akan lama. Sedangkan Bunga duduk di kursi roda. Sebab memang kedua kakinya tidak ada. Karena kesalahan Rudi beberapa bulan yang lalu. Setelah peristiwa diselamatkannya mereka oleh Raja dan Agung.Bunga mengalami kecelakaan hebat saat berkendara. Sebetulnya bukan murni kesalahan Rudi. Karena waktu itu Rudi sudah mengingatkannya. Agar tetap di rumah tak pergi dari rumah selama Rudi bertugas ke luar kecamatan. Rudi seakan mendapat penglihatan yang aneh sebelum kejadian. Akhirnya motor yang di naiki Bunga masuk ke galam kolong truk yang melintas berlawanan arah dengannya. Beruntung nyawa Bunga masih dapat tertolong. “Mbak Rindu tidak apa-apa kok saya. Mungkin ini memang sudah takdir saya seperti ini. Selamat ya Mbak atas kesemb