Keesokan harinya, Cahaya merasa sedikit kaget, karena ia terbangun sudah berada di atas kasur. Lalu ia mendapati ada sebuah tangan kekar yang tengah melingkar di perutnya kini. Sudah dapat dipastikan kalau orang yang sedang memeluknya ini adalah sang suami tercintanya."Oh, pasti dia semalam yang memindahkanku ke sini. Eh, tadi malam dia pulang jam berapa ya?" gumamnya. Seraya membalikan badan, sekilas ia tersenyum manis melihatnya.Kemudian gadis berpiama pink itu beranjak dari tempat tidur dan langsung menuju ke kamar mandi.***Sementara di tempat lain. Cellina sudah terbangun. Ia menyadari kalau Langit sudah tidak berada di sisinya lagi. Sehingga membuatnya langsung mendengus kesal karenanya."Ih ... pasti dia pergi waktu aku sudah tidur tadi malam. Tapi tidak apa-apa. Yang penting dia semalam sudah menunjukkan kalau dia masih begitu peduli denganku. Sehingga dia mau datang ke sini dan meninggalkan istrinya hanya demi untuk menemuiku. Hahaha ...."Gadis itu merasa sangat senang ka
Dan betapa terkejutnya ia, di saat melihat Cellina sedang duduk bersimpuh di samping ranjang sambil memegang telapak kakinya yang berdarah. Dengan seketika lelaki tersebut langsung berlari mendekatinya. "Cellin! Kamu nggak papa? Dan ini kenapa kakimu bisa sampai terluka begini?" tanya Langit dengan raut wajah yang sangat panik ia meraih kaki wanita itu. Dan ia melihat ada luka sobek di telapak kakinya. "I-itu tadi aku tak sengaja menginjak pecahan kaca. Ya jadi begini deh," jawab Cellina sambil meringis kesakitan. "Duh ... kamu ini ceroboh banget, sih! Sampai kamu gak lihat ada pecahan kaca terus kakimu terluka begini. Lagian semalam kamu habis ngapain sih? Sampai-sampai tempat ini menjadi beranatakan kayak gini?" Dengan sedikit kesal lelaki itu malah mulai mengomel. "Ya udah, biar aku obatin dulu, ya! Di mana kamu menyimpan kotak obatnya?" Langit langsung saja membopong tubuh gadis itu untuk ia pindahkan ke atas kasur. "Itu di lemari yang itu." Cellina menuju ke sebuah le
"Halo, assalamu'alaikum, Aya," ucap Langit dalam sambungan telepon. "Wa'alaikumsalam. Ada apa, Kak?" jawab Cahaya. "Hehehe ... gak ada apa-apa kok. Cuma kangen aja sama kamu."Gadis itu langsung mendengus kesal. "Mulai deh, gombalnya," cibirnya. "Hahaha ... siapa juga yang gombal? Orang beneran kok. Aku sekarang lagi kangen banget sama kamu tau! Tapi sayangnya nanti malam aku harus pulang malam, Sayang. Karena aku harus lembur, Aya." "Jadi kemungkinan nanti aku akan pulang malam ya! Ada urusan di kantor yang belum kelar nih. Jadi, aku harus lembur malam ini" Langit terpaksa mengarang cerita. "Oh, gitu. Ya udah gak papa, Kak. Tapi kalau bisa Kakak pulangnya jangan malam-malam banget ya! Eh iya, berarti Kakak nanti mau makan malam di rumah atau di kantor saja?" sahut Cahaya. "Em, aku akan makan di sini saja, Ya. Jadi kamu nanti nggak usah nungguin aku. Kamu makan malam aja dulu nanti kalau nungguin aku malah kemalaman lagi." "Oh, iya baik, Kak. Tapi ingat Kakak jangan samp
Begitu sampai di apartemen. Lelaki tampan berambut belah samping itu langsung saja masuk ke dalam. Dengan sangat pelan ia membuka pintu apartemen agar tidak mengeluarkan suara yang bisa mengganggu istrinya nanti. Namun begitu melewati ruang tengah, ia melihat televisi yang masih menyala dan ternyata sang istri tercintanya itu telah tertidur di atas sofa yang ada di ruang tersebut. Lalu ia pun mendekatinya dan berjongkok di depan wwanita itu. Kemudian sembari mengusap pipinya lembut, ia menatapnya dengan sangat dalam. Mengamati wajah cantik yang kini tengah tertidur lelap, meringkuk di atas sofa. Sungguh hatinya merasa tersentil di saat melihatnya yang sedang tertidur di sofa itu. Ia merasa sangat bersalah dan menyesal karena telah membohonginya lagi dan lagi. Entah sampai kapan ia akan seperti ini terus? Ia pun tak tau. "Maafkan aku ya, Aya! Karena aku telah membohongimu lagi. Hingga gara-gara nungguin aku, kamu sampai ketiduran begini," ujarnya membatin. Karena merasakan ad
Setelah selesai sarapan, lelaki tampan berkemeja biru dongker itu akan segera berangkat ke kantor. Tetapi dia merasa sangat terganggu, karena sedari tadi ponselnya terus saja berdering tanpa henti. Sehingga membuat Cahaya yang sedang berdiri di depannya itu pun menatapnya keheranan ke arah lelaki itu. Lalu ia berkata, "Kak, itu Hp nya bunyi terus dari tadi. Kok, nggak diangkat sih?" "Ah, biarin aja, Ya! Palingan juga si Revan," jawab Langit berbohong. Karena sebenarnya yang nelponnya sedari tadi adalah si Cellina. Dan memang dengan sengaja lelaki itu tak mau mengangkat telepon tersebut. "Ya udah, aku berangkat dulu ya, Sayang!" "Iya, Kakak hati-hati ya di jalan!" Langit pun mengangguk, sembari mengusap kepala Cahaya dengan sangat lembut. Kemudian ia mengecup keningnya pelan. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Lalu lelaki itu pergi meninggalkan Cahaya seorang diri berada di apartemen. Tetapi di sepanjang perjalanannya ponselnya masih saja terus berdering. Sehingga
"Tapi ... kok bisa ya, Om Bagus menjodohkan Langit dengan seorang pelayan?" ujar Alena merasa keheranan. "Ya, itu karena Om Bagus sedari dulu tidak pernah menyukaiku dan tidak menyetujui hubunganku dengan Langit, Na. Karena orang tua Langit itu pengennya dia itu menikah dengan wanita biasa. Atau wanita yang sederhana yang apabila setelah menikah wanita itu hanya bisa duduk manis di rumah saja. Kolot sekali bukan, pemikiran mereka itu?" terang Cellina. "Sekarang, 'kan udah zaman modern, masa setelah menikah kita hanya duduk manis di rumah aja tanpa melakukan apapun sih? Dipikirnya kita ini hanya seperti pembantu kali ya? Yang kerjaannya hanya mengurus suami dan pekerjaan rumah saja?" lanjutnya lagi. "Oh, begitu. Pantes aja waktu itu Tante Sintya terlihat sangat membanggakanya. Ternyata cewek itu memang pilihan orang tuanya Langit, ya?" ungkap Alena sambil manggut-manggut. "Tapi, bagaimana dengan Langit, Lin? Apakah dia juga masih mencintaimu?" tanya Tamara. "Sudah pasti dia m
Karena terus-terusan mendapatkan teror telepon dari Cellina yang selalu merengek memintanya untuk segera datang ke apartemen. Jika tidak mau, dia mengancam akan mendatanginya di kantor lagi. Sehingga pada akhirnya lelaki tampan berkulit putih itu terpaksa harus kembali menuruti kemauannya lagi. Begitu sampai di apartemen, Langit langsung terlihat kesal. "Lin, bisa gak sih, jangan terus menggangguku? Sebenarnya apa sih mau kamu?" sungutnya. "Aku hanya ingin kamu temenin aku aja, Lang. Apa itu tidak boleh?" Dengan memasang wajah sok polosnya, gadis licik itu berpura-pura sedih. "Cellin, kamu tau, 'kan? Kalau aku sekarang sudah menikah. Jadi, kita sudah tidak bisa seperti dulu lagi, Lina!" Sungguh lelaki berkemeja biru itu mulai merasa geram menghadapinya. "Ya ya, oke aku tau kalau kamu sudah menikah. Sekarang aku hanya meminta waktu satu bulan saja, aku ingin menghabiskan waktu bersama kamu, Langit. Setelah itu aku akan pulang ke Bandung dan gak akan gangguin kamu lagi. Puas!"
"Mmmmgh!" Tanpa aba-aba pria tersebut langsung menyambar bibir ranum Cahaya. Lalu dengan sangat lembut ia mulai mengecup, melumat dan mengekplornya dengan lihai. Sedangkan Cahaya hanya bisa pasrah menerima dan menikmati ciuman mesra dari suaminya itu. Setelah cukup lama mereka berciuman dan saling bertukar salivanya, gadis itu pun mendorong dada bidang laki-laki tersebut untuk menyudahi cumannya itu. Dengan nafas yang tersenggal-senggal kedua orang tersebut mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Lalu dengan sangat kesal gadis itu memukul dada Langit pelan. "Hehehe ...." Langit malah terkekeh mengusap bibir Cahaya yang masih basah akibat ciumannya tadi. Kemudian ia pun menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dan memeluknya dengan sangat erat. Seolah-olah dirinya tak akan pernah mau melepas pelukannya itu untuk selama-lamanya. "Semalam Kakak pulang jam berapa? Kok, aku nggak tahu sih?" tanya Cahaya. Wajahnya kini mendungak ke arah suaminya. "Hehehe ... semalam aku pulang