"Tapi ... kok bisa ya, Om Bagus menjodohkan Langit dengan seorang pelayan?" ujar Alena merasa keheranan. "Ya, itu karena Om Bagus sedari dulu tidak pernah menyukaiku dan tidak menyetujui hubunganku dengan Langit, Na. Karena orang tua Langit itu pengennya dia itu menikah dengan wanita biasa. Atau wanita yang sederhana yang apabila setelah menikah wanita itu hanya bisa duduk manis di rumah saja. Kolot sekali bukan, pemikiran mereka itu?" terang Cellina. "Sekarang, 'kan udah zaman modern, masa setelah menikah kita hanya duduk manis di rumah aja tanpa melakukan apapun sih? Dipikirnya kita ini hanya seperti pembantu kali ya? Yang kerjaannya hanya mengurus suami dan pekerjaan rumah saja?" lanjutnya lagi. "Oh, begitu. Pantes aja waktu itu Tante Sintya terlihat sangat membanggakanya. Ternyata cewek itu memang pilihan orang tuanya Langit, ya?" ungkap Alena sambil manggut-manggut. "Tapi, bagaimana dengan Langit, Lin? Apakah dia juga masih mencintaimu?" tanya Tamara. "Sudah pasti dia m
Karena terus-terusan mendapatkan teror telepon dari Cellina yang selalu merengek memintanya untuk segera datang ke apartemen. Jika tidak mau, dia mengancam akan mendatanginya di kantor lagi. Sehingga pada akhirnya lelaki tampan berkulit putih itu terpaksa harus kembali menuruti kemauannya lagi. Begitu sampai di apartemen, Langit langsung terlihat kesal. "Lin, bisa gak sih, jangan terus menggangguku? Sebenarnya apa sih mau kamu?" sungutnya. "Aku hanya ingin kamu temenin aku aja, Lang. Apa itu tidak boleh?" Dengan memasang wajah sok polosnya, gadis licik itu berpura-pura sedih. "Cellin, kamu tau, 'kan? Kalau aku sekarang sudah menikah. Jadi, kita sudah tidak bisa seperti dulu lagi, Lina!" Sungguh lelaki berkemeja biru itu mulai merasa geram menghadapinya. "Ya ya, oke aku tau kalau kamu sudah menikah. Sekarang aku hanya meminta waktu satu bulan saja, aku ingin menghabiskan waktu bersama kamu, Langit. Setelah itu aku akan pulang ke Bandung dan gak akan gangguin kamu lagi. Puas!"
"Mmmmgh!" Tanpa aba-aba pria tersebut langsung menyambar bibir ranum Cahaya. Lalu dengan sangat lembut ia mulai mengecup, melumat dan mengekplornya dengan lihai. Sedangkan Cahaya hanya bisa pasrah menerima dan menikmati ciuman mesra dari suaminya itu. Setelah cukup lama mereka berciuman dan saling bertukar salivanya, gadis itu pun mendorong dada bidang laki-laki tersebut untuk menyudahi cumannya itu. Dengan nafas yang tersenggal-senggal kedua orang tersebut mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Lalu dengan sangat kesal gadis itu memukul dada Langit pelan. "Hehehe ...." Langit malah terkekeh mengusap bibir Cahaya yang masih basah akibat ciumannya tadi. Kemudian ia pun menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dan memeluknya dengan sangat erat. Seolah-olah dirinya tak akan pernah mau melepas pelukannya itu untuk selama-lamanya. "Semalam Kakak pulang jam berapa? Kok, aku nggak tahu sih?" tanya Cahaya. Wajahnya kini mendungak ke arah suaminya. "Hehehe ... semalam aku pulang
Karena merasa bosan, kini Cahaya sedang tiduran di atas sofa yang ada di depan televisi. Sambil memainkan ponsel, televisinya pun menyala tetapi tidak ditonton olehnya. Wanita itu tampak serius masih sibuk mengutak atik benda pipih yang ada di tanganya kini. Lalu tiba-tiba ia mendengar suara pintu apartemen terbuka. Cahaya yang terkesia kaget langsung menoleh ke arah pintu dan ia melihat siapa yang sedang masuk ke dalam apartemennya ini. "Assalamualaikum," ucap Langit seraya membuka pintu. Seketika itu wajah Cahaya yang semula terlihat murung langsung sumringah merasa sangat senang melihat suaminya itu kini telah pulang. Lalu dengan segera ia bangkit dari tempat duduknya dan menjawab salamnya dengan penuh semangat. "Waalaikumsalam. Kak Langit udah pulang?" "Hehehe ... iya, Sayang. Kenapa, kaget ya?" Dengan bibir yang merekah indah Langit berjalan mendekatinya. Lalu ia pun langsung memeluk dan mencium kening istrinya. "Emang, Kakak udah nggak lembur lagi?" tanya Cahaya sambil
Karena merasa bosan berada di apartemen, pada akhirnya cahaya pun memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan di sebuah Mall yang letaknya tidak jauh dari apartemen tempat ia tinggal sekarang. Gadis itu tadi sempat melihat isi kulkasnya yang sudah dalam keadaan kosong. Sehingga membuatnya ingin sekalian berbelanja di supermarket yang ada di mall tersebut. Kini gadis berkucir kuda itu tampak sibuk sedang melihat-lihat dan memilih barang yang akan ia beli. Sembari terus mengedarkan pandangannya ke sekitar, ia masih terus berjalan dan mencari semua kebutuhan pokok yang tersedia di supermarket itu. Hingga tanpa terasa ia sudah cukup lama berada di sana. Dan ia pun merasa semua barang yang ia perlukan sudah ia beli semua. Lalu gadis cantik bergaun biru laut itu keluar dari supermarket dengan membawa beberapa tas belanjaan yang cukup banyak. Sembari terus berjalan wanita cantik itu tampak asyik melihat-lihat dan berkeliling ria di mall tersebut. Hingga saking asyiknya Ia pun tidak melih
"A-apa?! Ca-cahaya istri kamu?" Sontak saja Aditya terpekik kaget melotot ke arah Langit. "Kamu jangan bercanda deh, Lang!" lanjutnya sambil terkekeh canggung. "Siapa juga yang sedang bercanda? Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Cahaya," jawab Langit dingin. Pria berkemeja krem itu menoleh ke arah gadis yang sedang dicekal tangannya oleh Langit. "Apakah itu benar, Cahaya? Kalau kamu ini adalah istrinya Langit?" tanyanya merasa tak percaya. Cahaya yang masih tetap terdiam menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebagai tanda kalau apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu adalah benar. Sehingga membuat Langit kini tersenyum sinis padanya. "Sudah jelas, 'kan? Jadi, mulai sekarang tolong jauhi Cahaya!" tukasnya tegas. Lalu sembari menarik tangan Cahaya, lelaki itu langsung meninggalkan Aditya yang masih diam mematung karena merasa sangat syok ketika mengetahui bahwa wanita yang ia sukai selama ini sudah mempunyai suami. Dan lebih parahnya lagi suaminya itu ternyata ada
Pukul jam 03.00 dini hari, tiba-tiba saja Cahaya terbangun. Dengan perlahan gadis itu mulai mengerjapkan mata dan membukanya dengan lebar. Dirinya kini mulai mengingat-ingat kejadian yang semalam. Seketika itu ia pun menoleh ke arah samping dan mendapati tempat itu dalam keadaan kosong tanpa adanya sosok suaminya di sana. Kemudian ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu masih jam 03.00 pagi. Lalu sembari tersenyum kecut ia berkata, "Ternyata ini semua bukanlah mimpi. Dan tidur di mana dia sekarang?" Raut wajah gadis itu kembali murung. Pada awalnya ia berharap semua kejadian tadi adalah hanya sebuah mimpi buruk saja. Namun, semua ini nyata. Lagi-lagi ia tertawa miris. "Hahaha ... bodoh sekali kamu, Cahaya! Palingan juga dia pergi ke tempatnya si Cellina. Mending sekarang aku sholat tahajud saja." Tanpa berpikir panjang lagi, kemudian gadis yang sedang dilanda kesedihan itu pun beranjak dari tempat tidurnya. Ia berniat untuk pergi ke kamar mandi dan akan mengamb
"Apaa?!" Sontak saja Langit langsung membelalakan mata menatap tidak percaya pada Cahaya. Sungguh ia sangat syok ketika mendengar kata cerai yang keluar dari bibir gadis itu. Lalu dengan segera lelaki itu kembali menggelengkan kepala. "Tidak, aku mohon jangan berkata seperti itu, Aya!" Kini pria itu memeluk erat tubuh gadis yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sedangkan gadis itu hanya terdiam seperti patung tidak mau membalas pelukannya. "Aku mohon dengarkan penjelasanku dulu, Aya! Akan aku jelaskan dengan yang sejujur-jujurnya kalau semua ini hanyalah salah paham saja. Jadi, please jangan berburuk sangka dulu, ok?" Lelaki itu menengadahkan wajahnya menatap gadis itu dengan sayu. "Ya ya memang benar kalau selama ini aku sering pergi menemuinya. Akan tetapi kami tidak pernah melakukan apa pun juga, Aya. Ya, aku pun terpaksa melakukan ini, karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya kalau aku akan menemaninya dalam waktu sebulan ini saja." Dengan sangat gugup dan terbat