"Loh, Cahaya!" Sontak saja Aditya kaget melihatnya. Aditya yang memang sengaja datang ke kantor itu karena ingin menemui Langit. Namun, di saat lelaki itu sedang berjalan menuju ruangan lelaki itu, ia malah bertabrakan dengan gadis tersebut. Kemudian lelaki itu pun melihat kalau gadis cantik itu kini sedang menangis. Sehingga membuatnya langsung memegang kedua pundaknya dan bertanya, "Loh, kamu kenapa, Aya, kok menangis? Dan kenapa pula kamu bisa berada dari sini, huh?"Dengan sesegukan, gadis itu hanya menggeleng tak mau menjawab. Sementara dari arah belakang gadis itu, ia melihat Langit yang sedang berlari menuju ke arahnya. Kini ia baru mengerti kalau Cahaya sedang ada masalah lagi dengan Langit. Secara otomatis membuatnya merasa sangat marah kepada lelaki tersebut. "Aya, tunggu! Aku mohon, tolong dengarkan penjelasanku dulu, Aya!" Langit kembali bersuara manggilnya. Dengan sangat panik gadis yang sedang menangis itu langsung memohon pada Aditya agar Ia mau membawanya per
"Beraninya kamu bawa pergi Cahaya, huh?" ucap Langit sembari terus memukuli wajah tampan sahabatnya itu. Aditya pun tak mau kalah, dia membalasnya juga. Sontak saja baik Cahaya yang masih berada di dalam mobil dan begitu juga Revan, langsung terlihat panik dan kebingungan melihat kedua pria itu yang kini sedang beradu jotos itu. Tentu saja Dengan segera keduanya pun berlari mendekat mereka berdua. Lalu mereka berusaha untuk melerai perkelahian itu dan juga memisahkan keduanya. "Berhenti, udah stop! Kenapa kalian ini jadi seperti anak kecil gini sih? Semuanya kan bisa bicara dengan baik-baik!" Dengan sebisa mungkin Revan yang kini berdiri di tengah-tengah Langit dan Aditya berusaha memisahkan keduanya. Akan tetapi, tidak berhasil. Ia malah ikut terkena bogem mentah dari mereka berdua dan terombang-ambing di antara kedua orang tersebut. "E-eh ... aduh-aduh- duh! Lang, Dit, udah jangan berantem lagi!" serunya lagi. "Sudah cukup, berhenti!" Akhirnya Cahaya berteriak dengan sa
Karena merasa bingung, tak tahu harus membawa Cahaya ke mana. Pada akhirnya Aditya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu ke apartemennya saja. "Ayo masuk, Ya!" ajaknya sambil membuka pintu apartemen. Cahaya masih tampak bingung dan merasa ragu, di antara mau masuk apartemen itu atau tidak. Aditya yang melihatnya hanya diam berdiri di depan pintu pun menghampirinya dan lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. "Kamu tenang saja! Dan nggak usah khawatir. Aku nggak tinggal di sini, Kok. Aku jarang tinggal di sini, cuma kalau lagi mau aja sekali-kali baru akan tidur di sini," terangnya. Kemudian keduanya pun mulai memasuki apartemen. "Ayo duduk dulu, Cahaya!" Sembari menganggukan kepala, gadis itu mulai mengedarkan pandangan mengamati keadaan di sekitar. Lalu ia duduk di sofa yang ada di ruang tersebut. "Em ... biar aku ambilkan minuman buat kamu ya?" tawar Aditya. Cahaya kembali mengangguk. Tak lama kemudian lelaki tampan itu sudah membawa 2 gelas air minum untuk mereka b
Bragk! Dengan sangat kasar Langit membanting pintu. Sehingga membuat semua orang yang sedang berada di luar ruangan langsung terjingkat kaget dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Sedangkan Cellina yang berdiri di depan pintu, kini mulai menggedor pintu dan terus memohon padanya. "Lang, aku minta maaf! Aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua, Lang!" bujuknya sedikit memelas. Dengan keheranan semua karyawan yang ada di depan ruang itu pun otomatis melihat ke arahnya dan mulai berkasak kusuk membicarakannya. Kemudian Revan mendekatinya. "Sudahlah, Lin! Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga! Kamu sudah puas, 'kan melihat Langit dan Cahaya jadi salah paham? Dan kau telah berhasil membuat mereka berdua bertengkar seperti tadi?" tukasnya. "Kamu ngusir aku?" sahut Cellina sewot. "Bukan aku, tapi Langit yang ingin kamu pergi dari sini, Cellina! Apa kamu nggak malu? Tuh kamu dilihatin banyak orang!" "Ya ya, oke baiklah. Kali ini aku akan pergi dari s
"Ya, baik, Kak." Cahaya mengangguk patuh. Lalu dengan sangat terpaksa lelaki itu pergi meninggalkan Cahaya hanya seorang diri berada di apartemen. Dan ternyata laki-laki berjambang dan berkumis tipis itu pergi untuk menemui Revan. Dirinya memang sengaja sudah janjian buat ketemuan dengannya di sebuah kafe. Tak butuh waktu lama, lelaki berkemeja krem tersebut kini telah sampai di tempat tujuan. Begitu telah sampai dirinya langsung saja mengedarkan pandangan mencari keberadaan temannya tersebut. "Hai, Dit! Aku di sini." Revan yang melihat kedatangannya langsung melambaikan tangan ke arahnya. Aditya yang tengah berdiri di depan pintu masuk coffee shop itu, langsung mematikan handphone. Ia segera mendekatinya dan langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan lelaki tersebut. Kemudian Revan memanggil pelayan dan memesankan minuman untuk mereka berdua. "Gimana Langit?" tanya Aditya to the poin. "Ya, gitu deh. Dia masih kacau banget. Kan kau tau sendiri gimana keras kepala
Sudah tiga hari Cahaya mengurung diri di apartemennya Aditya. Dan selama itu pula Langit selalu berusaha menghubungi Cahaya lewat telepon. Namun, gadis itu selalu saja menolak ataupun merejek telepon tersebut. Dia masih merasa sangat malas dan tak ingin berbicara terlebih dahulu dengannya. Ia masih butuh waktu untuk bisa menenangkan pikirannya sendiri, dan berusaha agar bisa memanfaatkan suaminya. Akan tetapi, ini semua terasa sangatlah berat, dan ia pun mulai tampak ragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Karena sudah dua kali lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu telah berbohong dan mengkhianatinya lagi. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih sangat-sangatlah mengingat dengan jelas. Di mana di depan matanya sendiri, ia melihat adegan mesra, suaminya yang sedang berciuman dengan Cellina. Betapa sakit dan hancur hatinya kini. Bagai tersayat oleh sembilu, rasa cintanya pun telah koyak, dengan serpihan hati yang telah hancur hingga berkeping-keping. Bulir bening seper
Dengan memantapkan hati, lelaki tampan yang kini memakai kemeja hitam itu, mulai melangkah untuk memasuki Club. Begitu masuk, dirinya langsung disambut dengan bisingnya suara musik yang memekakkan telinga. Bagai menemukan mangsa yang empuk, dengan mata berbinar, para wanita seksi berbaju terbuka itu melihatnya lapar. Lalu dengan berlomba-lomba mereka ingin mendekatinya. "Hay, Tuan tampan. Bolehkah aku menemanimu?" ucap salah satu wanita bergaun merah terang, tersenyum genit menggodanya. "Iya, Tuan. Pilihlah di antara kami untuk bisa menemanimu malam ini!" sahut satu wanita bergaun maroon mulai lancang mengusap lengan laki-laki itu dengan gerakan sensual. Namun, bukannya senang. Pandangan lelaki berwajah dingin itu tampak langsung melotot tajam ke arah wanita itu. Pertanda kalau lelaki tersebut tidak suka. Otomatis nyali para wanita nakal itu langsung menciut dan tak berani lagi untuk mendekatinya. Lalu, dengan mendengkus kesal, lelaki tegap bertubuh atletis itu langsung saj
Sudah sekitar 5 hari yang lalu, Langit tak pernah lagi masuk kerja. Membuat Revan mulai khawatir dan ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sehingga sepulangnya dari kantor, ia berniat untuk mengunjunginya di apartemen. Dengan mengendarai mobil putih miliknya, lelaki berkumis tipis itu kini sedang berada di perjalanan menuju sana. Namun, ketika ia baru saja akan membelokkan laju mobilnya ke arah gedung apartemen yang ditinggali oleh Langit, tiba-tiba saja ia melihat sebuah mobil hitam milik temannya itu keluar dari area parkir apartemen. Sontak saja ia merasa keheranan dibuatnya. "Lah, itu 'kan mobilnya Langit. Mau ke mana dia?" gumamnya pelan. Seraya mengerutkan dahi, tatapannya terus menyorot ke arah mana mobil itu melaju. Lalu tanpa pikir panjang lagi, ia bergegas mengikuti mobil tersebut. Mobil mewah berlogo sapi jantan itu melaju dengan kecepatan tinggi menyalip mobil lainnya. Sehingga membuat orang yang mengikuti dari belakang, cukup kesusahan untuk mengejarnya.
Sudah sekitar 5 hari yang lalu, Langit tak pernah lagi masuk kerja. Membuat Revan mulai khawatir dan ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sehingga sepulangnya dari kantor, ia berniat untuk mengunjunginya di apartemen. Dengan mengendarai mobil putih miliknya, lelaki berkumis tipis itu kini sedang berada di perjalanan menuju sana. Namun, ketika ia baru saja akan membelokkan laju mobilnya ke arah gedung apartemen yang ditinggali oleh Langit, tiba-tiba saja ia melihat sebuah mobil hitam milik temannya itu keluar dari area parkir apartemen. Sontak saja ia merasa keheranan dibuatnya. "Lah, itu 'kan mobilnya Langit. Mau ke mana dia?" gumamnya pelan. Seraya mengerutkan dahi, tatapannya terus menyorot ke arah mana mobil itu melaju. Lalu tanpa pikir panjang lagi, ia bergegas mengikuti mobil tersebut. Mobil mewah berlogo sapi jantan itu melaju dengan kecepatan tinggi menyalip mobil lainnya. Sehingga membuat orang yang mengikuti dari belakang, cukup kesusahan untuk mengejarnya.
Dengan memantapkan hati, lelaki tampan yang kini memakai kemeja hitam itu, mulai melangkah untuk memasuki Club. Begitu masuk, dirinya langsung disambut dengan bisingnya suara musik yang memekakkan telinga. Bagai menemukan mangsa yang empuk, dengan mata berbinar, para wanita seksi berbaju terbuka itu melihatnya lapar. Lalu dengan berlomba-lomba mereka ingin mendekatinya. "Hay, Tuan tampan. Bolehkah aku menemanimu?" ucap salah satu wanita bergaun merah terang, tersenyum genit menggodanya. "Iya, Tuan. Pilihlah di antara kami untuk bisa menemanimu malam ini!" sahut satu wanita bergaun maroon mulai lancang mengusap lengan laki-laki itu dengan gerakan sensual. Namun, bukannya senang. Pandangan lelaki berwajah dingin itu tampak langsung melotot tajam ke arah wanita itu. Pertanda kalau lelaki tersebut tidak suka. Otomatis nyali para wanita nakal itu langsung menciut dan tak berani lagi untuk mendekatinya. Lalu, dengan mendengkus kesal, lelaki tegap bertubuh atletis itu langsung saj
Sudah tiga hari Cahaya mengurung diri di apartemennya Aditya. Dan selama itu pula Langit selalu berusaha menghubungi Cahaya lewat telepon. Namun, gadis itu selalu saja menolak ataupun merejek telepon tersebut. Dia masih merasa sangat malas dan tak ingin berbicara terlebih dahulu dengannya. Ia masih butuh waktu untuk bisa menenangkan pikirannya sendiri, dan berusaha agar bisa memanfaatkan suaminya. Akan tetapi, ini semua terasa sangatlah berat, dan ia pun mulai tampak ragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Karena sudah dua kali lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu telah berbohong dan mengkhianatinya lagi. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih sangat-sangatlah mengingat dengan jelas. Di mana di depan matanya sendiri, ia melihat adegan mesra, suaminya yang sedang berciuman dengan Cellina. Betapa sakit dan hancur hatinya kini. Bagai tersayat oleh sembilu, rasa cintanya pun telah koyak, dengan serpihan hati yang telah hancur hingga berkeping-keping. Bulir bening seper
"Ya, baik, Kak." Cahaya mengangguk patuh. Lalu dengan sangat terpaksa lelaki itu pergi meninggalkan Cahaya hanya seorang diri berada di apartemen. Dan ternyata laki-laki berjambang dan berkumis tipis itu pergi untuk menemui Revan. Dirinya memang sengaja sudah janjian buat ketemuan dengannya di sebuah kafe. Tak butuh waktu lama, lelaki berkemeja krem tersebut kini telah sampai di tempat tujuan. Begitu telah sampai dirinya langsung saja mengedarkan pandangan mencari keberadaan temannya tersebut. "Hai, Dit! Aku di sini." Revan yang melihat kedatangannya langsung melambaikan tangan ke arahnya. Aditya yang tengah berdiri di depan pintu masuk coffee shop itu, langsung mematikan handphone. Ia segera mendekatinya dan langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan lelaki tersebut. Kemudian Revan memanggil pelayan dan memesankan minuman untuk mereka berdua. "Gimana Langit?" tanya Aditya to the poin. "Ya, gitu deh. Dia masih kacau banget. Kan kau tau sendiri gimana keras kepala
Bragk! Dengan sangat kasar Langit membanting pintu. Sehingga membuat semua orang yang sedang berada di luar ruangan langsung terjingkat kaget dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Sedangkan Cellina yang berdiri di depan pintu, kini mulai menggedor pintu dan terus memohon padanya. "Lang, aku minta maaf! Aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua, Lang!" bujuknya sedikit memelas. Dengan keheranan semua karyawan yang ada di depan ruang itu pun otomatis melihat ke arahnya dan mulai berkasak kusuk membicarakannya. Kemudian Revan mendekatinya. "Sudahlah, Lin! Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga! Kamu sudah puas, 'kan melihat Langit dan Cahaya jadi salah paham? Dan kau telah berhasil membuat mereka berdua bertengkar seperti tadi?" tukasnya. "Kamu ngusir aku?" sahut Cellina sewot. "Bukan aku, tapi Langit yang ingin kamu pergi dari sini, Cellina! Apa kamu nggak malu? Tuh kamu dilihatin banyak orang!" "Ya ya, oke baiklah. Kali ini aku akan pergi dari s
Karena merasa bingung, tak tahu harus membawa Cahaya ke mana. Pada akhirnya Aditya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu ke apartemennya saja. "Ayo masuk, Ya!" ajaknya sambil membuka pintu apartemen. Cahaya masih tampak bingung dan merasa ragu, di antara mau masuk apartemen itu atau tidak. Aditya yang melihatnya hanya diam berdiri di depan pintu pun menghampirinya dan lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. "Kamu tenang saja! Dan nggak usah khawatir. Aku nggak tinggal di sini, Kok. Aku jarang tinggal di sini, cuma kalau lagi mau aja sekali-kali baru akan tidur di sini," terangnya. Kemudian keduanya pun mulai memasuki apartemen. "Ayo duduk dulu, Cahaya!" Sembari menganggukan kepala, gadis itu mulai mengedarkan pandangan mengamati keadaan di sekitar. Lalu ia duduk di sofa yang ada di ruang tersebut. "Em ... biar aku ambilkan minuman buat kamu ya?" tawar Aditya. Cahaya kembali mengangguk. Tak lama kemudian lelaki tampan itu sudah membawa 2 gelas air minum untuk mereka b
"Beraninya kamu bawa pergi Cahaya, huh?" ucap Langit sembari terus memukuli wajah tampan sahabatnya itu. Aditya pun tak mau kalah, dia membalasnya juga. Sontak saja baik Cahaya yang masih berada di dalam mobil dan begitu juga Revan, langsung terlihat panik dan kebingungan melihat kedua pria itu yang kini sedang beradu jotos itu. Tentu saja Dengan segera keduanya pun berlari mendekat mereka berdua. Lalu mereka berusaha untuk melerai perkelahian itu dan juga memisahkan keduanya. "Berhenti, udah stop! Kenapa kalian ini jadi seperti anak kecil gini sih? Semuanya kan bisa bicara dengan baik-baik!" Dengan sebisa mungkin Revan yang kini berdiri di tengah-tengah Langit dan Aditya berusaha memisahkan keduanya. Akan tetapi, tidak berhasil. Ia malah ikut terkena bogem mentah dari mereka berdua dan terombang-ambing di antara kedua orang tersebut. "E-eh ... aduh-aduh- duh! Lang, Dit, udah jangan berantem lagi!" serunya lagi. "Sudah cukup, berhenti!" Akhirnya Cahaya berteriak dengan sa
"Loh, Cahaya!" Sontak saja Aditya kaget melihatnya. Aditya yang memang sengaja datang ke kantor itu karena ingin menemui Langit. Namun, di saat lelaki itu sedang berjalan menuju ruangan lelaki itu, ia malah bertabrakan dengan gadis tersebut. Kemudian lelaki itu pun melihat kalau gadis cantik itu kini sedang menangis. Sehingga membuatnya langsung memegang kedua pundaknya dan bertanya, "Loh, kamu kenapa, Aya, kok menangis? Dan kenapa pula kamu bisa berada dari sini, huh?"Dengan sesegukan, gadis itu hanya menggeleng tak mau menjawab. Sementara dari arah belakang gadis itu, ia melihat Langit yang sedang berlari menuju ke arahnya. Kini ia baru mengerti kalau Cahaya sedang ada masalah lagi dengan Langit. Secara otomatis membuatnya merasa sangat marah kepada lelaki tersebut. "Aya, tunggu! Aku mohon, tolong dengarkan penjelasanku dulu, Aya!" Langit kembali bersuara manggilnya. Dengan sangat panik gadis yang sedang menangis itu langsung memohon pada Aditya agar Ia mau membawanya per
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan