"Lho, Diaz? Kok malah parkir di belakang rumah?" Kalau punya rencana harusnya Diaz katakan pada mereka.
"Kita harus lewat belakang paviliun biar bisa naik lantai atas. Mau Mama curiga kenapa kita pulang malam-malam? Lagian, solarnya mau habis."
Vio mengejek Diaz. "Hah, ternyata bukan duit gue doang yang menipis."
Mereka keluar bersamaan, Vio melihat beranda ponselnya yang menunjukkan jam setengah 12 malam. Mila yang tidak sengaja lihat langsung mengusap kedua lengannya, berbeda dengan Diaz yang biasa saja karena awam lihat suasana hendak pergantian tanggal jika lembur kerja.
"Liat nih, bulu kuduk gue pada berdiri." Mila menunjukkan lengan tangannya sebab merinding keluar tengah malam, ini pengalaman pertama yang baru dan menegangkan bagi Mila.
"Jangan sembarangan lo, kita ngelewatin kebon abis ini."
Vio mengingatkan Mila agar menjaga ucapannya di tempat sepi begini. Hidup di zaman modern dan canggih, tidak sedikit yang percaya de
"Haduh ... Diaz, sekarang bangun gak lo! Udah jam berapa ini, lo niat kerja gak sih?" Mila terbangun karena alarm ponsel Diaz berbunyi tawa kuntilanak tepat jam 7 pagi.Selesai melipat selimutnya sendiri, Mila menarik kasar selimut milik Diaz supaya terganggu."Ya ampun, punya suami nguji kesabaran banget." Mila bolak-balik menyiapkan perlengkapan Diaz, mulai dari pakaian, sepatu, jam tangan, hingga tas yang akan dibawa ke kantor."Diazzz!" Mila berteriak hingga suaranya merendah karena belum minum. "Ekhem!" Ia membersihkan tenggorokannya.Mila menyalakan komputernya lalu merangkak naik kasur. "Woi!" Ia menepuk wajah Diaz namun malah membalikkan badan dan lanjut tidur."Mila ... Diaz kok belum sarapan?" Suara Meida terdengar sampai kamar mereka."Gak mau- "Diaz segera bangkit setelah dengar teriakan Meida. Mila menggeleng lalu melempar bantal mengenai kaki Diaz yang hendak masuk kamar mandi.Diaz memungut kembali dan mel
Diaz terkesiap beberapa saat hingga Mila heran. Dia menyuruhnya mengatakan satu kalimat menggunakan aku dan kamu, sekarang sudah terpenuhi. Tetapi mengapa Diaz tidak bereaksi? Apa Diaz mengira Mila benar-benar mencintainya?Diaz akhirnya bergerak memakai sepatu. "Ah iya, tadi saya yang minta kamu buat satu kalimat." Lalu melewati Mila sambil mengusap wajahnya. "saya gak bisa ditipu lagi," tawanya.Mila merengut, ternyata dia menyadari. Tidak bisa diabaikan. Ia segera berdiri mengejar Diaz yang sudah keluar kamar untuk mengerjainya, lagi."Aku beneran cinta kamu!"Diaz mempercepat langkah sebab Mila mengejarnya. "Saya nggak denger," jawabnya dengan suara rendah. Dia berusaha membodohinya, lagi.Mila semakin gencar meledek karena Diaz mesam-mesem. Setelah menggelayuti tangannya, ia berkata lagi, "Aku beneran cinta kamu."Diaz berhenti sebentar karena menuruni tangga. Dia menoleh heran lalu kepalanya menggeleng. Jelas Mila mengecohnya karena ny
Mila melamun saat Meida dan Vio sibuk mengupas kulit juga mengiris bawang putih. Kenapa Diaz tidak memberitahunya pekan depan akan pergi ke Bandung? Kalau tahu ia akan kebut bab cerita karena jika Diaz tidak ada yang membereskan kamar adalah dirinya. Walaupun pakai mesin penyedot debu, tetap saja Mila harus bersihkan yang di atap agar kinclong. Lihat sendiri bagaimana Diaz kalau kamar berantakan. Mirip sepertinya ibunya."Itu Mila ngapain bengong pegang bawang, bukannya dikupasin." Vio sejak tadi kesulitan mengupas, Mila malah bengong seperti orang bodoh. "Woi!"Mila terlonjak. "Hah, kenapa?""Kupasin bawangnya, lo ngelamunin Diaz?""Kok lo tau?" jawab Mila."Lo ngelamunin Diaz?" ulang Vio.Meida tertawa geli Vio menciduk Mila sedang memikirkan Diaz."Dia gak bilang gue mau ke Bandung. Emang ber- ber ... Berarti dia sibuk tiap hari kali ya." Mila hampir kelepasan mengatai Diaz berengs*k di belakang Meida."Kalau Diaz kasih tau
Jika Diaz mendatangi Kiara yang masih meninggalkan jejak kejahatan, dia bisa saja berbalik mengancam Diaz dengan mencari titik kelemahannya.Sekarang ... Apa kelemahan Diaz?Vio melirik ke atas tepat jam dinding berhenti berdetak seiring mendapat jawaban atas pertanyaannya.***Mila sedang ingin jalan kaki ke kantor Diaz melalui belakang paviliun sambil memikirkan tulisan bab selanjutnya.Earphone yang terpasang di telinga Mila memutar lagu misterius untuk mengisi hembusan angin jika melewati jalan sepi.Entah bagaimana bisa terjadi, awan gelap menutupi matahari hingga teduh. Angin juga berhembus semakin cepat hingga rambut sepunggung Mila yang bergelombang ikut tertiup.Mila terus melangkah supaya cepat sampai. Selagi ia senggang, Diaz bilang ingin memberikan sesuatu jika datang sekarang.Saat sampai kantor tempat Diaz bekerja lebih sepi dari yang Mila kira. Meida mengatakan ak
Diaz melihat proses syuting iklan di studio lantai 2 untuk menyapa kru dan aktor yang berperan penting mengerjakan proyek pekan ini."Mila jadi ke sini gak sih?"Sedari tadi pesan yang dikirim sama sekali tidak dibalas, hanya dilihat padahal status kontaknya online. Ini sih bukan keterlaluan lagi, tapi kebangetan."Pak," panggil seseorang berpakaian kasual sembari mendekati Diaz.Diaz menengadahkan kepala dan tersenyum menyapa kembali Wijaya Emilio, aktor internal yang sering berpartisipasi dalam syuting pembuatan iklan. Wajahnya sering terlihat di billboard kota dan website PFWorld. Wijaya juga terkadang diminta perusahaan eksternal untuk didapuk menjadi pemeran pendukung pemasaran mereka."Sudah selesai?" tanya Diaz lalu menyuruh Wijaya duduk di kursi sebelahnya.Wijaya menganggukkan kepala. "Diminta istirahat 10 menit, baru lanjut lagi."Kalau Diaz sepantaran dengan Wijaya dan bukan penerus pimpinan, dia tak kalah tampa
Saat makanan hampir habis, kru syuting juga mampir ke kantin untuk makan siang, tetapi tidak kelihatan Wijaya karena Mila memperhatikan mereka."Si Wijaya gak makan siang? Program diet?" celetuk Mila.Diaz yang ada di seberang kursinya menoleh ke belakang. "Mungkin ada kelas kuliah, dia di sini part-time, cuma kalau ada tawaran iklan.""Masih kuliah? Pantesan dari bentuk badannya atletis kayak... "Mila menggantungkan kalimat sebab Diaz menatap tidak suka sambil mengunyah makanan."Apa?" sahut Mila.Diaz belum menepis tatapannya. "Dari bentuk badannya ... Pernah liat aja nggak." Dia menyeruput es lemon.Mila mengangkat kedua bahunya. Memang benar ia tidak pernah liat bagaimana bentuk tubuh pria, tapi bukankah dari tinggi, cara jalan, wajah, dan lebar bahunya semua perempuan bisa menilai?"Kamu kebanyakan halu," tawa Diaz."Sungguh terlalu," ujar Mila bernada. "gue tadi liat iklan pencarian aktris di billboard depan
"Maaf?"Mila membuka gumpalan kertas yang Diaz berikan begitu sampai rumah. Pria yang memperhatikan kerapian memberi Mila kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk. Selain cara itu kertas bisa dilipat atau dibuat gambar hati kalau dia niat.Mila melemparnya masuk tempat sampah bawah meja kerjanya. Entah maaf yang mana, Mila malas bertanya, lagian benar juga dia minta maaf karena banyak salah dari awal pertemuan hingga hari ini.Mila melepas pikiran menumpuk dalam kepalanya agar bisa leluasa menulis. Berkat kejahilan Diaz hari ini, Mila tidak bisa berhenti senyum."Aku cinta- ""Kamu!"Mila bersandar di kursi eksekutifnya sambil menutupi wajah menggunakan buku besar untuk menyembunyikan senyumnya.Sepertinya Diaz diajarkan oleh Stephen, dilihat dari kejahilannya beberapa hari terakhir.Tringg TringgMila melirik ponselnya. "Nah kan, baru juga diomongin," desisnya.Ia bergegas menutup pintu kamar, t
"Diaz, ini kan malming, lo gak berniat ajak gue jalan-jalan?"Berada di dalam kamar hampir seharian membuat Mila kedinginan karena AC. Ia bahkan memakai kaos lengan panjang dan dilapisi hoodie.Mila memutar kursinya, melihat Diaz duduk sila di atas kasur sembari cengar-cengir menonton video."Diaz," panggilnya ulang.Diaz mengusap rahang wajahnya lalu mendongak lihat Mila memasang wajah datar. "Kenapa?""Kenapa lagi lo bilang, gue bosen di rumah, ajak gue pergi belanja kek, nongkrong di bawah jembatan, atau cariin cogan buat nyegerin mata.""Kamu biasa belanja dari rumah. Saya juga cogan bisa refresh mata kamu, ngapain ke luar? Capek tau."Diaz kembali menonton video lucu anak bayi yang baru bisa merangkak.Sudut bibir Mila menyungging heran. Perasaannya sudah tidak enak, Diaz pasti sedang melihat video aneh sampai ketawa-ketawa di tempat. Diajak keluar juga tidak mau, lalu Mila harus menulis lagi? Otaknya bisa mend
Thank youuuu buat teman-teman yang sempat mampir ataupun tetap bertahan masukin novel ini ke rak bacaan kaliaann. Congrats buat aku sendiri yang udah tamatin kisah mereka dengan jangka waktu sangat panjang, bab absurd, dan ending membagongkan dan ngambang.Kalian bisa anggap akan ada sekuel dari Diaz dan Mila entah itu kehidupan anak mereka atau lainnya. Tapi so far, belum ada rancangan gimana gambaran cerita selanjutnya karena masih terjebak genre Teen.Semoga kalian tetap dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa dan selalu sehat baik mental maupun fisik karena hidup tidak seringan pilus gais.Sekali lagi thank you so much!And bye bye~
"Ha? Hahaha ... Gue bayangin muka mereka bingungnya gimana."Vio tertawa puas di meja makan saat Diaz menceritakan apa yang terjadi di rumah Monica semalam.Meida menyuruh anaknya berhenti tergelak dan dengarkan saja kakaknya bicara. "Kamu tuh ya, orang lagi ngomong malah ketawa terus.""Yailah, Ma. Bayangin dong muka mereka. Apalagi Mas Agam sama istrinya yang naudzubillah, Haha." "Kapan Monica ketemu Pak Louis?" Diaz bertanya-tanya sebab sebelumnya Monica sibuk bolak-balik ke rumahnya dengan rencana balas dendam.Walaupun balas dendamnya berubah menjadi kasih sayang tak terduga. Kekeluargaan mereka sangat erat."Monica mungkin udah menduga ini bakal terjadi. Dia kan ngomong sendiri sering berdoa ketemu orang tuanya.""Vio!" Meida geram sekali dengan anaknya sampai ingin melempar sendok garpu."Mama kenapa sih sensi banget?" balas Vio."Omongan kamu itu!" "Orang Monica-nya yang bilang ke aku.""Diaz mau minta tolong, Mah."Meida menatap Vio sebab Diaz meliriknya. "Mama?" "Monica m
Sebagai CEO yang memiliki waktu senggang banyak, Diaz memberanikan diri menemui pengacara Monica. Tepat hari sebelumnya mereka bicara serius melalui telepon untuk menentukan pukul berapa akan diskusi sebab pengacara pun punya acara lain.Diaz sangat terkejut rupanya ada kakak serta adik dari orang tua Monica turut datang ke rumah anak malang itu dengan raut tidak sabaran."Semuanya kenapa di sini?" Perasaan Diaz menghubungi pengacaranya saja, tidak mereka juga. Total ada 5 orang, termasuk dirinya.Akhirnya ia bergabung dengan mereka dan itu diperdebatkan."Kenapa ada dia di sini?" sahut Winda, adik terakhir dari Ibu Monica sembari menunjuk Diaz duduk.Diaz lantas menoleh tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya ia yang memberi pertanyaan pada mereka?"Monica secara khusus meminta tolong saya untuk panggil Pak Diaz," jawab Louis tak kalah datar dari padang pasir."Hah! Kayaknya sih dia ngerayu Monica biar dikasih beberapa persen asetnya," timpal suami Winda, Agam.Kelihatan dari tampang mer
"Mama tetap gak nyangka, Mila.""Apalagi Mila, Bun."Mereka duduk besandar di ruang tamu setelah menghadiri pemakaman. Mila menatap langit-langit rumahnya seraya berkata, "Monica udah maafin Diaz belum ya, Bun? Kasihan mereka."Fila lantas menjawab, "Sebenarnya Monica pasti udah maafin Diaz dari dulu. Cuma karena mereka kurang akrab dan Monica sempat salah paham juga, dia agak canggung.""Aku padahal mau ke rumahnya lagi.""Nanti kalau Diaz ke sana aja. Dia pasti harus urus semuanya karena walinya Monica."Mila mengusap wajahnya, belum menyesuaikan kenyataan. "Mila mau mandi, Bun. Abis itu ke rumah Diaz lagi, dia harus ditemenin.""Iya sana. Bunda gapapa sendiri di sini."***Vio melihat Diaz berdiri di tengah pintu menghadap halaman belakang sembari memasukkan tangan ke saku celana. Kakaknya diam dengan deru napas teratur yang terdengar berat."Lo lagi ngapain?" Vio memberanikan diri mendekat dan berhenti di belakang Diaz."Bukan apa
Suara langkah Diaz memenuhi lorong yang dihampiri suara petir dan cahaya kilat lewat celah jendela. Sesaat dia memperlebar jarak kaki supaya cepat sampai ruang jenazah yang terletak di bagian belakang rumah sakit.Di belakang Diaz, ada Mila yang juga berusaha mempercepat langkah agar bisa mengiringi suaminya. Kesekian kalinya sudut mata mereka meneteskan bulir bening atas perasaan berkecamuk.Ada-ada saja, diwaktu kurang tepat Diaz dihubungi Bayu, sekretarisnya. "Maaf, saya lagi ada urusan. Nanti saya telepon lagi, Pak." Masalah klien tidak jadi datang besok bukan hal besar. Bayu masih bisa menangani dikarenakan situasi mendesak.Begitu masuk ke kamar jenazah, Diaz sempat menjeda nafas beberapa detik untuk meyakinkan hatinya bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bunga tidur. Di atas dua brankar terdapat dua tubuh terbujur kaku diselimuti kain putih. Petugas yang menjaga kamar jenazah malam ini hanya satu berjenis kelamin laki-laki. Dia terlihat sedang memeriksa
Guyuran hujan secara tiba-tiba membasahi tanah dan jalan sejak tengah hari. Rencana Mila pergi ke Taman depan kantor jadi urung. Apalagi niatnya mau hujan-hujanan selagi deras.Diaz menyibukkan diri di depan laptop. Liburnya tetap bekerja. Bahkan lebih pusing dia daripada Mila yang suka mengarang cerita. Omong-omong, sudah 2 hari Mila tidak update bab novel. Apa kabar komentar pembacanya?"Kamu daripada berdiri terus di jendela, mendingan bantu saya beresin ini nih." Diaz menunjuk map-map miliknya yang kurang rapi di dekat meja satunya. Saking banyaknya yang belum tuntas, dia bingung mau membereskan yang mana."Ogah. Kamu kan udah kerjain bareng sekretaris kamu," cebik Mila.Diaz melirik layar laptopnya. Benar, dia sedang melakukan panggilan video dengan sekretarisnya demi mengurus berkas baru maupun yang diarsip bulan lalu."Barangkali mau," balas Diaz.Suara petir menggelegar langsung mengejutkan Mila karena berdiri di dekat jendela.
"Udah pasang sabuk pengaman?" tanya Eric barangkali Monica menyepelekan betapa pentingnya menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, baik pengemudi maupun penumpang.Satu dehaman menjawab pertanyaan Eric. Asisten keluarga Monica tersenyum kecil dan menjalankan mobil menuju MJ Coffe untuk mengopi santai sambil mengurus jadwal-jadwal tak beraturan dan kurang sesuai dengan keinginan Bosnya.Suasana ramai lancar kendaraan roda empat dan dua masih tampak asing di mata Monica. Bolak-balik antarkota mengakibatkan ia tak dapat lihat perkembangan kota kelahiran secara bertahap. Setiap tahun terdapat penaikan penduduk di Kepulauan Seribu. Syukurlah, pulau wisata itu masih terjaga keasriannya.Pernah satu, dua kali laut sekeliling pulau tercemar akibat pembuangan minyak ilegal. Saat itu penduduk kesulitan mendapat air. Pemerintah kota berbondong-bondong meminta pasokan air bersih walaupun kurang maksimal."Ini kalau urbanisasi dikurangi mungkin 5 tahun ke depan bak
"Gimana jadwalnya? Gak bisa diubah?"Ekspresi datar yang sering ditampilkan gadis berusia 18 tahun itu bukan lagi hal baru untuk asistennya, Eric. Masalah perubahan jadwal dadakan yang dibuat Eric memang tidak disarankan jika bosnya seperti Monica.Umpatan, tatapan tajam, atau keduanya selalu didapat Eric sekali pun hubungan mereka dekat."Udah saya ubah. Jadi gak bisa diubah dua kali."SRRKKMap berwarna merah di atas meja dihempaskan begitu saja hingga lembaran di dalamnya berserakan di lantai."Astaga... " Suka tak suka Eric harus memungut tiap lembaran dan menyusunnya asal untuk diletakkan ke dalam map. "Ini ada kontrak, jangan dibuang-buang.""Lo tau sendiri kan tanggal 25 kita harus ke Sumatera buat baksos. Harusnya tanggal 26 kosongin jadwal. Bukannya malah ada kegiatan! Lo pikir gue gak butuh istirahat?""Iya tau. Tapi klien yang dari Jawa bilang tanggal 26 bisanya," bela Eric."Ya lagian lo sejak kapan mentingin
Tirai berwarna merah menghalangi sinar yang menembus masuk. Wanita berbadan dua itu tengah membaca buku tentang bisnis milik suaminya sambil merebahkan tubuh. Setelah kontrol bulanan ke dokter kandungan, hasilnya janin berkembang baik. Belum begitu buncit perutnya lantaran masih 3 bulan mengandung.Aktivitas menulis novel berkurang, bukan suruhan Diaz melainkan secara inisiatif Mila lakukan. Ia sering tertidur jika menempel kasur, lalu bangun untuk makan dan jalan-jalan di dalam rumah untuk peregangan badan.Seringkali Diaz memergoki Mila bicara dengan perutnya sambil tersenyum riang di bangku teras rumah, apalagi sebelum berangkat bekerja. Sebisa mungkin Diaz turuti keinginan Sang Istri untuk meredam amarah satu sama lain. Selagi Mila tidak meminta rumah di planet Mars, Diaz mau saja tunduk di kakinya."Lagi apa?""Gak liat? Lagi nonton video."Pertama kalinya Mila memutar dokumentasi video pernikahan mereka, sebelumnya ia mengecam Diaz agar tidak