"Diaz, ini kan malming, lo gak berniat ajak gue jalan-jalan?"
Berada di dalam kamar hampir seharian membuat Mila kedinginan karena AC. Ia bahkan memakai kaos lengan panjang dan dilapisi hoodie.
Mila memutar kursinya, melihat Diaz duduk sila di atas kasur sembari cengar-cengir menonton video.
"Diaz," panggilnya ulang.
Diaz mengusap rahang wajahnya lalu mendongak lihat Mila memasang wajah datar. "Kenapa?"
"Kenapa lagi lo bilang, gue bosen di rumah, ajak gue pergi belanja kek, nongkrong di bawah jembatan, atau cariin cogan buat nyegerin mata."
"Kamu biasa belanja dari rumah. Saya juga cogan bisa refresh mata kamu, ngapain ke luar? Capek tau."
Diaz kembali menonton video lucu anak bayi yang baru bisa merangkak.
Sudut bibir Mila menyungging heran. Perasaannya sudah tidak enak, Diaz pasti sedang melihat video aneh sampai ketawa-ketawa di tempat. Diajak keluar juga tidak mau, lalu Mila harus menulis lagi? Otaknya bisa mend
"Lo kasih tau Mila kalau gue dulu ikut bully dia. Gimana pun sekarang kita keluarga dan gue gak mau bermasalah karena masa lalu. Gue beda sama lo."Saat Diaz hendak pergi karena Vio mencurigainya bertemu Kiara untuk hal lain, dia meminta sendiri agar Diaz mengungkapkan jika dia ikut andil merundung MilaSetelah mengatakan itu Vio masuk lebih dahulu. Diaz membenarkan ucapan adiknya, kali ini dia bisa membuka pikiran.Jangan sampai Vio seperti Diaz, membuat Mila tertekan karena terus masa lalunya.Sekarang Diaz sudah memberitahu Mila, dapat dipastikan dia kecewa dan marah. Mau bagaimana lagi, Dokter Rio menganjurkan juga agar tidak ada rahasia di antara mereka selama berlangsungnya terapi obat-obatan.Dokter Rio tampak memahami permasalahan mereka. Dia kembali bicara pada Mila yang mematung, tidak berbalik untuk marah seperti perkiraannya. Tetapi, istri dari pria yang duduk di sampingnya mengepalkan tangan hingga urat-urat nadinya kentara seperti men
Melakukan kebiasaan dengan suasana berbeda sangat membuat Mila belajar lebih banyak arti kesabaran. Vio melewatkan sesi sarapan dan makan malam selama 3 hari, hari ini dia bergabung karena perintah Diaz.Diaz menyuruhnya segera turun untuk sarapan dengan cara berteriak dari bawah hingga Meida menutup satu telinga untuk berjaga-jaga. Mila tidak tahu kalau suara Diaz sedang teriak menjadi sangat seksi, saat mendengar ia hanya terkesiap kagum.Inikah yang dimaksud Vio? Tidak selamanya Diaz bersikap mengalah dan manis seperti sepenuhnya bijak. Ada kalanya dia tegas, keras, dan memerintah jika sudah bosan dengan kehidupan yang berjalan di tempat.Vio mengaduk-aduk nasi sampai encer tercampur kaldu ayam. Diaz menggigit semur daging sapi sambil melihat adik dan istrinya. Mila bilang dia akan biasa saja dengan Vio, tetapi sebaliknya. Vio masih merasa tidak enak melihat Mila.Diaz mengganti piring Vio dengan piring lain yang sudah dia isi sedikit nasi dan la
Mila tidak pergi ke mana-mana, tetapi ia dalam situasi yang sulit untuk melarikan diri. Secara tiba-tiba Kiara dan Yuri menyergapnya di depan toilet dan mereka membawanya masuk lift.Mila menahan keinginan melawan mereka sebab mengingat perkataan Dokter Rio dan Diaz."Gue pasti bisa. Tahan sebentar, Mila. Diaz atau Vio pasti temuin lo... " Kedua tangan Mila dicekal mereka yang berdiri di sisinya.Kiara melirik Mila. "Lo kuat juga bisa tahan naik lift.""Gue lebih gak tahan liat lo berdua," jawab Mila."Lo punya keberanian sekarang," sindir Yuri."Lo gak akan bisa lupain kenangan kita... " Kiara menertawakan Mila yang hingga kini berusaha kuat walau kakinya gemetar. "suami lo bahkan nemuin gue dan ngancam segala. Dia pikir, gue takut."Mila menekuk lututnya hingga bersentuhan dengan alas elevator dengan lengan yang masih dicekal mereka. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya, Mila ingin segera keluar."Diaz... " Mi
Tengah malam disaat yang lain sudah terlelap, Vio menantikan Diaz keluar kamar untuk minum, terhitung 1 menit dari sekarang.Diaz dengan rambut apa adanya tanpa dibuat model saat bekerja dan piyama berwarna biru gelap mengkilat keluar dari kamar sesuai prakiraan Vio. Sandal selop berwarna hitam yang sudah seperti warisan Sang Ayah masih digunakan walau kebesaran beberapa centi."Lo ngelakuin persis 8 bulan yang lalu," singkap Vio.Diaz berhenti tidak jauh di belakang sofa yang diduduki Vio. "Kenapa? Kamu kangen masa-masa itu?" sindirnya.Tatapan tidak suka melayang untuk Diaz. "Sama sekali nggak," sangkalnya. "Lo harus berterima kasih karena gue gak bilang Mila tentang apa yang lo lakuin ke Kiara."Diaz menunduk, menurut untuk berterima kasih pada adiknya. "Hm, terima kasih banyak Vio Prayoga."Melihat Diaz semudah itu mengatakan terima kasih namun langsung pergi kurang membuat Vio puas. Dia beranjak menghampiri kakaknya yang menuang a
Sekian lama, akhirnya mereka bisa kencan. Mila dengan Diaz bersama Stephen dengan Kenzie memutuskan untuk makan malam di restoran tak jauh dari kantornya. Diaz merasa canggung karena ada yang tidak dia kenal, yaitu kekasih baru Stephen yang dideklarasikan melalui pesan singkat dan dikirim ke Mila sebagai perkenalan diri.Mila mengamati waitress yang menghidangkan makanan namun pengunjung diam seperti patung museum. Sesudah waitress pergi, Mila mengajak bicara Kenzie agar dia tidak terasingkan selama pertemuan."Stephen ngirim gue biodata lo, bagus."Inilah sebabnya Diaz tidak merangkap jadi Account Manager dalam silsilah jabatan PFWorld. Diaz takut kliennya perempuan dan jadi canggung seperti ini, sulit mengeluarkan pendapat.Stephen tersenyum lebar menanggapi ucapan Mila. Dia sangat jujur dalam segala aspek, kepribadian yang bagus.Kenzie melempar senyum manisnya pada Mila. "Kita baru pacaran 1 pekan. Aku kaget tiba-tiba diajak double date sama ka
Stephen dan Kenzie menunggu di depan UGD penuh kecemasan. Kenzie menyalahkan dirinya sendiri karena tidak hati-hati, namun Stephen berusaha menjelaskan kalau ini bukan salah mereka, melainkan pengemudi tak beretika itu.Stephen bertambah frustasi ketika ponsel mereka bergantian berdering dari Meida dan Fila. Dia ingin memberitahu mereka tetapi tidak tahu harus mulai dari mana.Sekarang pukul 11 malam, beberapa menit lalu dokter yang menangani Diaz memberitahu bahwa dia sangat terpukul melihat istrinya hingga dibius sementara. Mereka tidak bisa bayangkan bagaimana keadaan Diaz jika dia terbangun tanpa pengaruh bius itu dan melihat Mila di dalam satu ruangan."Gimana kondisi Mila, aku khawatir dia kenapa-kenapa." Kenzie merapalkan doa disaat-saat gentingnya situasi supaya Mila melewatinya semuanya agar dia bisa meminta maaf."Mila pasti baik-baik aja. Dia bakal sadar dan marahin dokternya karena kelamaan di rumah sakit." Stephen mengusap bahu Kenzie a
Mila mengibaskan tangannya di depan wajah sebab menangis menonton drama jepang yang mengharukan.Diaz sampai ketiduran di samping Mila karena menunggu ponselnya dikembalikan. Akibat kecelakaan 2 hari yang lalu, ponsel Mila harus diurus supaya berfungsi.Mila menepuk-nepuk wajah Diaz tanpa melihatnya. "Bangun, Diaz. Gue haus."Diaz menahan tangan Mila karena menepuk tidak pakai perasaan. Setelah mengambil air minum, dia berkata ingin keluar mencari udara segar. Diaz melarang Stephen dan Kenzie datang karena takut menyita waktu bekerja mereka. Lagipula Mila tidak perlu dikhawatirkan, dia akan sehat setelah makan banyak."Jangan keluar, gue sendirian di sini.""Kamu juga cuekin saya."Diaz yang berada di ambang pintu ragu akan mendatangi Mila atau tidak. Istrinya minta ditemani tetapi enggan sekadar berbincang agar Diaz dianggap manusia normal.Mila meletakkan ponsel Diaz di nakas lalu menarik selimut hingga menutup seluruh tubuhny
Diaz keluar dari mobilnya dan melihat sosok gadis yang duduk di kursi roda dan di sampingnya adalah asistennya yang membantu Monica melanjutkan hidup.Monica Prayoga adalah anak tunggal dari adik ayah Diaz. Sejak usia sepuluh tahun kakinya lumpuh disebabkan tertimpa reruntuhan gempa bumi, orang tuanya tidak ada yang selamat, hanya Monica. Keluarganya sempat tinggal di Kalimantan untuk menjalankan bisnis, tetapi setelah gempa bumi Monica dipindahkan ke Kepulauan Seribu dengan persetujuan Dani yang tak lain ayah Diaz. Selama itu, Monica mengasingkan diri tanpa kenal tetangga atau pun teman.Gadis manis yang mempunyai lesung pipi dan mata lebar berada di teras melihat bunga-bunga yang bermekaran dari jauh, bukan menunggu Diaz. Baginya, berada di keluarga ini membuat hidupnya kian sulit.Diaz menghampiri dan menyapanya. Monica menyuruh asistennya untuk istirahat di ruang tamu."Lo beneran kecelakaan?" sarkas Monica melihat Diaz dari bawah sampai atas tanpa ek
Thank youuuu buat teman-teman yang sempat mampir ataupun tetap bertahan masukin novel ini ke rak bacaan kaliaann. Congrats buat aku sendiri yang udah tamatin kisah mereka dengan jangka waktu sangat panjang, bab absurd, dan ending membagongkan dan ngambang.Kalian bisa anggap akan ada sekuel dari Diaz dan Mila entah itu kehidupan anak mereka atau lainnya. Tapi so far, belum ada rancangan gimana gambaran cerita selanjutnya karena masih terjebak genre Teen.Semoga kalian tetap dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa dan selalu sehat baik mental maupun fisik karena hidup tidak seringan pilus gais.Sekali lagi thank you so much!And bye bye~
"Ha? Hahaha ... Gue bayangin muka mereka bingungnya gimana."Vio tertawa puas di meja makan saat Diaz menceritakan apa yang terjadi di rumah Monica semalam.Meida menyuruh anaknya berhenti tergelak dan dengarkan saja kakaknya bicara. "Kamu tuh ya, orang lagi ngomong malah ketawa terus.""Yailah, Ma. Bayangin dong muka mereka. Apalagi Mas Agam sama istrinya yang naudzubillah, Haha." "Kapan Monica ketemu Pak Louis?" Diaz bertanya-tanya sebab sebelumnya Monica sibuk bolak-balik ke rumahnya dengan rencana balas dendam.Walaupun balas dendamnya berubah menjadi kasih sayang tak terduga. Kekeluargaan mereka sangat erat."Monica mungkin udah menduga ini bakal terjadi. Dia kan ngomong sendiri sering berdoa ketemu orang tuanya.""Vio!" Meida geram sekali dengan anaknya sampai ingin melempar sendok garpu."Mama kenapa sih sensi banget?" balas Vio."Omongan kamu itu!" "Orang Monica-nya yang bilang ke aku.""Diaz mau minta tolong, Mah."Meida menatap Vio sebab Diaz meliriknya. "Mama?" "Monica m
Sebagai CEO yang memiliki waktu senggang banyak, Diaz memberanikan diri menemui pengacara Monica. Tepat hari sebelumnya mereka bicara serius melalui telepon untuk menentukan pukul berapa akan diskusi sebab pengacara pun punya acara lain.Diaz sangat terkejut rupanya ada kakak serta adik dari orang tua Monica turut datang ke rumah anak malang itu dengan raut tidak sabaran."Semuanya kenapa di sini?" Perasaan Diaz menghubungi pengacaranya saja, tidak mereka juga. Total ada 5 orang, termasuk dirinya.Akhirnya ia bergabung dengan mereka dan itu diperdebatkan."Kenapa ada dia di sini?" sahut Winda, adik terakhir dari Ibu Monica sembari menunjuk Diaz duduk.Diaz lantas menoleh tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya ia yang memberi pertanyaan pada mereka?"Monica secara khusus meminta tolong saya untuk panggil Pak Diaz," jawab Louis tak kalah datar dari padang pasir."Hah! Kayaknya sih dia ngerayu Monica biar dikasih beberapa persen asetnya," timpal suami Winda, Agam.Kelihatan dari tampang mer
"Mama tetap gak nyangka, Mila.""Apalagi Mila, Bun."Mereka duduk besandar di ruang tamu setelah menghadiri pemakaman. Mila menatap langit-langit rumahnya seraya berkata, "Monica udah maafin Diaz belum ya, Bun? Kasihan mereka."Fila lantas menjawab, "Sebenarnya Monica pasti udah maafin Diaz dari dulu. Cuma karena mereka kurang akrab dan Monica sempat salah paham juga, dia agak canggung.""Aku padahal mau ke rumahnya lagi.""Nanti kalau Diaz ke sana aja. Dia pasti harus urus semuanya karena walinya Monica."Mila mengusap wajahnya, belum menyesuaikan kenyataan. "Mila mau mandi, Bun. Abis itu ke rumah Diaz lagi, dia harus ditemenin.""Iya sana. Bunda gapapa sendiri di sini."***Vio melihat Diaz berdiri di tengah pintu menghadap halaman belakang sembari memasukkan tangan ke saku celana. Kakaknya diam dengan deru napas teratur yang terdengar berat."Lo lagi ngapain?" Vio memberanikan diri mendekat dan berhenti di belakang Diaz."Bukan apa
Suara langkah Diaz memenuhi lorong yang dihampiri suara petir dan cahaya kilat lewat celah jendela. Sesaat dia memperlebar jarak kaki supaya cepat sampai ruang jenazah yang terletak di bagian belakang rumah sakit.Di belakang Diaz, ada Mila yang juga berusaha mempercepat langkah agar bisa mengiringi suaminya. Kesekian kalinya sudut mata mereka meneteskan bulir bening atas perasaan berkecamuk.Ada-ada saja, diwaktu kurang tepat Diaz dihubungi Bayu, sekretarisnya. "Maaf, saya lagi ada urusan. Nanti saya telepon lagi, Pak." Masalah klien tidak jadi datang besok bukan hal besar. Bayu masih bisa menangani dikarenakan situasi mendesak.Begitu masuk ke kamar jenazah, Diaz sempat menjeda nafas beberapa detik untuk meyakinkan hatinya bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bunga tidur. Di atas dua brankar terdapat dua tubuh terbujur kaku diselimuti kain putih. Petugas yang menjaga kamar jenazah malam ini hanya satu berjenis kelamin laki-laki. Dia terlihat sedang memeriksa
Guyuran hujan secara tiba-tiba membasahi tanah dan jalan sejak tengah hari. Rencana Mila pergi ke Taman depan kantor jadi urung. Apalagi niatnya mau hujan-hujanan selagi deras.Diaz menyibukkan diri di depan laptop. Liburnya tetap bekerja. Bahkan lebih pusing dia daripada Mila yang suka mengarang cerita. Omong-omong, sudah 2 hari Mila tidak update bab novel. Apa kabar komentar pembacanya?"Kamu daripada berdiri terus di jendela, mendingan bantu saya beresin ini nih." Diaz menunjuk map-map miliknya yang kurang rapi di dekat meja satunya. Saking banyaknya yang belum tuntas, dia bingung mau membereskan yang mana."Ogah. Kamu kan udah kerjain bareng sekretaris kamu," cebik Mila.Diaz melirik layar laptopnya. Benar, dia sedang melakukan panggilan video dengan sekretarisnya demi mengurus berkas baru maupun yang diarsip bulan lalu."Barangkali mau," balas Diaz.Suara petir menggelegar langsung mengejutkan Mila karena berdiri di dekat jendela.
"Udah pasang sabuk pengaman?" tanya Eric barangkali Monica menyepelekan betapa pentingnya menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, baik pengemudi maupun penumpang.Satu dehaman menjawab pertanyaan Eric. Asisten keluarga Monica tersenyum kecil dan menjalankan mobil menuju MJ Coffe untuk mengopi santai sambil mengurus jadwal-jadwal tak beraturan dan kurang sesuai dengan keinginan Bosnya.Suasana ramai lancar kendaraan roda empat dan dua masih tampak asing di mata Monica. Bolak-balik antarkota mengakibatkan ia tak dapat lihat perkembangan kota kelahiran secara bertahap. Setiap tahun terdapat penaikan penduduk di Kepulauan Seribu. Syukurlah, pulau wisata itu masih terjaga keasriannya.Pernah satu, dua kali laut sekeliling pulau tercemar akibat pembuangan minyak ilegal. Saat itu penduduk kesulitan mendapat air. Pemerintah kota berbondong-bondong meminta pasokan air bersih walaupun kurang maksimal."Ini kalau urbanisasi dikurangi mungkin 5 tahun ke depan bak
"Gimana jadwalnya? Gak bisa diubah?"Ekspresi datar yang sering ditampilkan gadis berusia 18 tahun itu bukan lagi hal baru untuk asistennya, Eric. Masalah perubahan jadwal dadakan yang dibuat Eric memang tidak disarankan jika bosnya seperti Monica.Umpatan, tatapan tajam, atau keduanya selalu didapat Eric sekali pun hubungan mereka dekat."Udah saya ubah. Jadi gak bisa diubah dua kali."SRRKKMap berwarna merah di atas meja dihempaskan begitu saja hingga lembaran di dalamnya berserakan di lantai."Astaga... " Suka tak suka Eric harus memungut tiap lembaran dan menyusunnya asal untuk diletakkan ke dalam map. "Ini ada kontrak, jangan dibuang-buang.""Lo tau sendiri kan tanggal 25 kita harus ke Sumatera buat baksos. Harusnya tanggal 26 kosongin jadwal. Bukannya malah ada kegiatan! Lo pikir gue gak butuh istirahat?""Iya tau. Tapi klien yang dari Jawa bilang tanggal 26 bisanya," bela Eric."Ya lagian lo sejak kapan mentingin
Tirai berwarna merah menghalangi sinar yang menembus masuk. Wanita berbadan dua itu tengah membaca buku tentang bisnis milik suaminya sambil merebahkan tubuh. Setelah kontrol bulanan ke dokter kandungan, hasilnya janin berkembang baik. Belum begitu buncit perutnya lantaran masih 3 bulan mengandung.Aktivitas menulis novel berkurang, bukan suruhan Diaz melainkan secara inisiatif Mila lakukan. Ia sering tertidur jika menempel kasur, lalu bangun untuk makan dan jalan-jalan di dalam rumah untuk peregangan badan.Seringkali Diaz memergoki Mila bicara dengan perutnya sambil tersenyum riang di bangku teras rumah, apalagi sebelum berangkat bekerja. Sebisa mungkin Diaz turuti keinginan Sang Istri untuk meredam amarah satu sama lain. Selagi Mila tidak meminta rumah di planet Mars, Diaz mau saja tunduk di kakinya."Lagi apa?""Gak liat? Lagi nonton video."Pertama kalinya Mila memutar dokumentasi video pernikahan mereka, sebelumnya ia mengecam Diaz agar tidak