Bela merasa tubuhnya sangat lemah dan nyaris tak berdaya. Tulang terasa seperti terlepas dari seluruh tubuh. “Lalu apa yang harus kami lakukan, Dok?” tanya Deva. "Solusi yang terbaik adalah Bu Bela harus disembuhkan. Karena untuk menyelamatkan ibu. Karena anak anda tidak berkembang," jawab dokter. Bela merasa sangat sedih. Karena baru saja membawa janin dalam perutnya jalan-jalan ke luar negeri tapi setelah mereka pulang dari sana dinyatakan tidak berkembang. Bela tidak bisa berhenti menangis. Deva mendekati Bela dan memeluknya. "Saya tidak mau kuretase. Saya mau anak kita," kata Bela lirih. "Ya, aku mengerti. Tapi keadaan tidak seperti yang kita bayangkan. Ini sudah takdir. Kamu harus terima," kata Deva lalu mengelus rambut Bela dan mengecup kening Bela. "Saya tidak rela dipisahkan dari anak saya. Saya tidak ingin disembuhkan," Bela menolak dan kemudian berontak. Dokter langsung memanggil petugas security melalui tombol yang ada di kamarnya namun Deva memeluk Bela dan dok
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Deva menjawab pertanyaan Bela. "William. Kuharap kamu bisa menerima keadaan ini! Jangan bersedih dan menyalahkan dirimu sendiri!" kata Deva. "Aku sedang berusaha melakukan itu. Jadi kamu sudah tahu penyakit yang aku derita?" tanya Bela. "Yah, aku sudah tahu dan tidak akan meninggalkanmu. Yang jelas aku akan terus bersamamu. Senang, sedih, kita akan terus bersama. Kamu harus semangat hidup!" jawab Deva. Bela menelan ludahnya. Dia berpikir jika Deva mengetahui apa yang dia alami, dia akan meninggalkannya. Deva memang pria yang baik untuknya. Setelah tiga hari di rumah sakit, Bela akhirnya pulang. Selama di rumah sakit, Bela didampingi Deva dan bergantian dengan teman-temannya, yakni Nita dan May. Nita dan May juga merasa kasihan pada Bela yang sangat berduka atas kehilangan calon buah hati Bela. Tapi itu semua takdir. Tidak ada yang bisa mengubah semua itu kecuali Tuhan. Kondisi Bela berangsur pulih. Dia bisa berjalan dan menikmat
"Entahlah, tiba-tiba aku pusing," keluh Bela. Nita lalu membawa Bela ke klinik kantor untuk berobat. Di sana Bela diperiksa oleh dokter. Mulai dari tekanan darah dan beberapa hal lainnya. Menurut dokter, semuanya normal. Mungkin dia hanya lelah dan butuh istirahat sejenak di klinik kantor.Sementara itu, Deva yang mendengar istrinya ada di klinik kantor langsung menghampiri Bela. "Bela, apa yang kamu lakukan?" tanya Deva cemas. Baru satu minggu dua minggu, yang seharusnya belajar di kantor Deva, sudah pusing. "Tiba-tiba pusing. Aku baik-baik saja. Kamu kembali saja ke kamarmu!" kata Bela. "Apakah kamu yakin? Apakah kita perlu pergi ke rumah sakit?" tanya Deva. "Tidak perlu! Dokter juga bilang aku baik-baik saja, aku hanya lelah," jawab Bela. "Kamu sudah makan?" tanya Deva. "Belum, ini belum jam makan siang," jawab Bela. “Baiklah, aku akan membelikan makanan untukmu” kata Deva lalu memesan makanan untuk dibawa ke klinik rumah sakit. Melihat Deva yang begitu perhatian
Letta tidak tahu apakah Bela ternyata hamil. Dia takut Deva akan memecatnya. “Maafkan saya, Pak! Aku tidak tahu," Letta memohon. "Aku suka Bela walaupun dia masih kecil tapi tidak pernah merepotkan orang lain seperti kamu Mbak Letta. Dia juga lebih dewasa dari kamu," bentak Deva. Bela tersanjung saat Deva membela diri di depan anak buah Deva. Bahkan sikap Deva terhadap Bela ditunjukkan dengan mendukung Bela. "Maaf, Pak. Saya tidak akan melakukannya lagi. Tolong jangan memecat saya!" tolong Letta. "Kenapa kamu yang mengontrol aku? Apa kamu tidak tahu bahwa Bela adalah istriku? Tentu pilihanku adalah yang terbaik," kata Deva. "Saya minta maaf sekali lagi. Bu Bela, saya mohon tolong Maafkan saya dan minta Pak Deva untuk tidak memecat saya!" Letta kemudian memohon di kaki Bela. "Pecat saja karyawan seperti ini! Toh masih banyak orang yang butuh pekerjaan dengan hati yang mulia," kata Nita. Bela menghela napas. Dia tahu dia bisa meminta Deva memecat Letta. "Maafkan saja dia!
Dokter menyatakan kondisi korban bernama Mike sudah stabil. Meski masih perlu mendapatkan perawatan lebih lanjut. Deva yang menunggu di sana diperbolehkan pulang. Saat Deva tiba di rumahnya, suasana di depan rumahnya masih cukup ramai. Dan untungnya listrik menyala. Bela yang belum bisa tidur karena menunggu kedatangan Deva duduk di ruang tamu. "Kenapa kamu belum tidur?" tanya Deva saat memasuki rumah. "Bagaimana aku bisa tidur? Depan rumah ramai sekali dan kamu belum pulang," kata Bela. "Oh, kamu tidak bisa tidur tanpa aku di sisimu, kan?" goda Deva. "Kamu, ya. Bagaimana kondisi korban?" tanya Bela. "Alhamdulillah stabil. Dan saya bisa meninggalkannya. Ayo, kita ke kamar! Saya mau mandi, lalu tidur," kata Deva. Keesokan harinya saat Deva sedang bekerja dan Bela kebetulan sedang tidak ada jadwal kuliah. Deva diminta ke rumah sakit karena korban ingin bertemu dengannya. Deva pun langsung dilarikan ke rumah sakit. Sudah ada polisi yang berjaga. Deva diminta masuk ke d
Keesokan harinya, Mike dan istrinya, Deva, serta Bela tiba di rumah sakit. Mereka tidak sabar menunggu hasilnya segera keluar. Setelah dokter menghampiri mereka, mereka duduk menunggu hasil. Tentu saja, mereka bisa membacanya sendiri. Namun karena keluarga Mike terlalu istimewa, hasil tes DNA dipandu oleh dokter. "Jadi bagaimana hasil tesnya, Dok?" tanya Mike. "Baik saya beritahukan hasil tes ini. Jadi Deva dan Pak Mike ada kecocokan DNA, artinya Deva memang anak kandung Pak Mike. Ditambah dengan kecocokan dengan istri Mike, artinya Deva adalah anak kandung kalian berdua," jelas dokter. Semua orang terkejut, bahkan Mike terdiam saat mengetahui bahwa Deva adalah anak kandungnya yang hilang. Selama 35 tahun ternyata mereka bisa bertemu. Deva bahkan tidak menyangka akhirnya bisa menemukan orang tuanya. "Jadi kamu anakku?" tanya istri Mike. Deva ragu tapi hasilnya memang menyatakan demikian. “Ya, memang Deva itu anak Bapak,” kata dokter. Deva pun berlutut di depan kedua or
Sepanjang perjalanan pulang, Bela masih terkejut karena Deva telah bertemu dengan orang tuanya. "Mengapa diam saja?" tanya Deva. "Tidak. Aku masih tidak percaya kamu akhirnya bertemu dengan orang tuamu. Bagaimana perasaanmu?" balas Bela. "Wah, senang sekali. Saya juga lebih senang bertemu dengan mereka karena sudah punya istri," jawab Deva. Bela terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Deva merasa sangat senang dengan kehadirannya. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Deva. "Tidak apa-apa. Aku hanya kagum pada suamiku," jawab Bela. "Kenapa? Karena aku tampan, ya?" "Oh. Seberapa percaya diri kamu? Aku heran pria dewasa sepertimu bisa memiliki istri mungil yang cantik sepertiku," jawab Bela. “Ya, karena itu memang anugerah. Kamu seperti emas yang saya temukan di antara pasir di pantai,” kata Deva. "Kamu sangat pandai berima," kata Bela. “Aku bisa melakukan apa saja untukmu, sayangku,” kata Deva. Yang membuat Bela merasa melayang. Deva sangat senang bertemu
Bela melirik Mei. Tentu saja, jika ibu mertuanya mengetahui hal ini, itu akan membuatnya marah. "Waktu itu aku dan Bela berpacaran dengan teman sekelas kita, Bu. Tapi tidak mungkin karena Bela menikah dengan kakakku. Dan teman sekelas kita sudah mengenal Bela karena mereka teman SMA," jelas May . Berharap ibunya bisa menerima alasan itu. "Oh, saya pikir Bela benar-benar ada hubungan dengan teman sekelasmu ketika Bela dan Deva menikah," kata Bu Mike. Bela terdiam. Karena dia menyadari apa yang dikatakan ibu mertuanya itu benar tetapi dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Setelah melakukan perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah toko yang cukup besar dimana tersedia banyak perlengkapan bayi dan ibu. "Bela, kamu bisa memilih apapun yang kamu mau!" kata Bu Mike. "Ya, Bu," kata Bela. Bela meraih tangan May . "Kamu seharusnya tidak mengatakan apa yang buruk dariku di masa lalu! Aku malu. Aku sudah berubah." "Ya, saya mengerti dan saya tidak bermaksud demi