Letta tidak tahu apakah Bela ternyata hamil. Dia takut Deva akan memecatnya. “Maafkan saya, Pak! Aku tidak tahu," Letta memohon. "Aku suka Bela walaupun dia masih kecil tapi tidak pernah merepotkan orang lain seperti kamu Mbak Letta. Dia juga lebih dewasa dari kamu," bentak Deva. Bela tersanjung saat Deva membela diri di depan anak buah Deva. Bahkan sikap Deva terhadap Bela ditunjukkan dengan mendukung Bela. "Maaf, Pak. Saya tidak akan melakukannya lagi. Tolong jangan memecat saya!" tolong Letta. "Kenapa kamu yang mengontrol aku? Apa kamu tidak tahu bahwa Bela adalah istriku? Tentu pilihanku adalah yang terbaik," kata Deva. "Saya minta maaf sekali lagi. Bu Bela, saya mohon tolong Maafkan saya dan minta Pak Deva untuk tidak memecat saya!" Letta kemudian memohon di kaki Bela. "Pecat saja karyawan seperti ini! Toh masih banyak orang yang butuh pekerjaan dengan hati yang mulia," kata Nita. Bela menghela napas. Dia tahu dia bisa meminta Deva memecat Letta. "Maafkan saja dia!
Dokter menyatakan kondisi korban bernama Mike sudah stabil. Meski masih perlu mendapatkan perawatan lebih lanjut. Deva yang menunggu di sana diperbolehkan pulang. Saat Deva tiba di rumahnya, suasana di depan rumahnya masih cukup ramai. Dan untungnya listrik menyala. Bela yang belum bisa tidur karena menunggu kedatangan Deva duduk di ruang tamu. "Kenapa kamu belum tidur?" tanya Deva saat memasuki rumah. "Bagaimana aku bisa tidur? Depan rumah ramai sekali dan kamu belum pulang," kata Bela. "Oh, kamu tidak bisa tidur tanpa aku di sisimu, kan?" goda Deva. "Kamu, ya. Bagaimana kondisi korban?" tanya Bela. "Alhamdulillah stabil. Dan saya bisa meninggalkannya. Ayo, kita ke kamar! Saya mau mandi, lalu tidur," kata Deva. Keesokan harinya saat Deva sedang bekerja dan Bela kebetulan sedang tidak ada jadwal kuliah. Deva diminta ke rumah sakit karena korban ingin bertemu dengannya. Deva pun langsung dilarikan ke rumah sakit. Sudah ada polisi yang berjaga. Deva diminta masuk ke d
Keesokan harinya, Mike dan istrinya, Deva, serta Bela tiba di rumah sakit. Mereka tidak sabar menunggu hasilnya segera keluar. Setelah dokter menghampiri mereka, mereka duduk menunggu hasil. Tentu saja, mereka bisa membacanya sendiri. Namun karena keluarga Mike terlalu istimewa, hasil tes DNA dipandu oleh dokter. "Jadi bagaimana hasil tesnya, Dok?" tanya Mike. "Baik saya beritahukan hasil tes ini. Jadi Deva dan Pak Mike ada kecocokan DNA, artinya Deva memang anak kandung Pak Mike. Ditambah dengan kecocokan dengan istri Mike, artinya Deva adalah anak kandung kalian berdua," jelas dokter. Semua orang terkejut, bahkan Mike terdiam saat mengetahui bahwa Deva adalah anak kandungnya yang hilang. Selama 35 tahun ternyata mereka bisa bertemu. Deva bahkan tidak menyangka akhirnya bisa menemukan orang tuanya. "Jadi kamu anakku?" tanya istri Mike. Deva ragu tapi hasilnya memang menyatakan demikian. “Ya, memang Deva itu anak Bapak,” kata dokter. Deva pun berlutut di depan kedua or
Sepanjang perjalanan pulang, Bela masih terkejut karena Deva telah bertemu dengan orang tuanya. "Mengapa diam saja?" tanya Deva. "Tidak. Aku masih tidak percaya kamu akhirnya bertemu dengan orang tuamu. Bagaimana perasaanmu?" balas Bela. "Wah, senang sekali. Saya juga lebih senang bertemu dengan mereka karena sudah punya istri," jawab Deva. Bela terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Deva merasa sangat senang dengan kehadirannya. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Deva. "Tidak apa-apa. Aku hanya kagum pada suamiku," jawab Bela. "Kenapa? Karena aku tampan, ya?" "Oh. Seberapa percaya diri kamu? Aku heran pria dewasa sepertimu bisa memiliki istri mungil yang cantik sepertiku," jawab Bela. “Ya, karena itu memang anugerah. Kamu seperti emas yang saya temukan di antara pasir di pantai,” kata Deva. "Kamu sangat pandai berima," kata Bela. “Aku bisa melakukan apa saja untukmu, sayangku,” kata Deva. Yang membuat Bela merasa melayang. Deva sangat senang bertemu
Bela melirik Mei. Tentu saja, jika ibu mertuanya mengetahui hal ini, itu akan membuatnya marah. "Waktu itu aku dan Bela berpacaran dengan teman sekelas kita, Bu. Tapi tidak mungkin karena Bela menikah dengan kakakku. Dan teman sekelas kita sudah mengenal Bela karena mereka teman SMA," jelas May . Berharap ibunya bisa menerima alasan itu. "Oh, saya pikir Bela benar-benar ada hubungan dengan teman sekelasmu ketika Bela dan Deva menikah," kata Bu Mike. Bela terdiam. Karena dia menyadari apa yang dikatakan ibu mertuanya itu benar tetapi dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Setelah melakukan perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah toko yang cukup besar dimana tersedia banyak perlengkapan bayi dan ibu. "Bela, kamu bisa memilih apapun yang kamu mau!" kata Bu Mike. "Ya, Bu," kata Bela. Bela meraih tangan May . "Kamu seharusnya tidak mengatakan apa yang buruk dariku di masa lalu! Aku malu. Aku sudah berubah." "Ya, saya mengerti dan saya tidak bermaksud demi
"Boleh, tidak baik bicara seperti itu! Alvin kesini mengajakmu berbuat baik. Ayah setuju kamu menikah di usia muda. Tidak melihat Bela, tapi Ayah akan mendukungmu jika itu baik untukmu. Ayah akan menjamin hidupmu. Alvin juga sudah berjanji akan membuatmu bahagia, May," kata Mike. "Ayah, tapi aku merasa tidak adil. Aku seperti dipaksa menikah. Aku tetap tidak mau menikah. Tapi kenapa semua orang di sini tidak mendukung keputusanku?" May kesal dengan keadaan itu. Dia ingin keluar rumah saja. Dia merasa tidak ada yang menghormati keputusannya untuk tidak menikah di usia muda. Bela bangkit dan memeluk May. "May, ayo bicara di dalam, ayo pergi!" undang dia. Dia kemudian membawa May ke dalam agar May merasa lebih tenang. Dia tahu dia berada di posisi itu karena dia pernah merasakannya. Namun untuk menjelaskan kepada May mungkin akan sedikit sulit karena dia baru menyadari indahnya pernikahan setelah beberapa bulan menikah. "Bela, apakah kamu mau mendukung mereka untuk aku me
"Aduh, kenapa perutku sakit ya?" keluh Bela. "Apa yang kamu makan sebelumnya?" tanya Deva. "Makan apa saja," jawab Bela. Tidak lama kemudian dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua yang ada di perutnya sampai habis. Bela bahkan merasa lemas karena muntah terus. Deva membenarkan kondisi istrinya. Dia melihat Bela lemas di tempat tidur. "Apa kamu baik baik saja?" Dia bertanya. Bela menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak ada gunanya. Aku makan banyak. Semuanya habis." “Bisa jadi karena terlalu banyak makan. Akhirnya tidak bisa menikmati makanan yang dimakan sendiri,” kata Deva. Bela juga merasa sudah makan terlalu banyak. Karena tadi dia merasa semua makanan disana sangat enak. Tapi dia juga menyesal karena sakit perut karena makan terlalu banyak. Sementara itu, di rumah May, dia sebagai pengantin baru merasa sangat canggung ketika dia dan suaminya berada di kamar yang sama. Dia sangat asing dengan itu. Apalagi mereka tidak pernah berkomunikasi satu s
Bela tersenyum. Ia ingin segera bertemu dengan May untuk menanyakan pengalamannya memulai berumah tangga dan memasuki rumah mereka. Dia ingat betul ketika masuk ke rumah Deva, dia ingin kabur tapi tidak bisa. "Bela, kamu sudah makan? Kalau belum, ikut mama!" bawa Bu Mike. "Iya Bu. Kebetulan saya sudah makan sebelum datang ke sini. Tapi kalau saya diundang lagi, saya tidak keberatan," kata Bela. "Kamu boleh makan lagi. Tapi jangan berlebihan! Bukannya kamu kenyang, kamu sakit perut kalau berlebihan," saran Deva. Bu Mike menoleh. "Kenapa Ren?" tanya dia. "Di hari pernikahan May, Bela banyak makan. Sesampainya di rumah dia muntah-muntah dan badannya lemas," jawab Deva. Bela merasa malu karena melakukan kecerobohan seperti itu. Tapi dia bisa mengambil pelajaran jika sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. "Bela, kalau kamu masih kenyang nanti. Aku akan menunggumu saat kamu lapar," kata Bu Mike. "Oke, Bu," kata Bela. Dia juga mengobrol dengan keluarga mertuanya. Di