Sepanjang perjalanan pulang, Bela masih terkejut karena Deva telah bertemu dengan orang tuanya. "Mengapa diam saja?" tanya Deva. "Tidak. Aku masih tidak percaya kamu akhirnya bertemu dengan orang tuamu. Bagaimana perasaanmu?" balas Bela. "Wah, senang sekali. Saya juga lebih senang bertemu dengan mereka karena sudah punya istri," jawab Deva. Bela terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Deva merasa sangat senang dengan kehadirannya. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Deva. "Tidak apa-apa. Aku hanya kagum pada suamiku," jawab Bela. "Kenapa? Karena aku tampan, ya?" "Oh. Seberapa percaya diri kamu? Aku heran pria dewasa sepertimu bisa memiliki istri mungil yang cantik sepertiku," jawab Bela. “Ya, karena itu memang anugerah. Kamu seperti emas yang saya temukan di antara pasir di pantai,” kata Deva. "Kamu sangat pandai berima," kata Bela. “Aku bisa melakukan apa saja untukmu, sayangku,” kata Deva. Yang membuat Bela merasa melayang. Deva sangat senang bertemu
Bela melirik Mei. Tentu saja, jika ibu mertuanya mengetahui hal ini, itu akan membuatnya marah. "Waktu itu aku dan Bela berpacaran dengan teman sekelas kita, Bu. Tapi tidak mungkin karena Bela menikah dengan kakakku. Dan teman sekelas kita sudah mengenal Bela karena mereka teman SMA," jelas May . Berharap ibunya bisa menerima alasan itu. "Oh, saya pikir Bela benar-benar ada hubungan dengan teman sekelasmu ketika Bela dan Deva menikah," kata Bu Mike. Bela terdiam. Karena dia menyadari apa yang dikatakan ibu mertuanya itu benar tetapi dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Setelah melakukan perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah toko yang cukup besar dimana tersedia banyak perlengkapan bayi dan ibu. "Bela, kamu bisa memilih apapun yang kamu mau!" kata Bu Mike. "Ya, Bu," kata Bela. Bela meraih tangan May . "Kamu seharusnya tidak mengatakan apa yang buruk dariku di masa lalu! Aku malu. Aku sudah berubah." "Ya, saya mengerti dan saya tidak bermaksud demi
"Boleh, tidak baik bicara seperti itu! Alvin kesini mengajakmu berbuat baik. Ayah setuju kamu menikah di usia muda. Tidak melihat Bela, tapi Ayah akan mendukungmu jika itu baik untukmu. Ayah akan menjamin hidupmu. Alvin juga sudah berjanji akan membuatmu bahagia, May," kata Mike. "Ayah, tapi aku merasa tidak adil. Aku seperti dipaksa menikah. Aku tetap tidak mau menikah. Tapi kenapa semua orang di sini tidak mendukung keputusanku?" May kesal dengan keadaan itu. Dia ingin keluar rumah saja. Dia merasa tidak ada yang menghormati keputusannya untuk tidak menikah di usia muda. Bela bangkit dan memeluk May. "May, ayo bicara di dalam, ayo pergi!" undang dia. Dia kemudian membawa May ke dalam agar May merasa lebih tenang. Dia tahu dia berada di posisi itu karena dia pernah merasakannya. Namun untuk menjelaskan kepada May mungkin akan sedikit sulit karena dia baru menyadari indahnya pernikahan setelah beberapa bulan menikah. "Bela, apakah kamu mau mendukung mereka untuk aku me
"Aduh, kenapa perutku sakit ya?" keluh Bela. "Apa yang kamu makan sebelumnya?" tanya Deva. "Makan apa saja," jawab Bela. Tidak lama kemudian dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua yang ada di perutnya sampai habis. Bela bahkan merasa lemas karena muntah terus. Deva membenarkan kondisi istrinya. Dia melihat Bela lemas di tempat tidur. "Apa kamu baik baik saja?" Dia bertanya. Bela menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak ada gunanya. Aku makan banyak. Semuanya habis." “Bisa jadi karena terlalu banyak makan. Akhirnya tidak bisa menikmati makanan yang dimakan sendiri,” kata Deva. Bela juga merasa sudah makan terlalu banyak. Karena tadi dia merasa semua makanan disana sangat enak. Tapi dia juga menyesal karena sakit perut karena makan terlalu banyak. Sementara itu, di rumah May, dia sebagai pengantin baru merasa sangat canggung ketika dia dan suaminya berada di kamar yang sama. Dia sangat asing dengan itu. Apalagi mereka tidak pernah berkomunikasi satu s
Bela tersenyum. Ia ingin segera bertemu dengan May untuk menanyakan pengalamannya memulai berumah tangga dan memasuki rumah mereka. Dia ingat betul ketika masuk ke rumah Deva, dia ingin kabur tapi tidak bisa. "Bela, kamu sudah makan? Kalau belum, ikut mama!" bawa Bu Mike. "Iya Bu. Kebetulan saya sudah makan sebelum datang ke sini. Tapi kalau saya diundang lagi, saya tidak keberatan," kata Bela. "Kamu boleh makan lagi. Tapi jangan berlebihan! Bukannya kamu kenyang, kamu sakit perut kalau berlebihan," saran Deva. Bu Mike menoleh. "Kenapa Ren?" tanya dia. "Di hari pernikahan May, Bela banyak makan. Sesampainya di rumah dia muntah-muntah dan badannya lemas," jawab Deva. Bela merasa malu karena melakukan kecerobohan seperti itu. Tapi dia bisa mengambil pelajaran jika sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. "Bela, kalau kamu masih kenyang nanti. Aku akan menunggumu saat kamu lapar," kata Bu Mike. "Oke, Bu," kata Bela. Dia juga mengobrol dengan keluarga mertuanya. Di
Saat makan siang, Alvin ada di rumah. May yang sudah menyiapkan sop ikan sedikit gugup karena baru pertama kali memasak. karena selama ini, seperti Bela, May tidak pernah memasak dan hanya mengandalkan asisten rumah tangga di rumah. Alvin masuk ke dalam rumah dan disambut oleh May. "Apakah kamu akan pulang?" May bertanya. "Ya, aku sudah memberitahumu. Dan ternyata aku tidak perlu kembali ke kantor karena urusanku sudah selesai dan aku bisa berdua denganmu," jawab Alvin lalu mencium kening May. Setelah bersih-bersih Alvin menuju ke meja makan bersama May. "Aku baru tahu kalau makanan kesukaanmu sup ikan," katanya. “Saya suka semua yang saya makan. Tapi agak condong ke sop ikan. Jarang ada kuliner yang menjual sop ikan,” kata Alvin."Aku sedang mencoba membuat sup ikan untukmu. Tapi maaf kalau masakanku tidak enak, ya!" kata May. "Serius kamu masak? Aku mau coba ini," tanya Alvin. May segera mengambilkan Alvin seporsi makanan lengkap dengan sop ikan yang telah dibuatn
May melihat ke bawah. Dia terdiam. Pesan dari dokter adalah harus segera istirahat karena besok pagi akan dilakukan operasi. Sebisa mungkin May berusaha untuk bisa memejamkan mata. Meski sulit, ia juga harus tampil maksimal besok. Tiba-tiba sudah pagi. May ingin makan tapi tetap tidak bisa. Dia hanya diperbolehkan minum air. Selain tidak bisa. Pagi itu, Deva dan Bela menjenguk May di rumah sakit. "Boleh, kamu harus kuat! Bagaimana kamu bisa melewati semua ini," kata Bela. "Kamu di sini juga, Bela. Terima kasih sudah mendukungku. Tapi apapun kekuatan ini, inilah takdirku," kata May. Waktu operasi May telah tiba. May langsung dibawa ke ruang operasi. Alvin pun mengantar ke depan ruang operasi. Tapi tidak bisa masuk. May juga telah meminta restu dari orang tuanya untuk melakukan operasi ini. May memasuki ruang operasi dengan mata berkaca-kaca. Bela tidak tega. Dia ingin bertemu dengan May dan menanyakan tentang pernikahan dan juga malam pertama May. Tapi sebenar
Satu minggu kemudian May dinyatakan diperbolehkan pulang. Ia merasa sedikit lega karena menurut dokter tumor di payudaranya sudah hilang. Sekarang baru pemulihan. May memilih pulang ke rumah Alvin sendirian. Entah bagaimana dia merasa nyaman ketika dia pulang. Padahal disana dia akan sendirian jika Alvin tidak ada disana. Tapi untuk sementara, Bu Mike menemani May di rumah. Hari ini Bela juga mengunjungi rumah May. Dia diantar oleh Deva. Dan siang ini adalah jadwal kuliah pertama semester ini. "May, apakah kamu merasa jauh lebih baik?" tanya Bela. "Iya, saya merasa lebih baik. Hanya saja kadang masih agak nyeri di bagian ini," jawab May sambil duduk di sofa ruang tamu. Bela tidak tahu apa yang May rasakan saat itu tapi dia bisa melihat bahwa May memang terlihat lebih baik. Ia juga melihat rumah May dan Alvin cukup luas dan indah. Bela juga disuguhi makanan dan minuman untuk cemilan oleh asisten rumah tangga May. "Rumahmu juga nyaman, ya?" "Iya, aku juga senang d
Long weekend membuat Deva banyak waktu bersama keluarga nya. Setelah kemarin ikut mengantarkan sang buah hati ke mall untuk ikut lomba menggambar hari ini Deva memiliki rencana untuk ke panti asuhan dimana dulu ia dibesarkan. Deva ingin menanamkan rasa syukur dan berbagi pada kedua buah hatinya. Kalau Indra mungkin belum mengerti tapi saat ini ia ingin mengajak mereka semua untuk ke panti asuhan."Bu, kapan kita berangkat?" tanya Luna yang sedang antusias untuk berangkat ke panti asuhan. Deva memang sudah menyiapkan beberapa hal yang perlu dibawa ke sana seperti paket alat tulis, uang dan juga paket makanan yang akan diberikan pada penghuni panti asuhan dan ia juga sedang bersiap."Iya, tunggu kakek dan nenek. Kalau mereka sudah datang kita berangkat bersama," jawab Bela. Ia sedang bersiap dengan Indra juga. Tak berselang lama ternyata kakek dan neneknya Luna datang."Yey, kakek dan nenek sudah datang," ucap Luna begitu gembira menyambut kedatangan kakek dan nenek nya. "Apakah semu
Saat ini Bela sedang menemani Luna belajar. Luna adalah anak yang suka belajar tanpa disuruh. Bela senang melihat anaknya begitu. Meskipun masih duduk di bangku taman kanak-kanak tapi bakat Luna terlihat yaitu senang menggambar. Bela bangga padanya karena ia juga gigih dan sabar. Bela berencana ingin mencoba mengikuti sebuah perlombaan menggambar yang akan digelar di sebuah mall besar."Luna, besok ada lomba menggambar apa kamu mau ikut?" tanya Bela."Dimana, Bu?" balas Luna."Di mall. Ibu nggak minta kamu untuk bisa menang kok yang penting kamu berani saja itu sudah membuat ibu bangga," jawab Bela mencoba memberikan semangat untuk Luna."Iya, Bu, Luna mau ya? Tapi diantar Ibu ya?" pinta Luna."Ya, tentu saja. Besok kita berangkat sama-sama." Bela pun membiarkan Luna melanjutkan menggambar bunga.Keesokan harinya sesuai janji Bela akan mengantarkan Luna ke mall untuk mengikuti lomba. Perlengkapan seperti pensil warna dan alat lain juga sudah disiapkan. Karena hanya tempat menggambar
Bela sekarang disibukkan dengan mengurus dua anaknya. untung saja Deva selalu menorehkan perhatian lebih kepada Bela. Deva juga selalu membawa pekerjaannya ke rumah untuk menjaga Bela. Deva juga sering mengantar jemput anaknya di sekolah.Seperti saat ini, Deva baru saja pulang dari kantor dengan membawa setumpuk berkas di tangannya. Bela yang berada di teras rumah menatap suaminya dengan tatapan bingung. Setidaknya, Deva bisa mengerjakan berkas itu di kantor. Lagi pula, ini bukan pertama bagi Bela. Deva berjalan mendekat ke arah Bela lalu menaruh beberapa tumpukan berkas itu di meja samping Bela. Deva langsung mengecup kening Bela dengan penuh kasih sayang lalu beralih mengecu kening Indra yang berada di gendongan Bela. “Kenapa kamu membawa banyak tumpukan berkas itu ke rumah? Kamu bisa mengerjakannya di kantor, Dev. Jika seperti ini kamu akan kesusahan nantinya,” ujar Bela. “Tidak. aku tidak akan meninggalkan kamu dengan mengurus dua orang anak sendirian. Aku akan membantu kamu m
“Maaf, Bel. Aku belum bisa ke sana saat ini. Tetapi aku akan segera ke sana. aku menunggu Alvin pulang,” kata May di telepon. Wanita itu memang tengah bertelepon dengan Bela. Tentu saja untuk mengucapkan selamat karena kelahiran anak keduanya. May ikut senang akan hal itu. Tetapi bila bisa jujur, ia juga merasa sedih. Bagaimana tidak? Di saat dia mengharapkan anak kedua, justru takdir berkata lain kepadanya. Siapa pun wanita seperti May tentu saja akan merasa sangat sedih. Bagi May, ini bukan perkara yang mudah. Bohong bila ia berkata, bahwa ia bisa menerima keadaannya saat ini. Dari hari terdalam, May sangat iri dengan sahabatnya itu.“Tidak apa, aku tahu,” jawab Bela. “Hari ini aku juga sudah bisa pulang,” sambung Bela. “Aku ikut senang, Bel. Jika bisa, aku akan mendatangi kamu sendiri ke sana. Tetapi Alvin mau bersama menengok kamu,” kata May. Alvin juga tadi sempat memberi tahu May bahwa Bela hari ini melahirkan. Alvin juga mengajak May untuk menengok keponakannya itu setelah
Dua bulan sudah berlalu, kini May sudah bisa menerima keadaannya. Walau sempat kondisinya turun.Bela selama kandungannya tua juga sering berada di rumah Alvin saat suaminya tidak ada. Seperti saat ini, Bela sudah berada di rumah May. Mereka baru saja pulang mengantarkan anaknya pulang dari sekolahnya. Dan ini saatnya, mereka bersantai sambil membaca beberapa buku di ruang tamu. “Bel, lihatlah! Ada yang jual pakaian lucu untuk bayi perempuan,” kata May sambil menunjukkan ponselnya kepada Bela. Bela juga terkesima dengan satu set pakaian lucu yang ditinjukan May. “Sangat lucu!” pekik Bela. “Apakah kamu harus membelinya? Sepertinya, iya! Ini edisi terbatas, Bel. Cepat miliki,” kata May lagi. Bela terdiam. Apakah ia harus membelinya? Tetapi untuk apa? jika anaknya perempuan nanti, masih ada pakaian milik Luna. Bukannya berniat memberikan anak yang keduanya berang bekas, tetapi memang pakaian Luna yang dulu masih bagus dan ada beberapa yang baru. Jika membeli lagi bukankah sangat di
Makan malam hari ini terasa nikmat karena kebersamaan. Ibu Mike sejak tadi juga tidak henti-hentinya bercerita kepada kedua cucu tercintanya. Luna dan juga Inara. Sangat memenangkan! Netra Bela tidak sengaja menatap ke arah May. Wanita itu memegangi perutnya sambil keringat yang membasahi wajahnya. Apakah ada yang terjadi dengan May? “May?” panggil Bela.May langsung saja mengubah posisinya menjadi tegak. May menatap Bela dengan senyum yang wanita itu paksakan. Bela tahu itu! Lagi pula, Bela tidak satu atau dua bulan bersama May. Jelas sangat tahu bagaimana jika May tengah menyembunyikan sesuatu. “Ada apa, Bel?” tanya May. Deva dan juga Alvin kini juga ikut menatap Bela dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya. Tidak hanya itu, pak Seno pun juga ikut menatap ke arah Bela. Bela menjadi canggung saat hampir semua netra menatap ke arah dirinya. Bela menggeleng, lalu kembali melanjutkan makannya tanpa jadi berbicara kepada May. Mau tentu sangat penasaran dengan Bela. Tetapi May juga
“Sayang, bagaimana dengan ini? Ini sangat menggemaskan,” kata Deva sambil menunjukkan sebuah baju kecil berwarna pink. Baju perempuan. “Adik Luna perempuan?” tanya Luna sambil menatap Deva bingung.Memang sampai detik ini, sudah tiga bulan berjalan. Deva dan Bela tidak mau melakukan USG. Bela mau nanti jenis kelamin anaknya menjadi kejutan. Sebenarnya Deva sudah sangat penasaran, tetapi Bela tetap tidak mau melakukan USG. Pada akhirnya, Deva yang harus mengalah. Deva atau pun Bela juga tidak pernah mempermasalahkan jenis kelamin anaknya nanti. Yang terpenting bagi Deva, anak dan istrinya sehat semua. Itu sudah cukup. Ia tidak banyak menunut. Menerima ada yang diberikan kepada Tuhan untuknya. Deva menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. “Ayah, adik Luna perempuan?” ulang Luna lagi. “Belum tahu, Sayang. Nanti kita tahu jika sudah lahir,” jawab Bela. Deva tersenyum kepada anaknya, dia juga memasukkan baju itu ke dalam troli belanja. Bela menatap tak percaya ke arah su
“Sayang, ada apa?” tanya Deva kala melihat wajah Bela yang sangat begitu terkejut. Bela memang tengah menelepon seorang, entah apa yang orang itu katakan kepada Bela hingga membuat raut wajah istri Deva itu berubah terkejut. Tentu saja itu membuat Deva juga ikut penasaran. Siapa yang tengah istrinya telepon? Bela mengisyaratkan Deva untuk diam, sementara Bela terus melanjutkan teleponnya. Samar-samar, Deva dapat mendengar suara yang sangat dikenalinya. May? Ya! suara itu adalah suara May! Apa yang mereka bicarakan? “Aku akan ke sana setelah ini, kamu tenang dulu,” kata Bela. “Apakah sudah selesai?” tanyanya lagi. Deva terus saja mendengarkan apa yang istrinya bicarakan dengan saksama, walau suara lawan bicaranya sama sekali tak terdengar. Deva melahap makannya dengan netra yang fokus pada Bela. “Aku turut sedih. Semoga saja semua akan baik-baik saja,” kata Bela dengan nada sedih. Deva semakin penasaran. Apa yang sedang terjadi sebenarnya?“Baiklah. Aku akan ke sana nanti. Kamu
“Ibu, Inara merasa bosan di rumah terus,” kata gadis kecil itu kepada May-sang ibu. May yang sedang menyiram tanaman langsung saja menoleh ke arah anakannya. Saat ini hari Minggu, jadi May dan Inara bersantai di rumah. “Kamu mau ke rumah Luna?” tawar May. Inara tidak langsung menjawab pertanyaan sang ibu. Iya justru terdiam beberapa. Hal itu tentu saja membuat May penasaran. Apakah ada yang terjadi dengan Inara serta Luna? Biasanya anaknya itu selalu senang saat bermain bersama Luna. Namun berbeda kali ini. “Inara, ada apa? kamu sedang berantem dengan Luna?” tebak May. Inara menggeleng. “Tidak, Ibu. Aku hanya ingin bermain bersama Ibu. Aku bosan,” jawab gadis kecil itu. May yang mendengar hal itu bernafas lega. Setidaknya mereka tidak bertengkar, kan? May sudah berpikir yang tidak-tidak mengenai anaknya dan juga Luna. “Lalu, kamu mau ke mana?” tanya May. Wanita itu mematikan keran air dan menghampiri putrinya yang tengah bermain tanah dalam pot. May langsung saja membawa Inara