Bela masih ditanya soal isi wawancaranya. Mengingat tugas tersebut dinilai cukup berat karena bisa saja mahasiswa kesulitan untuk mewawancarai seorang CEO hanya dalam waktu satu hari.Namun Bela mengatakan jika dia memiliki saudara laki-laki yang menjadi CEO dan itu memudahkannya menyelesaikan tugasnya. Dosen pembunuh mengerti dan Bela meninggalkan ruangan dosen. Di depan ruang dosen, Parka sudah menunggu kedatangan Bela. "Bela," panggil Parka sambil menarik tangannya. "Apa?" tanya Bela. "Kenapa kamu tidak membalas pesan dariku? Hanya karena kamu salah paham sedikit saja kamu mengabaikanku," tanya Parka. “Aku sibuk, aku juga tidak sempat melihat ponselku dan aku baru membukanya saat hendak berangkat ke kampus,” jawab Bela. "Baiklah kalau begitu. Sekarang ikut aku! Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," kata Parka. "Saya tidak bisa. Suami saya menunggu di gerbang," Bela menolak. "Katakan saja kalau ada tugas atau hal lain seperti biasa," saran Parka. "Nggak bisa. Kan udah g
“Ya, karena aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” jawab Deva. "Kemana?" tanya Bela. Sebelum pukul 13.00, Bela tiba di kampus ditemani Deva. Dan Deva menunggu di pintu gerbang. Bela menyerahkan tugas kepada dosen pembunuh itu. Namun, itu tidak berhenti di situ. Bela masih ditanya soal isi wawancaranya. Mengingat tugas tersebut dinilai cukup berat karena bisa saja mahasiswa kesulitan untuk mewawancarai seorang CEO hanya dalam waktu satu hari.Namun Bela mengatakan jika dia memiliki saudara laki-laki yang menjadi CEO dan itu memudahkannya menyelesaikan tugasnya. Dosen pembunuh mengerti dan Bela meninggalkan ruangan dosen. Di depan ruang dosen, Parka sudah menunggu kedatangan Bela. "Bela," panggil Parka sambil menarik tangannya. "Apa?" tanya Bela. "Kenapa kamu tidak membalas pesan dariku? Hanya karena kamu salah paham sedikit saja kamu mengabaikanku," tanya Parka. “Aku sibuk, aku juga tidak sempat melihat ponselku dan aku baru membukanya saat hendak berangkat ke kampus,”
"Masuk saja dulu!" ajak Deva. Bela masuk ke dalam mobil yang biasanya ada sopirnya, kali ini Deva sendiri yang menyetir. Deva kemudian melajukan mobilnya ke suatu tempat. Bela yang penasaran terdiam hingga akhirnya mereka singgah di sebuah resort. "Apa yang kita lakukan di sini?" tanya Bela. "Ingin bersenang-senang? Kamu bilang besok tidak ada kelas. Jadi aku ingin kita menghabiskan waktu bersama di sini. Apakah kamu menyukainya?" jawab Deva. Untuk kedua kalinya, Deva mengajak Bela ke sebuah resort. Dulu saat pengantin baru, Deva, mengajaknya ke sana karena masih sangat enggan berduaan. Kali ini Bela sudah mulai mencintai Deva. Tidak ada persiapan apapun bagi Bela untuk pergi ke sana. Bahkan masih menenteng tas kuliahnya. "Kenapa nggak bilang? Aku bisa bawa baju," protes Bela. "Jangan khawatir! Kita belanja apa saja yang kamu butuhkan, Bela. Jadi jangan khawatir! Sekarang kita makan dulu, aku cukup lapar! Habis itu kita belanja," kata Deva. Bela menurut saja. D
"Tidak apa-apa. Aku suka kamu belum atau sudah mandi. Setelah sarapan, kita turun! Pemandangan di sana bagus banget. Jadi kita langsung ke restoran di bawah," kata Deva. Bela sedikit kesal. Mengetahui bahwa dia akan diajak snorkeling, tentu saja dia tidak akan mandi pagi ini. Tapi itu terjadi. Bela membayangkan kalau sore ini ada jadwal kuliah tapi pagi ini masih ada. Bukankah akan terlambat jika dia pergi ke perguruan tinggi nanti? "Kenapa kamu masih berdiri di sana?" tanya Deva. "Aku ada jadwal kelas sore ini. Lalu jam berapa kita pulang?" Jawab Bela. "Cek HP dulu! Mungkin ada informasinya," jawab Deva. Bela bingung. Ia lalu membuka ponselnya dan ternyata ada pesan dari rombongan kelas bahwa kegiatan belajar mengajar di kelas hari itu dibatalkan dan diganti dengan tugas lain. “Jadwal kuliah hari ini dibatalkan,” kata Bela menatap wajah Deva. "Yah, itu berarti kita bisa pulang malam ini. Besok juga hari Minggu, jadi sebaiknya kita bermalam lagi. Jika kamu mau, jika kam
"Nggak kemana-mana. Tapi saya mau membicarakan pekerjaan sebentar dengan anak buah saya. Saya tidak libur. Di balkon depan saja," jawab Deva. "Oh, aku pikir kamu mau kemana," kata Bela lalu menempatkannya di posisinya. "Kau tidak ingin menjauh dariku, kan?" goda Deva. Bela hanya mengerucutkan bibirnya. Deva segera melanjutkan pekerjaannya. karena dia sudah berjanji jika ada pekerjaan. Bela dengan santai berbaring di tempat tidur yang begitu empuk. Dia merasa bebas. Lupakan semua kenangan bersama Parka. karena dulu Parka juga sering memakainya untuk makan. Lebih tepatnya dengan makan parasit. Bela tidak merasa kehilangan banyak uang. karena Bela juga memegang kartu kredit yang bisa dia gunakan dengan bebas untuk apa saja kapan saja. Parka juga beberapa kali diminta untuk membeli sesuatu yang mahal seperti jam tangan, tas, atau sepatu. Saat itu Bela pun dengan senang hati memberikannya. karena baginya, Parka juga bisa memberikan kebahagiaan. Tapi begitu Parka hendak me
Suatu hari tidur di rumah Ayah, Bela merasa sangat rindu. Selama ini Deva tidak pernah mengajak Bela pulang karena tidak mau. Lebih nyaman di rumah Deva. Namun tiba-tiba Bela teringat pada keluarga Deva yang tak pernah dikenalkan padanya. Saat Deva baru saja selesai berbicara dengan mertuanya. Dia memasuki ruangan. "Saya ingin bertanya," kata Bela. "Tanya apa sayangku?" kata Deva. "Hah, dimana orang tuamu? Selama menikah aku tidak pernah bertemu dengan orang tuamu," tanya Bela. Deva menelan ludah. "Saya tidak tahu siapa orang tua saya. Karena sejak kecil saya berada di panti asuhan. Dan ketika saya bisa bekerja saya membuat rumah sendiri." Bela mengernyitkan dahi. "Apa? Apakah kamu panti asuhan?" "Ya, benar. Kenapa?" "Kenapa kamu tidak memberitahuku?" tanya Bela. "Karena kamu tidak pernah bertanya. Jadi aku tidak memberitahumu. Kalau kamu bertanya seperti ini, aku bisa menjawab dari hati ke hati," jawab Deva. "Apakah kamu tidak ingin tahu siapa orang tuamu?" tanya B
Bela menangis. Artinya, Deva dulu mengalami semua hal yang ada di panti asuhan. Bela pun mendengar bahwa sejak kecil Deva memang anak yang berpenampilan pekerja keras dan rendah hati. Jangan pernah aneh dalam melakukan apapun. Dan ternyata Deva keluar dari panti asuhan setelah lulus SMA dan kembali ke sana untuk menjadi donatur setelah bekerja sebagai CEO. Setelah Bela pulang dari panti asuhan, Bela langsung berbenah. Kemudian istirahatlah karena dia sangat lelah. Memikirkan apa yang baru saja dilihatnya di panti asuhan membuatnya merasa sangat bersyukur. Apalagi Deva memang orang yang sangat baik. "Bel, kamu mau makan apa?" tanya Deva.Bela berbalik. Sebagai seorang istri, dia harus menjadi orang yang menyiapkan makanan untuk suaminya. Bukan sebaliknya. "Aku ingin menyiapkan makanan untukmu," kata Bela. Deva tersenyum. "Tidak apa-apa. Kamu masih hamil dan muda. Jadi aku senang melayanimu." "Aku malu. Harusnya aku yang melakukan itu padamu," kata Bela murung. Deva me
Sup ikan"Sayang sekali. Kalau ada, aku ingin laki-laki seperti suamimu," kata Nita. "Tidak perlu banyak berfantasi! Ketika tiba waktunya jodohmu datang, tentu kamu juga akan menikah," jawab May. "Berapa umurmu, Bela?" "Masih 1 bulan. Ayo makan ini dulu!" kata Bela. Satu jam kemudian May dan Nita berpamitan. Karena aku merasa tidak enak jika bermain terlalu lama saat suami Bela ada di rumah. Bela menghampiri Deva yang berada di ruang tamu. "Temanmu ada di rumah?" tanya Deva. "Sudah. Mereka bilang kamu ganteng. Sampai mereka bilang kalau ada lagi yang dia mau," kata Bela. "Lalu bagaimana kabarmu?" "Maksud Anda?" Bela bingung. "Maksudku, jika ada orang sepertiku lagi, bagaimana denganmu?" "Sudahlah, biarkan saja. Yang penting kamu milikku," kata Bela. "Apakah kamu bersedia membiarkan aku dimiliki oleh orang lain?" "Wah nggak boleh. Jangan sampai kamu disentuh wanita lain padahal itu temanku," kata Bela. "Bisa dibilang begitu. Menurutmu bagaimana perasaanku saat bersa