Warning!! 21+
Raven bangun pagi dengan bahagia. Dilihatnya Nana masih terlelap di sampingnya dan tampak kelelhan. kondisi kamar berantakan, baju berserakan dan seprei acak-acakan. Semalam Raven memang menyentuh Nana lagi habis-habisan. Dia sepertinya mulai kecanduan kegiatan itu. Dan merasa senang juga karena Nana juga tampak menikmatinya walaupun masih malu-malu.
Sebelumnya Raven tidak pernah memikirkan tentang masa depan pernikahan. Tapi semenjak Nana hadir, mimpinya yang dulu berisi sebagian besar tentang perusahaan dan menjadi kekasih Bunga, berubah drastis. Raven ingin segera memiliki anak sekarang. Dengan wajah perpaduan antara dirinya dan Nana. Pasti menggemaskan jika setiap dia pulang bekerja ada yang berlari terseok-seok minta di peluk olehnya sambil meneriakan ayah. Raven bahkan sudah segera memikirkan rumah ketika hendak menikah dengan Nana dulu. Benar-bemar rumah bukan apartemen. Raven ingin keluarga kecilnya hidup di linghkungan yang lebih baik.
Tap
Raven datang menemui Haryo di kantor polisi. Sedikit prihatin melihat kondisi ayah mertuanya itu. Tapi Haryo tetap tersenyum menyambutnya, tidak terlihat menyesal sama sekali. Haryo malah terlihat lebih lega dibanding ekspresinya sebelum Raven menikahi Nana.“Bagi orang tua, anak adalah segalanya. Mungkin kejadian yang menimpa ayah bisa memberimu pelajaran berharga Ven, bahwa orang tua akan melakukan segalanya untuk melindungi anaknya. Ayah tidak pernah menyesali keputusan ayah menikahkanmu dengan Nana sekalipun ayah harus berakhir disini.” Ucap Haryo tulus. Raven mengangguk, sedikit murung dimata Haryo tapi sebenarnya memang seperti itu ekspresinya jika sedang berpikir.“Raven akan berusaha untuk membantu ayah keluar dari sini.” Ucap Raven pelan.“Ayah dan Bunda sudah merundingkan ini. Lindungi Nana saja Ven, tidak masalah ayah berada disini. Memang ini resiko yang sudah ayah pertimbangkan sejak awal.” Jawab Haryo sabar. Juju
Raven terus merenungi apa yang terjadi dengan keluarga mertuanya sembari menunggu kopi dari Nana. Haryo terlihat sangat ikklas menerima semuanya tapi bagi Raven ini sangat tidak adil. Keluarga Adit terasa sangat keterlaluan yang justru membuat Raven curiga. Ada apa dengan Nana? Kenapa mereka begitu menginginkan Nana padahal banyak sekali wanita di luar sana. Adit sendiri tidak terlihat seperti cinta mati dengan Nana. Lalu kenapa harus Nana?“Mas, ini kopinya.” Ucap Nana lembut membuat Raven sedikit terlonjak kaget. Dia bahkan tidak sadar Nana masuk ke dalam ruangannya karena terlalu asyik berpikir.“Terimakasih.” Balas Raven dengan senyuman manis. Tepat ketika Nana berbalik hendak pergi, Raven menarik pinggang ramping istrinya itu dan membuat Nana duduk di pangkuannya. Menghirup aroma Nana dalam-dalam sambil tersenyum bahagia.“Mas, lepasin Nana! Mama udah nunggu di dapur.” Cicit wanita itu sambil berusaha melepaskan diri tapi
Ada yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata jika itu tentang cinta. Bahkan Raven sendiri kadang tidak mengerti kenapa kehadiran Nana bisa merubah hampir sebagian besar cara hidupnya. Raven jadi lebih pengertian, lebih ingin berjuang, lebih ingin melakukan yang terbaik. Raven ingin selalu terlihat sempurna di mata Nana, karena ketakutan akan kehilangan begitu besar. Kehadiran Nana di hidupnya, membuat Raven berkesimpulan bahwa rasa sukanya pada Bunga dulu, bukanlah cinta yang sesungguhnya.Raven sedang duduk bersama Miko ketika tiba-tiba saja Bunga datang. Terlihat masih ada bekas luka di wajahnya seperti milik Nana.“Ven bisa bicara sebentar?” Tanya wanita itu terlihat murung.“Gue lagi kerja Nga.” Tolak Raven halus. Memang dia sedang membicarakan pekerjaan bersama Miko.“Sebentar doang Ven, aku Cuma mau bicara sebentar doang.” Ucap Bunga memohon. Tiba-tiba merasakan sakit teramat sangat di hatinya mendengar Raven m
Semua orang yang berhubungan buruk dengan Raka maka akan dihancurkan perlahan. Mulai dari pekerjaanya, reputasinya, hingga ke keluarganya. Raven sedikit ngeri membayangkan apa yang akan terjadi pada keluarga Adit mengingat Raka begitu murka. Anggi yang biasanya kalem dan tidak mau ikut campur urusan orang lain saja terlihat sangat marah.“Sakit yah mas?” Tanya Nana lembut sambil menyentuh luka di wajah Raven pelan-pelan sekali. Mata Nana memerah karena banyak menangis. Sesuatu yang sangat tidak disuakai Raven.“Enggak kok, kan udah kamu obati tadi.” Jawab Raven sambil tersenyum.“Maafin Nana yah mas, semuanya jadi terluka gara-gara Nana.” Ucap Nana sambil kembali mengeluarkan air mata. Raven segera menghapusnya.“Siapa yang bilang gara-gara kamu hmm? Bukan salah kamu kok, ini mutlak salah Adit dan keluarganya karena menginginkanmu padahal kamu kan punya mas.” Raven mengusap lembut rambut Nana menenangkan.
Raven merasa bahwa dia tidak bisa menyerahkan segalanya pada ayahnya. Bagaimanapun Nana adalah istrinya dan sepenuhnya adalah tanggungjawabnya. Setidaknya Raka sudah membantu banyak, termasuk soal bagaiamana cara membebaskan haryo. Raka memang benar, hal yang paling utama dari semua ini adalah membebaskan Haryo terlebih dahulu sebelum perkara itu sampai di persidangan final.Raven termenung di ruang kantornya, dihadapannya ada Miko yang sejak tadi dia ajak diskusi. Raven sudah tidak memiliki teman-teman yang bisa dipercaya saat ini sebab semuanya mulai terhasut oleh Bunga. Termasuk teman dekat Raven sendiri. Tapi Raven hendak berusaha membujuk salah satu temannya yang menurutnya bisa memberikan bantuan mengenai pencarian informasi.“Ven menurut info yang gue dapet, beberapa tempat yang sering di kunjungi Adit ada di dekat sini. Tapi gue yakin di dekat sini, Adit tidak akan berani nakal. Jadi kita harus mengirim orang mengawasinya ketika dia bepergian jauh.”
Pagi ini Raven bangun lebih awal dibanding Nana. Istri kecilnya itu terlihat damai, menempel di tubuh Raven seperti koala. Raven tersenyum geli. Jika dalam keadaan sadar mana mau Nana menempel begitu.Tidak tahan, Raven mengecup dua kelopak mata Nana yang tertutup. Memandangi wajah Nana seperti ini, tidak pernah sedikitpun membuat Raven bosan. Nana selalu cantik, bukan jenis cantik yang berlebihan. Nana juga lembut dan pemalu, membuat Raven selalu tidak ingin jauh. Beruntung mereka sudah menikah sekarang sehingga Raven bisa berdekatan sesukanya dengan Nana tanpa ada halangan dosa.“Mas nggak tidur?” Tanya Nana serak. Kemudian semakin membenamkan wajahnya ke dada Raven. Membuat Raven tersenyum geli. Jika di kasur Nana masih mau berdekatan begini, tapi kalau di luar pasti tidak mau. Nana terlalu pemalu. Tapi Raven maklum karena umur Nana masih belia dan dia juga belum pernah pacaran sebelumnya.“Mas kebangun tadi.” Jawab Raven sambil menciu
Adit terlihat sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Disampingnya ada para gadis genit yang sejak tadi bergelayut manja di sampingnya membuat Miko semakin mual. “Bagaimana mungkin di dunia ini ada gaya hidup seperti itu, akan jadi apa Nana jika menjadi istrinya. Untung saja waktu itu lo masuk kamar Nana, kalau nggak gue nggak bisa bayangin.” Miko berbicara pada Raven yang dibalas laki-laki itu dengan senyuman tipis. Setidaknya sekarang kakak iparnya itu merasa bahwa kesalahan Raven adalah penyelamat Nana, padahal sepanjang perjalanan Raven bersama Nana, Miko sudah memukulnya dua kali. Raven tidak menyalahkan, karena jika Raven berada di posisi Miko dia juga akan melakukan hal yang sama.“Gue sedikit ragu mas kalau selama ini keluarga Adit dan Adit tinggal di Luar Negri, pergaulan Adit terlalu luas di sini untuk ukuran seseorang yang menghabiskan banyak waktunya di Luar Negri.” Ucap Raven diangguki oleh Miko.“Sejak ayah mengatakan
Hari ini akhirnya Haryo berhasil di keluarkan dari penjara. Dibebaskan dari segala tuntutan karena selain terbukti Adit menggunakan obat-obatan terlarang, Raven dan Rio kemarin diam-diam menemui tunangan Adit dan membujuknya untuk mengakui pertunangan mereka. Hal itu tidak sulit karena ternyata wanita itu juga merasa sudah terlalu sering di sakiti oleh Adit. Bukan hanya secara mental tapi juga secara fisik. Secara hukum perjanjian itu batal bukan karena Haryo menikahkan Nana dengan Raven tapi kerena dari pihak Adit sudah terlebih dahulu melanggar poin-poin yang tidak boleh dilanggar.Raven dan miko lega bukan main, merasa tenang juga karena Adit sudah berada di dalam jeruji besi sehingga tidak perlu membatasi ruang gerak Nana lagi. Raven juga sudah mulai membayangkan mungkin saja melakukan bulan madu yang singkat bersama Nana akan terasa menyenangkan.“Halo mah.” Jawab Raven pada dering kedua panggilan dari mamanya.“Raven gawat, Nana sedang me