Adit terlihat sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Disampingnya ada para gadis genit yang sejak tadi bergelayut manja di sampingnya membuat Miko semakin mual. “Bagaimana mungkin di dunia ini ada gaya hidup seperti itu, akan jadi apa Nana jika menjadi istrinya. Untung saja waktu itu lo masuk kamar Nana, kalau nggak gue nggak bisa bayangin.” Miko berbicara pada Raven yang dibalas laki-laki itu dengan senyuman tipis. Setidaknya sekarang kakak iparnya itu merasa bahwa kesalahan Raven adalah penyelamat Nana, padahal sepanjang perjalanan Raven bersama Nana, Miko sudah memukulnya dua kali. Raven tidak menyalahkan, karena jika Raven berada di posisi Miko dia juga akan melakukan hal yang sama.
“Gue sedikit ragu mas kalau selama ini keluarga Adit dan Adit tinggal di Luar Negri, pergaulan Adit terlalu luas di sini untuk ukuran seseorang yang menghabiskan banyak waktunya di Luar Negri.” Ucap Raven diangguki oleh Miko.
“Sejak ayah mengatakan
Hari ini akhirnya Haryo berhasil di keluarkan dari penjara. Dibebaskan dari segala tuntutan karena selain terbukti Adit menggunakan obat-obatan terlarang, Raven dan Rio kemarin diam-diam menemui tunangan Adit dan membujuknya untuk mengakui pertunangan mereka. Hal itu tidak sulit karena ternyata wanita itu juga merasa sudah terlalu sering di sakiti oleh Adit. Bukan hanya secara mental tapi juga secara fisik. Secara hukum perjanjian itu batal bukan karena Haryo menikahkan Nana dengan Raven tapi kerena dari pihak Adit sudah terlebih dahulu melanggar poin-poin yang tidak boleh dilanggar.Raven dan miko lega bukan main, merasa tenang juga karena Adit sudah berada di dalam jeruji besi sehingga tidak perlu membatasi ruang gerak Nana lagi. Raven juga sudah mulai membayangkan mungkin saja melakukan bulan madu yang singkat bersama Nana akan terasa menyenangkan.“Halo mah.” Jawab Raven pada dering kedua panggilan dari mamanya.“Raven gawat, Nana sedang me
Raven tersenyum geli melihat seharian ini Nana terkesan cuek. Selalu menghindar ketika Raven hendak menempel. Menyibukkan diri bersama Anggi. Padahal di atas ranjang gadis itu tidak menolak sentuhannya semalam. Rupanya memang cara Nana marah sangat menggemaskan. Raven justru sangat terhibur.“Na, mas mau kopi dong, anter ke ruang kerja yah?” Ucap Raven sambil tersenyum menuju ruang kerjanya. Dia berencana mengintrogasi Nana lagi dengan cara yang sedikit panas. Hitung-hitung memberi hukuman kecil untuk istri kecilnya itu.Anggi yang sudah mencium bau-bau kemarahan Nana tersenyum geli. Dia tahu bahwa putranya sengaja menarik Nana ke ruang kerjanya untuk berbaikan mungkin, atau untuk sesuatu yang sedikit nakal. Belakangan ini Anggi mulai bisa membaca bahwa putranya yang dulu seperti robot itu sudah bucin akut pada istrinya dan suka mesum di mana-mana jika tidak ketahuan.“Buatin kopi dulu buat mas, kalau ngamuk serem loh Na.” Anggi memanasi.
Raven merasa sangat lega karena Adit sudah tertangkap polisi, selain itu juga Raka berhasil membuat ancaman akan menghancurkan perusahaan milik keluarga laki-laki itu jika sampai berani mendekati Nana atau keluarganya lagi. Pihak kepolisian juga sudah memutuskan bahwa Adit bersalah dengan vonis hukuman yang tidak sebentar. Sehingga melihat kondisi itu, Raven memutuskan untuk mengambil kembali pekerjaan yang mengharuskannya ke Bali.Saat itu memang sempat akan di kerjakan oleh Raka mengingat situasi Nana yang berbahaya, tapi kebetulan sekali rencana kerja itu sempat diundur karena ada sedikit masalah. Sehingga kini akan dikerjakan oleh Raven saja.Sejak kemarin Anggi sudah menangis lebay karena mau ditinggal oleh menantu kesayangannya itu selama kurang lebih dua minggu di Bali. Membuat Nana merasa ikut sedih. Hingga hari ini akahirnya mereka akan berangkat. Nana berpamitan dengan kedua orang tuanya kemarin, Raven sengaja mengajak Nana pulang ke rumah dan menginap disana
Raven setia menunggu hingga Nana keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu tahu ada yang salah dengan sikap Nana. Raven juga tahu bahwa Nana adalah jenis orang yang lebih suka memendam segalanya di banding bicara, jadi memang harus Raven yang bertanya sampai Nana mau bicara. Raven tidak mau ada kesalahpahaman sekecil apapun dengan istri cantiknya itu.Lima menit kemudian Nana akhirnya keluar dari kamar mandi, dan sedikit kaget melihat Raven berdiri di depan pintu kamar mandi sambil mersedekap menatapnya. “Mas mau mandi juga?” Tanya Nana pelan. Gadis itu tahu, Raven sepertinya peka dengan keterdiamannya tadi.“Ayo kita bicara!” Ajak Raven lembut.“Tapi mas ak—”“Naaaa, mas nggak mau kamu simpan sendiri apapun itu!” potong Raven cepat. Nana tidak bisa berkutik jika Nada suara Raven sudah tidak ingin di bantah seperti itu. Akhirnya Nana mengikuti langkah Raven dengan berdebar. Pasti Raven akan memaksanya bic
Pagi ini Raven sudah mulai sibuk, ada banyak agenda pertemuan yang harus dia hadiri. Tapi tidak tega membangunkan Nana yang terlihat masih begitu damai dalam tidurnya. Laki-laki itu tersenyum, mengecup bibir Nana mesra kemudian beranjak dengan hati-hati dari ranjang menuju kamar mandi.Setelah menyelesaikan ritual paginya, Raven memesan sarapan kemudian membuka laptopnya sebentar untuk mengecek email sambil memandangi wajah Nana yang masih terlihat damai dan semakin terlihat cantik setiap hari. Raven kembali tersenyum mengingat obrolan mereka kemarin. Nana rupanya sudah membangun perasaan untuk Raven diam-diam. Sehingga sudah mampu menghadirkan cemburu yang caranya juga masih terlalu menggemaskan dimata Raven.Raven sangat maklum, karena sejak dulu, managernya yang bernama Siska itu memang memiliki perasaan lebih pada Raven. Raven selalu pura-pura tidak tahu dan mengabaikannya. Tapi jika perasaan Siska mulai membuat Nana tidak nyaman maka Raven tidak bisa diam saja. Ra
Ketika Nana bangun, matahari sudah terlihat cerah. Raven sudah tidak ada di sampingnya dan keadaan kamar sudah sedikit rapih. Nana melihat ke sekitar dan menemukan ada senampan makanan dengan sebuah Note kecil yang Nana yakin di tulis oleh Raven. “Selamat pagi istriku yang cantik, jangan lupa rotinya dimakan.” Tulisan manis dengan diakhiri emoticon bentuk hati yang di bawahnya ada nama Raven itu, sukses membuat pagi Nana menjadi sangat cerah. Gadis itu tersenyum dan memeluk catatan kecil itu dengan bahagia. Persis seperti seorang remaja yang baru saja mendapatkan surat cinta dari pujaan hatinya.“Mas Raven romantis.” Gumamnya seorang diri, kemudian memakan roti isi yang di tinggalkan Raven dan beranjak menuju kamar mandi untuk memulai ritual paginya. Nana memilah bajunya, kemudian memakai dress berwarna putih gading yang dibelikan Anggi. Mengikat rambutnya ekor kuda dan sedikit memakai skincare hariannya. Kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan sebena
Ada sedikit rasa takut meninggalkan Nana sendirian setelah mendengar bahwa istri kecilnya itu melihat seorang laki-laki yang mirip Adit. Raven sudah menelpon Miko dan memintanya memastikan bahwa si brengsek itu benar-benar masih di penjara atau tidak. Tapi Miko membutuhkan waktu untuk memastikannya sehingga Raven hanya bisa bersabar saja.“Nana nggak papa kan mas tinggal sendiri?” Raven memastikan lagi. Siang ini ada meeting lagi yang harus Raven hadiri dan Nana tidak mungkin diajak kesana.“Nggak papa kok mas, kan ada mbak Lestari sama mbak Yuni. Mas jadi khawatir karena Nana bilang lihat orang mirip mas Adit yah? Mas tenang saja, kayaknya Nana salah lihat soalnya dari kejauhan. Mas nggak usah takut yah, Nana pasti baik-baik aja kok.” Ucap gadis itu dengan senyuman manisnya. Yang tidak pernah membuat Raven bosan walau hanya memandangnya saja. Raven kemudian mendesah dan menarik Nana dalam pelukannya.“Jangan keluar dari hotel ini y
Raven langsung berlari ke kamarnya meninggalkan meeting ketika Miko memberithaukan bahwa dua hari lalu ternyata Adit kabur dari tahanan. Dan semakin frustasi ketika melihat Lestari dan Yuni tergeletak tidak sadarkan diri dan Nana tidak ada.“Sayang, kamu di dalam?” Raven masih berharap Nana ada di dalam kamar mandi tapi ternyata pintunya tidak terkunci dan yang lebih membuat Raven ingin mengamuk adalah karena laki-laki itu menemukan beberapa alat tes kehamilan menunjukan positif tergeletak di kamar mandi. Lalu dering ponsel Nana di kasur membuat Raven segera keluar dari kamar mandi dan mengangkatnya. Rupanya Anggi yang memanggil.“Hallo Na, gimana hasilnya? Posistif nggak?” ucap Anggi dengan nada penarasan, Raven terduduk di samping tempat tidur dan sebulir air matanya jatuh.“Nana nggak ada mah.” Ucapnya sambil terisak. Pertama kali dalam hidupnya, Raven menangis seperti ini dan dia tunjukkan pada Anggi.“Nggak a