Setibanya di rumahnya, Rani langsung mencari-cari keberadaan Naya.
"Naya! Naya! Kanaya!" seru Rani sembari berjalan memasuki rumahnya."Ada apa, Bu? Datang-datang udah teriak-teriak aja," ucap Shelly."Naya udah pulang belum?" tanya Rani."Udah, sekarang dia lagi keluar untuk membeli makanan. Ada apa sih Bu?""Ibu mau bicara sama dia.""Iya, bicara apa. Setahu aku sekarang belum waktunya bayar tagihan listrik," ucap Shelly."Ibu mau dia menikah dengan anak orang kaya," ucap Rani."Kalau nikah sama anak orang kaya, aku juga mau Ma.""Tapi cacat, kamu mau?""Cacat? Ah nggak, nggak mau.""Makanya itu, kalau ganteng dan sempurna udah pasti Ibu kenalin ke kamu dulu sebelum Naya.""Ibu yakin, Naya akan bersedia menikah dengan seorang pria cacat?""Harus mau, karena orang itu bersedia memberikan uang sebanyak yang kita inginkan kalau Naya bersedia menikah dengan anaknya.""Wah, kalau gitu kita harus memaksa Naya agar bersedia menikah dengan orang itu.""Makanya itu, ibu harus secepatnya bicara sebelum ada orang lain yang mau menikah dengan laki-laki lumpuh itu," ucap Rani.Tak lama, Naya datang dengan membawa tiga bungkus nasi yang ia beli dari warteg terdekat."Kanaya, tadi ada petugas Bank datang ke sini, katanya mereka mau menyita rumah ini kalau kita tidak segera membayar hutang-hutang Ayah kamu," ucap Rani setelah Naya tiba di rumahnya.Rani yang sudah terbiasa berbohong itu, nampak tidak terlalu kesulitan untuk membohongi Kanaya. Dirinya selalu punya cara untuk melumpuhkan hati Kanaya yang teramat baik."Apa, tapi bukannya tiap bulan, Ibu dan kak Shelly membayar angsuran nya?" ucap Naya."Iya, yang tadi datang adalah petugas Bank yang lain ternyata Ayah kamu juga punya hutang pada Bank lain.""Bu, aku gak punya uang. Setiap hari kan uang aku habis untuk kita makan dan kalau ada, sisanya, aku pasti kasih ke Ibu untuk menambah angsuran hutang Ayah.""Gimana lagi Naya. Kita harus segera keluar dari rumah ini karena kita tidak berhak lagi tinggal di sini.""Tapi kita mau tinggal di mana Bu?""Ibu tidak tahu, jangan tanya Ibu. Ibu ada mes yang disediakan oleh bos ibu, kakakmu juga bisa menumpang di rumah temannya. Yang harus berpikir mencari tempat tinggal itu kamu. Kamu mau tinggal di mana kalau rumah ini di sita Bank dan lagi ini satu-satunya peninggalan Ayah kamu, memangnya kamu gak sayang pada rumah ini?""Bu, aku benar-benar gak punya uang lagi.""Ada cara untuk menyelamatkan rumah ini. Caranya kamu harus menikah dengan laki-laki pilihan Ibu. Dia anak orang kaya yang bersedia memberikan kita uang untuk membayar semua hutang Ayah kamu.""Menikah ...." Naya menundukkan kepalanya.**********Di kediaman Alpian.Alpian sering mengurung dirinya di dalam kamar, semenjak dirinya tak bisa berjalan. Dirinya lebih suka menyendiri dibandingkan dengan bertemu dengan orang-orang rumahnya apalagi sekarang, setelah Jessica meminta membatalkan pernikahannya, membuatnya semakin benci pada semua orang."Kenapa harus aku yang seperti ini? Kenapa aku tidak mati saja saat kecelakaan itu? Untuk apa aku hidup di dunia ini dengan keadaan cacat seprti ini. Sekarang jangan Jesica, kedua orang tuaku saja jarang menemuiku dan memperhatikan aku," batin Alpian.Sudah tiga bulan lebih, dirinya mengalami kelumpuhan, selama itu pula dirinya tak juga dapat menerima kenyataan bahwa dirinya sudah tak sempurna lagi."Aarghhh!" Alpian berteriak sembari meratakan meja di depannya dari pajangan yang tersusun rapi di atasnya."Astaga, Alpian. Jangan begini terus, lama-lama barang-barang Mama bisa habis," ucap Yuristha yang baru tiba di rumahnya."Jadi, sekarang Mama lebih sayang dengan barang-barang itu dibandingkan dengan aku?" ucap Alpian."Bukan begitu, Nak. Mama harap kamu bisa lebih tenang dan menerima kenyataan ini. Dokter bilang kamu masih bisa sembuh, bersabarlah, Nak," ucap Yuristha sembari meraih kedua belah pipi Alpian dan membawanya ke dalam dekapannya."Tapi kapan, aku gak mau seperti ini terus Ma.""Sabar, Alpian. Kamu pasti akan sembuh," ucap Jay."Iya tapi saat aku sembuh, Jesica sudah bersama orang lain," lirih Alpian."Masih ada banyak perempuan yang lebih baik dan lebih cantik dari Jesica. Kamu tidak usah khawatirkan itu. Biarlah ini menjadi pelajaran untuk kamu dalam mencari pasangan hidup," ucap Yuristha."Iya, Alpian. Mama kamu benar, dengan keputusan Jesica ini, kita menjadi tahu kalau sebenarnya dia tidak mencintai kamu dengan setulus hatinya," sambung Jay."Tapi kalau aku tidak seperti ini, Jesica tidak akan membatalkan pernikahan kami," ucap Alpian.**********Di rumah Kanaya."Ya udah, kalau kamu gak mau menikah dengan laki-laki itu, berarti kamu harus siap tinggal di jalanan karena rumah ini akan disita oleh pihak Bank. Mereka memberi kita waktu selama satu minggu, kalau gak kita harus angkat kaki dari rumah ini sebelum diusir," ucap Rani."Kamu tuh egois banget ya Nay, kejadian seperti ini tuh gara-gara Ayah kamu tahu gak? Kalau saja dia gak banyak hutang, mungkin aku dan Ibu tidak perlu bersusah-payah kerja buat membayar semua hutangnya," ucap Shelly."Jangan bawa-bawa Ayah, kak. Biarkan Ayah beristirahat dengan tenang," ucap Naya."Gimana gak menyalahkan Ayah kamu, emang benar kok, ini salah Ayah kamu!" Shelly berucap dengan nada keras hingga suaranya menggelegar di ruangan itu."Baik, Bu, aku mau menikah dengan orang itu. Tapi aku minta, lunasi semua hutang Ayah agar Ibu dan kak Shelly tidak harus bersusah-payah membayar hutangnya lagi," ucap Naya.Rani tersenyum lebar dengan mata yang menatap Shelly penuh arti.Entah apa yang ada dalam otaknya yang pasti, mereka hanya memikirkan tentang uang saja.Dengan cepat, Rani memberikan pesan pada Yuristha dan mengatakan dirinya ingin bertemu karena Naya sudah setuju untuk menikah.Beberapa jam kemudian.Di sebuah kafe, mereka bertemu.Rani datang dengan Naya sedangkan Yuristha datang bersama Jay Rahadian."Jadi ini, anak kamu yang akan dinikahkan dengan anak saya," ucap Yuristha sembari menatap ke arah Naya."Iya, Bu. Ini putri kedua saya," ucap Rani."Berapa yang kamu minta untuk anak pembayaran anak kamu ini?" tanya Yuristha lagi."Anda, beraninya memberikan saya berapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Yuristha, Rani malah bertanya balik, seakan meragukan keuangan mereka."Berapa pun yang kamu minta, akan saya berikan dengan jamin anak kamu ini mengurus anak saya dengan baik," ucap Jay."Kamu mau berapa? Dua ratus juta, lima ratus juta, atau satu milyar pun akan saya berikan asalkan anak kamu benar-benar mengurus semua kebutuhan dan keperluan anak saya," sambung Jay.Sementara mereka membicarakan tentang harga, Naya hanya terdiam dalam hatinya yang terasa sakit. Dirinya merasa, ibu tirinya itu sedang menjualnya.Setelah melewati beberapa hari tanpa keluar rumah, kini tibalah saatnya hari pernikahan Alpian dan Kanaya.Mereka akan melaksanakan ijab kabul tanpa bertemu terlebih dahulu. Alpian tak mengetahui siapa wanita yang akan dinikahinya dan begitu juga sebaliknya, mereka hanya mengetahui nama lawan jenisnya itu pun baru mengetahui satu hari sebelum pernikahan mereka dilangsungkan. Di kamar Naya. Gadis itu sudah dirias oleh perias pengantin dan juga sudah mengenakan gaun pengantin lengkap dengan aksesorisnya sebagai penyempurna penampilannya. "Kanaya, jangan hanya diam dan murung begitu. Kamu harus terlihat ceria, jangan sampai orang lain tahu kalau kamu terpaksa menikah dengan Alpian," ucap Rani. Tak ada kata yang Kanaya ucapkan, dia hanya diam dalam hati yang terasa amat pilu. Bagaimana tidak sakit, ternyata ibu tirinya itu sudah menjualnya pada orang tua Alpian. Awalnya mereka hanya butuh uang untuk melunasi hutang sang Ayah, tapi ternyata sang ibu mematok harga yang tidak sedikit p
"Kamu!" ucap Alpian terkejut. Naya hanya menunduk dengan air matanya yang terus mengalir."Dasar cewek bayaran, dibayar berapa kamu sama Mama saya hah? Sampai kamu mau menikahi laki-laki lumpuh seperti saya," ucap Alpian lagi. Kanaya terus terdiam tanpa kata, tak sedikitpun ia mengeluarkan suara dan tak sedikitpun melakukan pergerakan. "Jangan harap saya mau berbagi tempat tidur dengan kamu. Tempat tidur ini hanya akan saya bagi pada Jesica, tidak ada satu orangpun yang berhak tidur di sebelah saya.""Saya tak pernah menginginkan ini bahkan saya tidak pernah berpikir untuk bertemu dengan kamu lagi. Kalau saya bisa melawan takdir, saya ingin pergi jauh untuk menghindari pertemuan kita yang kedua sayangnya saya tidak bisa melakukan itu. Takdir malah membawa saya bertemu dengan kamu lagi dalam situasi dan kondisi yang berbeda dari pertemuan kita yang pertama," ucap Naya lalu berjalan menghampiri lemari yang tadi ditunjukkan oleh Yuristha!Setelah memilih pakaian yang akan ia pakai, Na
"Apa yang kamu lakukan, Alpian? Papa tidak mau melihat kejadian ini lagi," ucap Jay."Kanaya, udah. Biarkan Mbak Safina yang membereskan semua ini." Yuristha meraih kedua belah lengan Kanaya lalu mengajaknya duduk di sofa yang ada di sudut ruangan kamar itu. "Dengar, Alpian seharusnya kamu bersyukur masih ada perempuan yang mau menikah dengan kamu menggantikan Jesica yang sudah jelas-jelas tak mau lagi padamu," ucap Jay lagi. "Aku sudah bilang, aku tidak mau menikah selain dengan Jesica," ucap Alpian. "Buka mata kamu Alpian, Jesica tidak mencintai kamu lagi bahkan dia merasa malu mempunyai calon suami yang lumpuh seperti kamu," ucap Jay dengan nada tinggi. Sementara itu, Yuristha berusaha menenangkan Naya yang masih menangis. Sepertinya gadis itu masih syok karena perlakuan Alpian yang begitu kasar padanya.Ini hari pertamanya menjadi istri dari seorang Alpian tapi dirinya sudah dibuat ketakutan dan tidak betah berada di rumah itu."Naya, udah jangan menangis lagi. Maafkan Alpian
Malam hari sekitar jam dua belas malam, Alpian terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu melihat tempat tidurnya dan tak menemukan Kanaya di sampingnya. "Dimana gadis itu?" batin Alpian. Tak ingin memikirkan tentang gadis yang dinikahinya dengan paksa Alpian pun tak berinisiatif untuk mencari Kanaya. Ia mulai menyeret tubuhnya menuju tepi ranjang dan mengambil sebuah tongkat sebagai alat bantunya berjalan! Ya, Alpian memang tidak benar-benar lumpuh dia masih bisa berjalan dengan bantuan tongkat karena hanya sebelah kakinya saja yang mengalami kelurahan total sedangkan yang sebelahnya masih bisa bergerak dan masih bisa merasakan sentuhan dari tangan manusia atau gesekan dari suatu benda. Saat Alpian sedang berusaha menggapai tongkatnya ia melihat Kanaya yang meringkuk di sudut kamarnya dengan tanpa alas apapun dan dengan tanpa selimut yang melindunginya dari dinginnya AC di sana. "Dasar gadis bodoh kenapa dia tidur di lantai seme
Setelah membuka kancing celana Alpian, Naya menutup matanya karena merasa malu jika harus melihat sesuatu benda milik Alpian yang selalu tersembunyi di dalam sana. "Berdiri kamu," ucap Alpian pada Naya. Naya menarik tangannya lalu langsung berdiri di depan Alpian!"Bantu saya berdiri," ucap Alpian lagi. Naya meraih tangan Alpian lalu mengangkatnya, untuk dapat membuka celananya Alpian harus berdiri biasanya dia berdiri dengan dibantu tongkat kayunya tapi karena sekarang ada Kanaya, ia lebih memilih dibantu oleh perempuan itu. Bukan tanpa sebab dirinya melakukan hal itu, ia ingin melihat Kanaya tersiksa selama bersamanya dan akhirnya Kanaya merasa tidak tahan dan memilih pergi. "Pergi kamu! Kamu mau memandikan saya juga?" ucap Alpian setelah berhasil menurunkan celananya. Tanpa berkata Kanaya langsung pergi dari dalam kamar mandi!"Tunggu saya di depan pintu, awas kalau kamu berani pergi," ucap Alpian dari dalam kamar mandi. "Baik, Tuan," ucap Kanaya.**********Di kediaman ibu
Setelah selesai sarapan semua orang di meja makan itu langsung pergi untuk memulai aktivitasnya masing-masing terkecuali Alpian.Sejak dirinya mengalami kelumpuhan, Alpian tidak memiliki kepercayaan dirinya lagi, dirinya yang baru akan dinobatkan sebagai CEO di perusahaan milik Papanya pun memilih menolak karena merasa malu dengan kondisinya yang tak bisa berjalan lagi. Saat ini masih Hanan yang menempati posisi yang seharusnya ditempati olehnya. "Papa dan Mama pergi dulu ya. Kamu hati-hati di rumah," ucap Yuristha pada Alpian. "Kanaya, urus anak saya dengan baik jangan sampai kamu menjatuhkan dia lagi," ucap Jay. "Iya Pa, Tuan akan baik-baik saja hari ini," ucap Kanaya. "Naya, Alpian itu suami kamu jadi tidak perlu memanggil dia dengan sebutan tuan," ucap Yuristha. Kanaya menatap Yuristha lalu tersenyum canggung. "Maaf," ucapnya. "Gak usah minta maaf lagipula kamu tidak salah, mungkin kamu masih meras canggung saja," ucap Yuristha lagi. "Oh ya, hari ini jadwalnya Alpian menj
"Pagi Pak," ucap Shelly pada Hanan. Hanan hanya menanggapi sapaan Shelly dengan anggukan dan senyuman tipis di bibirnya. Meski begitu Shelly sudah cukup bahagia karena mendapat respon dari Bosnya itu. Shelly masih berdiri di tempat semula sambil terus menata Hanan yang sudah menjauh darinya. "Pak Hanan ini memang bikin gemes, aku harus bisa menaklukkan dia. Tidak masalah kalau dia hanya CEO sementara di sini yang pasti selama CEO baru masih sakit Pak Hanan akan tetap pada jabatannya sekarang, syukur-syukur anaknya Pak Jay sakit selamanya," batin Shelly. Di ruangan Hanan. Hanan sedang memeriksa berkas yang harus ia pelajari untuk pertemuannya dengan rekan bisnisnya di luar kota. Tak lama terdengar suara seseorang mengetuk pintu ruangannya. "Masuk!" seru Hanan. Shelly membuka pintu itu dan perlahan berjalan ke menghampiri Hanan! "Ada apa Shelly?" tanya Hanan. "Pak saya hanya ingin menanyakan besok jam berapa kita berangkat ke luar kota?" ucap Shelly. "Pagi sekitar jam tujuh,
Beberapa menit kemudian Alpian baru tersadar dari tatapannya yang terus tertuju pada Naya. Dia mulai berusaha menyingkir dari atas tubuh Naya!"Tuan, Tuan tidak apa-apa?" tanya Naya sembari bangkit dari sana. Alpian masih duduk di atas tanah itu karena ia memang tidak dapat berdiri tanpa bantuan orang lain atau tongkat miliknya. "Sebenarnya kamu niat gak jagain saya?" ucap Alpian dingin. "M_maaf, saya yang salah," ucap Naya. "Ya memang kamulah, masa saya," ucap Alpian lagi. Kanaya hanya diam dan tak berani melakukan apapun lagi pada Alpian. "Cepat bantu saya ke kursi roda," ucap Alpian dengan suaranya yang sedikit dinaikkan. Naya berjalan menghampiri kursi roda itu lalu membawanya ke hadapan Alpian! Naya mulai membantu Al untuk berpindah tempat! Sebenarnya ia merasakan sakit di tangannya karena tertimpa tubuh Alpian tapi ia mencoba menahannya karena tak ingin Alpian tahu, ia takut Al akan semakin marah kalau tahu dirinya kesakitan dan tidak bisa merawat Al dengan maksimal."Pe
Di tempat tetapi. Alpian mulai berlatih menggerakkan kakinya tentunya dengan bimbingan dokter yang selama ini menangani masalahnya dalam berjalan sementara itu Kanaya hanya berdiri sambil terus memperhatikan Alpian dan dokter itu. "Semoga kamu cepat sembuh agar aku bisa cepat pergi dari rumah dan kehidupan kamu. Meski kamu adalah laki-laki yang telah merenggut kesucianku tapi sedikitpun aku tidak berharap kamulah laki-laki yang akan menjadi cinta sejatiku, aku tahu siapa aku dan siapa dirimu kita tidak mungkin bisa bersama," batin Naya dengan tatapan terus tertuju pada Alpian.Setelah lama dia dia berdiri akhirnya Alpian mulai berpindah tempat ia pun mengikuti kemana arah dokter itu membawa Alpian! "Duduklah," ucap dokter itu pada Kanaya. Kanaya pun duduk di samping Alpian! "Asisten baru ya? Saya baru melihatnya," ucap Dokter itu. Biasanya Alpian akan diantar oleh Safina atau kedua orang tuanya saat datang ke tempat itu, namun sekarang dia datang bersama Kanaya yang baru dinika
Beberapa menit kemudian Alpian baru tersadar dari tatapannya yang terus tertuju pada Naya. Dia mulai berusaha menyingkir dari atas tubuh Naya!"Tuan, Tuan tidak apa-apa?" tanya Naya sembari bangkit dari sana. Alpian masih duduk di atas tanah itu karena ia memang tidak dapat berdiri tanpa bantuan orang lain atau tongkat miliknya. "Sebenarnya kamu niat gak jagain saya?" ucap Alpian dingin. "M_maaf, saya yang salah," ucap Naya. "Ya memang kamulah, masa saya," ucap Alpian lagi. Kanaya hanya diam dan tak berani melakukan apapun lagi pada Alpian. "Cepat bantu saya ke kursi roda," ucap Alpian dengan suaranya yang sedikit dinaikkan. Naya berjalan menghampiri kursi roda itu lalu membawanya ke hadapan Alpian! Naya mulai membantu Al untuk berpindah tempat! Sebenarnya ia merasakan sakit di tangannya karena tertimpa tubuh Alpian tapi ia mencoba menahannya karena tak ingin Alpian tahu, ia takut Al akan semakin marah kalau tahu dirinya kesakitan dan tidak bisa merawat Al dengan maksimal."Pe
"Pagi Pak," ucap Shelly pada Hanan. Hanan hanya menanggapi sapaan Shelly dengan anggukan dan senyuman tipis di bibirnya. Meski begitu Shelly sudah cukup bahagia karena mendapat respon dari Bosnya itu. Shelly masih berdiri di tempat semula sambil terus menata Hanan yang sudah menjauh darinya. "Pak Hanan ini memang bikin gemes, aku harus bisa menaklukkan dia. Tidak masalah kalau dia hanya CEO sementara di sini yang pasti selama CEO baru masih sakit Pak Hanan akan tetap pada jabatannya sekarang, syukur-syukur anaknya Pak Jay sakit selamanya," batin Shelly. Di ruangan Hanan. Hanan sedang memeriksa berkas yang harus ia pelajari untuk pertemuannya dengan rekan bisnisnya di luar kota. Tak lama terdengar suara seseorang mengetuk pintu ruangannya. "Masuk!" seru Hanan. Shelly membuka pintu itu dan perlahan berjalan ke menghampiri Hanan! "Ada apa Shelly?" tanya Hanan. "Pak saya hanya ingin menanyakan besok jam berapa kita berangkat ke luar kota?" ucap Shelly. "Pagi sekitar jam tujuh,
Setelah selesai sarapan semua orang di meja makan itu langsung pergi untuk memulai aktivitasnya masing-masing terkecuali Alpian.Sejak dirinya mengalami kelumpuhan, Alpian tidak memiliki kepercayaan dirinya lagi, dirinya yang baru akan dinobatkan sebagai CEO di perusahaan milik Papanya pun memilih menolak karena merasa malu dengan kondisinya yang tak bisa berjalan lagi. Saat ini masih Hanan yang menempati posisi yang seharusnya ditempati olehnya. "Papa dan Mama pergi dulu ya. Kamu hati-hati di rumah," ucap Yuristha pada Alpian. "Kanaya, urus anak saya dengan baik jangan sampai kamu menjatuhkan dia lagi," ucap Jay. "Iya Pa, Tuan akan baik-baik saja hari ini," ucap Kanaya. "Naya, Alpian itu suami kamu jadi tidak perlu memanggil dia dengan sebutan tuan," ucap Yuristha. Kanaya menatap Yuristha lalu tersenyum canggung. "Maaf," ucapnya. "Gak usah minta maaf lagipula kamu tidak salah, mungkin kamu masih meras canggung saja," ucap Yuristha lagi. "Oh ya, hari ini jadwalnya Alpian menj
Setelah membuka kancing celana Alpian, Naya menutup matanya karena merasa malu jika harus melihat sesuatu benda milik Alpian yang selalu tersembunyi di dalam sana. "Berdiri kamu," ucap Alpian pada Naya. Naya menarik tangannya lalu langsung berdiri di depan Alpian!"Bantu saya berdiri," ucap Alpian lagi. Naya meraih tangan Alpian lalu mengangkatnya, untuk dapat membuka celananya Alpian harus berdiri biasanya dia berdiri dengan dibantu tongkat kayunya tapi karena sekarang ada Kanaya, ia lebih memilih dibantu oleh perempuan itu. Bukan tanpa sebab dirinya melakukan hal itu, ia ingin melihat Kanaya tersiksa selama bersamanya dan akhirnya Kanaya merasa tidak tahan dan memilih pergi. "Pergi kamu! Kamu mau memandikan saya juga?" ucap Alpian setelah berhasil menurunkan celananya. Tanpa berkata Kanaya langsung pergi dari dalam kamar mandi!"Tunggu saya di depan pintu, awas kalau kamu berani pergi," ucap Alpian dari dalam kamar mandi. "Baik, Tuan," ucap Kanaya.**********Di kediaman ibu
Malam hari sekitar jam dua belas malam, Alpian terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu melihat tempat tidurnya dan tak menemukan Kanaya di sampingnya. "Dimana gadis itu?" batin Alpian. Tak ingin memikirkan tentang gadis yang dinikahinya dengan paksa Alpian pun tak berinisiatif untuk mencari Kanaya. Ia mulai menyeret tubuhnya menuju tepi ranjang dan mengambil sebuah tongkat sebagai alat bantunya berjalan! Ya, Alpian memang tidak benar-benar lumpuh dia masih bisa berjalan dengan bantuan tongkat karena hanya sebelah kakinya saja yang mengalami kelurahan total sedangkan yang sebelahnya masih bisa bergerak dan masih bisa merasakan sentuhan dari tangan manusia atau gesekan dari suatu benda. Saat Alpian sedang berusaha menggapai tongkatnya ia melihat Kanaya yang meringkuk di sudut kamarnya dengan tanpa alas apapun dan dengan tanpa selimut yang melindunginya dari dinginnya AC di sana. "Dasar gadis bodoh kenapa dia tidur di lantai seme
"Apa yang kamu lakukan, Alpian? Papa tidak mau melihat kejadian ini lagi," ucap Jay."Kanaya, udah. Biarkan Mbak Safina yang membereskan semua ini." Yuristha meraih kedua belah lengan Kanaya lalu mengajaknya duduk di sofa yang ada di sudut ruangan kamar itu. "Dengar, Alpian seharusnya kamu bersyukur masih ada perempuan yang mau menikah dengan kamu menggantikan Jesica yang sudah jelas-jelas tak mau lagi padamu," ucap Jay lagi. "Aku sudah bilang, aku tidak mau menikah selain dengan Jesica," ucap Alpian. "Buka mata kamu Alpian, Jesica tidak mencintai kamu lagi bahkan dia merasa malu mempunyai calon suami yang lumpuh seperti kamu," ucap Jay dengan nada tinggi. Sementara itu, Yuristha berusaha menenangkan Naya yang masih menangis. Sepertinya gadis itu masih syok karena perlakuan Alpian yang begitu kasar padanya.Ini hari pertamanya menjadi istri dari seorang Alpian tapi dirinya sudah dibuat ketakutan dan tidak betah berada di rumah itu."Naya, udah jangan menangis lagi. Maafkan Alpian
"Kamu!" ucap Alpian terkejut. Naya hanya menunduk dengan air matanya yang terus mengalir."Dasar cewek bayaran, dibayar berapa kamu sama Mama saya hah? Sampai kamu mau menikahi laki-laki lumpuh seperti saya," ucap Alpian lagi. Kanaya terus terdiam tanpa kata, tak sedikitpun ia mengeluarkan suara dan tak sedikitpun melakukan pergerakan. "Jangan harap saya mau berbagi tempat tidur dengan kamu. Tempat tidur ini hanya akan saya bagi pada Jesica, tidak ada satu orangpun yang berhak tidur di sebelah saya.""Saya tak pernah menginginkan ini bahkan saya tidak pernah berpikir untuk bertemu dengan kamu lagi. Kalau saya bisa melawan takdir, saya ingin pergi jauh untuk menghindari pertemuan kita yang kedua sayangnya saya tidak bisa melakukan itu. Takdir malah membawa saya bertemu dengan kamu lagi dalam situasi dan kondisi yang berbeda dari pertemuan kita yang pertama," ucap Naya lalu berjalan menghampiri lemari yang tadi ditunjukkan oleh Yuristha!Setelah memilih pakaian yang akan ia pakai, Na
Setelah melewati beberapa hari tanpa keluar rumah, kini tibalah saatnya hari pernikahan Alpian dan Kanaya.Mereka akan melaksanakan ijab kabul tanpa bertemu terlebih dahulu. Alpian tak mengetahui siapa wanita yang akan dinikahinya dan begitu juga sebaliknya, mereka hanya mengetahui nama lawan jenisnya itu pun baru mengetahui satu hari sebelum pernikahan mereka dilangsungkan. Di kamar Naya. Gadis itu sudah dirias oleh perias pengantin dan juga sudah mengenakan gaun pengantin lengkap dengan aksesorisnya sebagai penyempurna penampilannya. "Kanaya, jangan hanya diam dan murung begitu. Kamu harus terlihat ceria, jangan sampai orang lain tahu kalau kamu terpaksa menikah dengan Alpian," ucap Rani. Tak ada kata yang Kanaya ucapkan, dia hanya diam dalam hati yang terasa amat pilu. Bagaimana tidak sakit, ternyata ibu tirinya itu sudah menjualnya pada orang tua Alpian. Awalnya mereka hanya butuh uang untuk melunasi hutang sang Ayah, tapi ternyata sang ibu mematok harga yang tidak sedikit p