Di meja makan keluarga, suara sendok dan garpu bersautan. Sekarang waktunya makan malam dan semua anggota keluarga berkumpul. Keluarga kecil ini hanya berisi Ayah, Ibu, Nenek dan Kakak laki-lakinya.
Juwita hanya menunduk dan terus makan dengan hening. Ia sadar bahwa ia hanya pelengkap di keluarga ini. Jadi ia tak bertingkah dan berkomentar banyak.
Keluarga Juwita adalah keluarga patriarki. Dimana anggota keluarga laki-laki selalu menjadi orang yang paling dominan dan dihormati. Sedangkan perempuan di didik menjadi seseorang yang penurut dan tunduk pada perintah laki-laki. Jadi dapat kalian simpulkan seperti apa posisi Juwita di keluarga ini.
Saat semua makanan telah selesai dimakan. Para perempuan akan bangun dan membersihkan semua piring kotor yang ada. Juwita yang masih menunduk mencoba mengangkat wajahnya dan memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya.
"... Yah, bolehkah Juwi tidak menikah? Juwi telah diterima di universitas negeri dengan beasiswa penuh. Juwi yakin bisa sukses di masa depan dan meningkatkan keadaan ekonomi kita. Juwi... Belum siap untuk menikah."
Suaranya sangat lembut dan halus, setelah semua ucapan di bibirnya telah usai ia sampaikan. Ia menunduk kembali dan meremas tangannya dengan takut.
Wajah Ayahnya langsung mengeras. Matanya sedikit melotot, ditambah dengan kumis lebat membuat sosoknya terlihat lebih menyeramkan. Banyak dari teman sekolahnya enggan untuk belajar bersama di rumahnya karena takut pada Ayahnya yang terlihat galak.
"Menikah juga merupakan sebuah kesuksesan Juwi. Perempuan hanya harus menjadi baik dan patuh di rumah, tak perlu bekerja keras untuk menaikkan taraf ekonomi keluarga. Itu adalah tugasnya laki-laki. Calon suamimu dari kalangan orang kaya, tak ada ruginya untuk menikah. Mereka akan membayar dengan mahar yang sangat tinggi. Itu sudah cukup untuk membuat derajat keluarga kita naik ke derajat yang lebih tinggi. Berhentilah mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal, tidak baik perempuan mengatakan hal semacam itu."
Mendengar suara mutlak sang Ayah, hampir semua anggota keluarga terdiam dan tak ada yang membelanya. Nenek, ibu dan kakak laki-lakinya hanya diam dan melanjutkan kegiatan seperti biasanya. Saat ayah dan kakak laki-lakinya pergi dari ruangan itu, air mata Juwita jatuh dengan segera. Ia tak mampu membendung kesedihan atas semua yang ia alami.
Tak ada simpati di wajah neneknya, ia hanya berkomentar dengan sinis betapa egoisnya perempuan jaman sekarang. "Jaman nenek dulu, tidak ada perempuan yang seperti kamu. Memiliki ambisi besar untuk menjadi orang sukses. Apa itu sukses? Sukses itu hanya doktrin dari budaya barat agar kita menjadi perempuan pembangkang. Tugas perempuan itu di rumah, memasak dan melayani suami. Kamu harusnya banyak-banyak bersyukur karena di izinkan sekolah hingga SMA."
Mendengar komentar neneknya, Juwita sedikit tak terima. Ia telah bekerja keras selama SMA hingga mendapat rekomendasi untuk penerimaan beasiswa penuh. Apalagi itu datang dari sebuah universitas ternama. Sebagai langganan juara satu, guru-guru memujinya dan berharap ia dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hanya saja keluarga terlalu meremehkannya hanya karena ia terlahir sebagai seorang perempuan.
"Kenapa Juwi tidak boleh sekolah? Juwi jauh lebih pintar dari kakak. Juwi bisa lebih baik dari kak..."
Sebelum kata di bibirnya usai, suara tamparan keras terdengar. Itu berhasil membuat Juwita memiringkan wajahnya karena kesakitan dan kaget. Neneknya menampar wajahnya dengan sangat keras. Itu membuatnya tertegun dan pikirannya kosong untuk beberapa saat.
Neneknya langsung menatap sang Ibu yang juga sedang tertegun dengan mata melotot marah sambil menunjuk-nunjuk. "Inilah kenapa aku tak pernah setuju Jaka menikah dengan kamu. Kamu bukan hanya perempuan sia-sia yang hanya pandai bersolek, tapi juga tak becus mendidik anak. Inilah hasilnya, anak pembangkang dan merasa paling pintar. Tidak heran anak keturunannya seperti ini, ibunya saja tidak berguna!"
Saat ibunya dihina, rasa sakit di pipi Juwita langsung tidak terasa. Ia ingin bangkit dan mengalahkan sang nenek. Namun sebelum ia berdiri, bahunya ditepuk pelan oleh sang Ibu. Saat Juwita menoleh, Ibunya menggeleng pelan seolah memberi isyarat untuk menghentikan jiwa pemberontaknya.
Ibu Juwita hanya tersenyum dan meminta maaf pada sang Nenek. Sikap neneknya pun acuh tak acuh, mungkin karena ia bosan dengan permintaan maaf Ibu Juwita.
Saat sang Nenek pergi dengan kemenangan, Ibu Juwita menunduk dan membelai pelan wajah anaknya yang mulai memerah akibat tamparan tadi.
"Ada brownis kesukaanmu di kamar. Ibu membelinya di toko tadi sore. Jangan beritahu kakakmu, itu sengaja ibu beli khusus untuk mu," ucapnya sambil tersenyum.
Saat ibunya dihina sedemikian rupa, perasaan Juwita terasa sangat sakit. Tetapi lihatlah perempuan di depan Juwita ini, ia datang dan menghiburnya seolah-olah hinaan sebelumnya tak pernah ada.
Juwita bangun dan memeluk ibunya dengan erat sambil menangis ringan. Tepukan pundak sang ibu pun menambah perasaan sedih di dalam hatinya.
"Jangan menangis, calon suamimu tak sepenuhnya buruk. Walaupun dia sakit, ibu yakin dia akan sembuh. Lagipula keluarga calon suamimu juga sangat baik. Mereka pasti akan menjagamu di sana."
Juwita hanya mengangguk sebagai jawaban dan memeluk ibunya lebih erat.
Saat semua kesedihan ia luapkan di depan sang ibu. Juwita masuk ke kamarnya. Kamar ini sangat sederhana, luas ruangannya terbilang sempit jika itu dibandingkan dengan ruangan kakak laki-lakinya. Semua bagian ruangan hampir semuanya berisi buku pelajaran. Tapi sekarang semuanya sia-sia, ia akan menikah dan harus mengubur cita-citanya itu sedini mungkin.
Juwita melihat kearah meja belajarnya, di sana terdapat brownis kesukaannya. Bukan hanya satu kotak, tapi tiga kotak. Itu membuat perasaan melankolis di hatinya kembali datang ke permukaan. Juwita mendekat dan membuka satu kotak dan mencicipinya dengan gigitan kecil.
Sangat manis dan lembut.
Juwita menghabiskan satu kotak brownis dengan rakus. Ia tak tau seperti apa rumah suaminya nanti, mungkin di masa depan ia tak dapat merasakan rasa brownis. Jadi ia ingin menjadi rakus dan menghabiskan semuanya.
Jika ia ditakdirkan menjadi istri dari orang yang arogan seperti ayahnya, maka ia mungkin akan bernasib sama dengan sang ibu dan anaknya pun akan bernasib sama seperti dirinya. Juwita ingin melawan, ingin berontak tapi ia tak tau harus berbuat apa dan harus kemana. Ia takut akan mengambil keputusan yang salah.
Saat keputusasaan merajai hatinya, Juwita perlahan mulai pasrah dan menerima nasib. Ia mungkin memang ditakdirkan untuk bernasib sama seperti ibunya. Tapi anaknya mungkin bisa ia selamatkan. Di masa depan ia akan berusaha menyenangkan suaminya dan membujuk agar anaknya dapat lebih bebas untuk memilih pilihan hidupnya sendiri.
Ya, hanya itu yang bisa ia lakukan. Tapi setidaknya ia sudah berusaha merubah nasib anaknya di masa depan.
Sekarang hari Minggu, tepat lima hari setelah kejadian malam itu. Juwita sekarang semakin hari semakin mempersiapkan diri sebagai istri yang baik. Ibunya mengajarkannya banyak ketrampilan seperti memasak, membersihkan rumah hingga berdandan. Tak lupa sang nenek ikut berkontribusi dengan memberi 'wejangan' tentang menjadi istri yang baik dan benar, serta menjadi perempuan pengabdi pada suami.Sekarang ia harus berpamitan pada keluarganya, karena hari ini ia akan pergi ke kota dan tinggal bersama suaminya disana. Semua barang-barang telah dikemas ke dalam koper dan anggota keluarga membantunya membawa koper ke dalam mobil.Saat berpamitan Juwita memeluk ibunya dengan erat sambil menangis tersedu. Ia tak tau kapan ia bisa berkunjung ke tempat ini lagi. Selain ibunya, hampir semua anggota keluarga terlihat sangat ikhlas saat melepaskannya. Seolah-olah mereka tak pernah memiliki sisi keberatan saat melihatnya pergi. Itu membuat Juwita merasa terasingkan. Tetapi sebaga
Juwita perlahan mulai membuka matanya. Tenaga yang sebelumnya terkuras sekarang telah kembali lagi. Ia merasa semangatnya sudah mulai terkumpul dan pikirannya mulai jernih kembali.Saat ia bangun, pandangan mengarah ke semua penjuru kamar. Ia baru sadar bahwa kamar ini terlihat begitu cerah. Tempat ini dipenuhi oleh berbagai macam mainan anak laki-laki. Mulai dari motor, mobil hingga Lego. Robot besar Transformers pun berjejer setinggi dua meter.Saat rasa penasaran masih tetap ada di pikirannya, suara di perutnya berhasil mengalihkan perhatian. Ia baru ingat bahwa ia belum makan sejak tadi. Akan tetapi pesan dari pelayan sebelumnya mengatakan bahwa suami dan keluarganya akan datang sebentar lagi. Jadi ia tak boleh terlihat lusuh dan harus memberi kesan terbaik saat pertama kali bertemu.Juwita mengabaikan rasa lapar dan segera mengambil baju di lemari dan pergi mandi untuk membersihkan diri. Kamar mandi itu terlihat mewah dan berhasil membuat Juwita kagum
Juwita melihat hubungan keluarga ini begitu harmonis. Semua orang terlihat begitu baik dan mendukung satu sama lain. Bahkan jika anak mereka tidak normal lagi. Mereka tetap menyayanginya sepenuh hati.Ya.Tidak normal lagi. Itu adalah kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi Sky saat ini. Sky tidak terlahir dengan kondisi seperti ini, laki-laki itu tumbuh sebagaimana anak laki-laki pada umumnya. Hanya saja lima tahun yang lalu Sky mengalami kecelakaan mobil saat merayakan kelulusan bersama teman-temannya.Sky termasuk yang paling sial karena menjadi satu-satunya orang yang mengalami luka parah. Tak ada luka fisik yang signifikan diluar, tapi Sky mengalami pendarahan hebat di otaknya yang membuatnya harus dioperasi. Hanya saja operasi itu memiliki tingkat resiko yang tinggi. Itu membuat Sky harus koma selama dua tahun. Setelah Sky bangun, laki-laki itu mengalami kemerosotan IQ yang signifikan.Melihat Sky bangun dari tidur panjangnya, semua anggota kel
Juwita bangun pagi-pagi sekali. Ia telah terbiasa membantu ibunya untuk membuat sarapan. Sekarang karena ia sudah menikah dan berada di rumah baru, ia ingin memberi kesan pada keluarga barunya. Ia ingin membuat sesuatu yang enak sebagai ucapan terima kasih karena telah diperlakukan dengan baik.Saat Juwita bangun, Hal pertama yang dilihatnya adalah Sky yang masih tertidur sambil mengisap jari. Adegan itu terlihat lucu, apalagi ditambah dengan visual Sky yang sangat tampan. Itu berhasil membuat Juwita merasa sangat bahagia.Juwita telah berpakaian rapi dan segera turun ke dapur, ternyata hampir semua pelayan telah bersiap dengan semua pekerjaan mereka. Itu membuat Juwita merasa sungkan dan langsung mengurungkan niatnya. Saat Juwita berbalik, wajah Samudra yang datar berhasil memasuki penglihatannya.Samudra adalah adik Sky yang berumur 21 tahun, dua tahun lebih tua dari Juwita. Laki-laki itu adalah satu-satunya orang yang tak mengeluarkan satu patah kata pun saat
Sky memegang garpunya sambil menusuk-nusuk nasi goreng dengan wajah cemberut. Hal itu membuat Juwita hanya mampu tersenyum pasrah. Ia mendekat mencoba membujuk laki-laki itu sekali lagi."Apakah kamu masih marah?"Sky tetap diam tapi bibirnya semakin mengerucut, itu membuatnya semakin terlihat lucu. Karena Juwita tak membujuknya lebih lanjut, Sky menoleh dan tak terima."Jangan bermain dengan Samudra, istri hanya boleh bermain dengan Sky."Juwita hanya mengangguk dan menjawab dengan ya setelahnya. Itu membuat Sky merasa senang, walaupun dia sebenarnya belum cukup puas karena Juwita tak membujuknya lebih lama.Sky dibesarkan dengan cara yang manja, ia biasa dipuji dan diberi perawatan terbaik. Juwita sangat penurut tapi jarang memujinya dan mengatakan hal-hal manis. Itu membuat Sky sedikit tidak puas tapi kata Mama, istri adalah orang yang harus dimanjakan oleh suami bukan sebaliknya. Jadi Sky yang memiliki ego tinggi terpaksa mengalah dan mencoba m
Suasana kekeluargaan terasa sangat kental, hingga membuat semua orang larut didalamnya. Bahkan Juwita pun terus membanding-bandingkan keluarga ini dengan keluarga kandungnya. Akan sangat baik jika ia lahir di keluarga ini. Tak lama dua buku kecil diberikan pada Juwita. Saat Juwita melihatnya, ia pun menyadari bahwa itu adalah buku nikah untuk dirinya dan Sky. Ia pun tak tau harus berekspresi seperti apa. Ini terlalu tiba-tiba, walaupun ia telah mempersiapkan mental sebelumnya. Tapi tetap saja itu masih sulit. Linda memegang tangan Juwita dengan wajah terharu. "Sekarang kamu telah resmi menjadi menantu kami. Mama harap itu membuat hubungan kita menjadi lebih dekat secara emosional. Juwi, Mama titipkan Sky padamu. Mama harap kamu dapat menjaga menjadi dengan baik." Juwita pun ikut terharu. Ia memegang tangan mertuanya dengan lebih erat. Sambil meyakinkan wanita itu bahwa ia akan menjaga putranya seperti ia menjaga dirinya sendiri. "Mama tak perlu khawat
Juwita bangun di rumah besar itu lagi. Ruangan yang penuh dengan mainan anak laki-laki. Itu membuat Juwita menghembuskan nafas lega. Perubahan hidupnya begitu drastis hingga terkadang ia merasa itu seperti mimpi. Ia menoleh dan menatap laki-laki disampingnya. Laki-laki itu terlihat sangat polos saat tidur, sangat jauh berbeda dengan sikapnya semalam saat marah. Jika beberapa hari yang lalu Juwita melihat pemandangan ini, mungkin ia akan mengatakan mengatakan Sky sangat lucu. Tapi mengingat tempramen posesif Sky semalam, Juwita merasa Sky laki-laki dewasa yang maskulin. Dengan langkah pelan Juwita bangun dan segera pergi ke luar. Ia sempat kaget saat melihat ternyata samudra sudah menunggu di depan kamar mereka. Samudra mengabaikan ekspresi kaget kakak iparnya. Ia langsung memberi isyarat pada Juwita untuk mengikutinya lagi. Hal itu membuat Juwita penasaran, hal apa yang akan laki-laki itu katakan kali ini. Samudra menatap Juwita lebih intens dari sebe
Samudra duduk di dekat jendela sambil menghisap rokok yang ada di mulutnya. Asap putih itu telah membuat pikirannya lebih jernih dari sebelumnya. Beberapa hari ini ia merasa tidak tenang melihat ada anggota baru masuk ke dalam keluarganya. Ia tidak membenci Juwita, hanya saja wanita itu terlalu sederhana. Samudra telah memberi peringatan padanya, akan tetapi wanita itu terlalu keras kepala dan enggan menggubris peringatan yang telah Ia berikan."Bodoh."Hanya itu yang bisa dia ucapkan untuk wanita itu. Besok Samudera akan pergi untuk melanjutkan studinya, sedangkan Ayah dan ibunya juga akan pergi ke luar negeri melakukan urusan bisnis. Maka saat itu juga, Juwita dan Sky akan tinggal bersama dan hanya berdua saja. Maka saat itu juga Juwita akan menyadari bahwa laki-laki yang ia nikahi bukanlah laki-laki yang sederhana.Tak lama suara pintu pun terbuka dan sosok laki-laki tampan muncul setelahnya. Laki-laki itu tak lain dan tak bukan adalah Sky, akan tetapi aura yang dipancarkan sangat