"Di mana bukumu?" tanya Arvy akhirnya karena dia tak tahan untuk tak menanyakan hal itu pada Vanilla.Vanilla menoleh ke arah Arvy yang duduk cukup jauh darinya."Aku sudah habis membacanya.” "Ada perpustakaan kecil di atas jika kau ingin bacaan baru.” Vanilla sedikit heran karena Arvy yang terkesan lebih perhatian padanya."Aku sedang tak ingin membaca," jawab Vanilla."Kenapa?" tanya Arvy yang kali ini tampaknya mereka mengobrol lumayan panjang dari biasanya."Aku hanya tak ingin membaca," jawab Vanilla dengan suara lembutnya yang terdengar sendu."Dua hari lagi aku akan operasi. Kau tak perlu ikut ke rumah sakit. Pelajari surat cerai kita dan tandatangani segera," ucap Arvy to the point.Vanilla terdiam. Mereka baru sebentar menikah, tapi Arvy sudah akan menceraikannya. Sungguh hal yang miris dan tragis bagi Vanilla."Aku bicara padamu," kata Arvy dingin ketika Vanilla tak segera menjawab ucapannya."Baiklah.” Vanilla terlihat pasrah.Vanilla memegang dadanya yang kembali terasa
"Tak perlu mengantarku pulang, Mom.” Arvy menatap sang ibu, Izzy.“Tak apa, lagi pula Mommy ingin bertemu Vanilla juga karena besok Mommy akan pergi ke luar negeri,” jawab Izzy dan memegang lengan Arvy.Arvy tak menjawab lagi dan mereka sedang menunggu kedatangan Dokter untuk membuka perban yang menutupi matanya setelah menjalani operasi.Tak lama kemudian, Dokter pun datang dan melihat ke arah mereka bertiga yaitu Aiden, Arvy, dan Izzy.Lalu Dokter pun membuka perlahan perban di mata Arvy. Izzy memegang erat tangan Aiden karena dia masih takut jika operasi ini gagal.Semuanya tampak tegang menunggu perban itu terbuka. Hingga akhirnya perban itu terbuka sempurna dan Arvy mulai membuka matanya perlahan."Buka mata anda.” Dokter memberikan perintahnya.Mata Arvy sudah terbuka separuh hingga akhirnya semua matanya terbuka dan dia melihat kedua orang tuanya di sana."Arvy, kau melihat Mommy?" Izzy memegang tangan Arvy."Ya.” Arvy mengangguk sangat pelan dan tersenyum tipis.Lalu Izzy m
Tujuh bulan berlalu, Arvy sudah kembali bekerja seperti biasanya. Hidupnya kembali bersinar dan kini dia lebih menghargai waktunya untuk tak terlalu sibuk dengan pekerjaannya.Kini Arvy lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketika weekend. Apakah Arvy sudah melupakan Vanilla? Menjadi buta sebelumnya cukup membuat dirinya mudah melupakan Vanilla karena dia tak mengingat sama sekali wajah Vanilla.Apalagi di tak pernah melihat wajah Vanilla sebelumnya meskipun sebelum operasi--Arvy melihat wajah Vanilla dengan samar. Tapi dia tak bisa melihatnya dengan jelas kala itu, jadi intinya Arvy tak pernah mengingat Vanilla sama sekali.Reaksi Izzy tentang perceraian Arvy dan Vanilla? Jangan ditanya betapa marahnya Izzy, bahkan sampai sekarang Izzy enggan bicara pada Arvy meskipun Arvy adalah anak kandungnya.Meskipun Izzy tahu bahwa Arvy memberi uang yang sangat besar pada Vanilla, tapi Izzy tetap khawatir dengan keadaan Vanilla. Aiden sudah memeriksa keberadaan Vanilla tapi tak
Wanita itu memasuki toko perlengkapan bayi untuk membeli beberapa keperluan bayinya meskipun sebenarnya dia sudah membeli cukup banyak baju-baju dan barang-barang untuk calon bayinya nanti.Uang di tabungan Vanilla semakin banyak karena kemarin beberapa fotonya terjuah di laman internet. Sedangkan uang dari Arvy hanya dipakainya untuk keperluan mendadak saja dan tak ingin menghabiskannya karena dia juga menyiapkan itu semua untuk bayinya agar nanti bisa menata depannya dengan baik.Setelah puas membeli lumayan banyak barang di toko itu, Vanilla pun keluar dari toko dan mencegat taksi di pinggir jalan. Banyak orang berlalu lalang di sana karena itu adalah jam makan siang apa lagi Vanilla ada di pusat kota di mana ada beberapa restoran di dekat sana.Sebuah taksi lewat dan berhenti di depan Vanilla tapi ada seorang pria yang langsung menyerobot taksi itu dengan menaikinya terlebih dulu.Karena hal itu membuat Vanilla hampir saja terjatuh karena bahunya terdorong. Ketika akan memundurkan
"Vanilla," panggil seorang wanita dan membuat Vanilla menoleh pada wanita yang memanggilnya itu.Vanilla terkejut melihat Glow yang juga baru turun dari mobil. Vanilla langsung berbalik pergi dan berjalan cepat."VANILLA!! TUNGGU!!" teriak Glow dan mengejar Vanilla.Blaze yang juga baru turun dari mobil ikut berlari mengejar istrinya yang berlari mengejar seseorang.Vanilla dua tas yang dipegang Vanilla jatuh, tapi Vanilla tetap tak berhenti berlari hingga ada taksi yang berhenti di depannya.Vanilla segera masuk ke taksi itu dan Glow mengambil tas Vanilla yang tadi jatuh."Vanilla!!" teriak Glow lagi sembari mengejar taksi itu."Hei, apa yang kau lakukan?" ucap Blaze dan menahan tangan Glow."Itu Vanilla, Honey," sahut Glow pada sang suami."Vanilla? Mantan istri Arvy maksudmu?" tanya Blaze."Ya, dan dia sepertinya sedang hamil.” Glow mengangguk dengan wajah sedikit panik."What?? Bagaimana bisa Arvy menceraikannya ketika dia sedang hamil?" sahut Blaze."Tidak, kakak sepertinya tak t
"Bisa-bisanya kau menceraikan istrimu di saat sedang hamil.” Riana tampak marah pada Arvy."Dia menyembunyikan hal itu dariku," jawab Arvy."Cih, benar-benar tak bisa dipercaya. Lebih baik kau tak usah mencarinya karena dia sudah bahagia dengan hidupnya di sini," sahut Riana kesal.Charlie beranjak berdiri dan menahan sang istri yang tampaknya sangat emosi pada Arvy."Dia mengandung anakku dan aku akan mengambilnya.” Arvy mengatakan hal yang justru membuat Charlie dan Riana semakin marah."What?? Kau gila, Tuan? Vanilla berjuang keras untuk bisa mempertahankan kehamilannya di saat dirinya sendirian dan dia menyetir campervan ini sendirian mengelilingi Eropa.” Charlie yang marah tak terima dengan perkataan Arvy.Arvy terdiam."Kau benar-benar egois. Tinggalkan dia sendirian karena sepertinya dia tak membutuhkanmu lagi," kata Riana."Kakak!" panggil Glow yang berjalan ke arahnya.Arvy melihat ke arah Glow."Dia ada di campervan itu," ucap Arvy menunjuk ke arah campervan milik Vanilla."
Lalu Vanilla yang merasakan langkah kaki Arvy yang semakin mendekat akhirnya berdiri dan berlari kecil menuju pintu gudang yang terbuka lebar. Arvy melihat ke arah Vanilla dan mengejar wanita itu. Tapi di depan gudang, Vanilla dihadang oleh Glow dan Blaze yang baru saja tiba di tempat gelap itu.Vanilla berhenti dan wajahnya tampak sangat tegang. Jantung Vanilla berdetak semakin cepat saat Rvy tiba-tiba sudah ada di belakangnya.Vanilla merasa seperti seorang buruan yang terjebak tak punya tempat untuk melarikan diri lagi karena dikepung oleh Arvy, Glow, dan Blaze.Tatapan mata Arvy menusuk langsung dalam jiwa Vanilla yang membuat wanita itu semakin takut."Vanilla, kami tak akan berbuat jahat padamu. Tenanglah, oke?" Glow berusaha menenangkan Vanilla."Tidak, jangan mendekat!! Jangan ambil bayiku!!" teriak Vanilla ketika Arvy mendekat.Vanilla berusaha menahan dengan gigih agar air matanya tak menetes, tapi ternyata dia tak bisa melakukannya karena kini wanita itu telah menangis."K
Glow melihat Arvy keluar dari kamar dan melihat wajah kakaknya yang sangat sedih."Ada apa, Kak?" Glow baru saja datang dari ruangan bayi untuk melihat bayi Vanilla."Kakak," ucap Glow lagi ketika, Arvy tak kunjung menjawab pertanyaan Glow."Dia sudah sadar, tapi dia takut melihatku dan histeris.” Arvy terlihat frustasi."Itu wajar karena dia baru saja melewati hal buruk. Tenanglah, nanti aku akan berbicara dengannya.” Glow menenangkan sang kakak dengan mengusap tangannya."Dia berpikir aku akan mengambil bayinya dan dia mengatakan itu terus tanpa henti.” Arvy memegang keningnya yang kini tampak bingung dengan situasi itu."Dia akan tenang nanti, percayalah. Kondisinya masih labil karena dia baru menjalani operasi besar, Kak.” Glow yang masih berusaha menenangkan sang kakak yang benar-benar terlihat gusar dan khawatir dengan kondisi Vanilla."Aku akan masuk dan kakak tunggu saja di sini," lanjut Glow dan Arvy mengangguk.Arvy kemudian duduk di bangku yang ada di selasar rumah sakit da
Lima tahun berlalu ... "Honey, apakah tak ada negara lain yang lebih dekat?" tanya Arvy ketika Vanilla bersikeras ingin melahirkan di Sidney--hanya karena ingin anaknya yang kedua dinamai dengan nama Sidney.Dan kali ini anak mereka kembali berjenis kelamin perempuan."Kau keberatan menemaniku? Aku tak butuh ditemani jika kau tak mau, Sayang," jawab Vanilla dengan santai."Oh my God ... Tentu saja aku tak bisa meninggalkanmu sendirian di saat kau sedang hamil," sahut Arvy."Kandunganku sudah delapan bulan dan sebentar lagi aku tak bisa ke mana pun lagi naik pesawat jika tak sekarang. Jadi aku akan berangkat dulu ke Australia agar tak mengganggu pekerjaanmu. London akan bersamaku," kata Vanilla sembari memakai serealnya."Kau membuatku berada di posisi yang sulit, Honey," jawab Arvy.Vanilla melihat ke arah Arvy."Apakah aku hamil setiap tahun? Aku tak ingin merepotkanmu sama sekali, Sayang. Aku bisa pergi sendiri dan dulu aku juga sendirian ketika hamil London. Kau bahkan tak meneman
Vanilla menghela panjang napasnya dan merasakan ketulusan dari ucapan Arvy.“Tidak, ini semua karena salahku.”“Jangan membahas hal itu lagi, oke?” kata Arvy dan Vanilla mengangguk.Arvy tak ingin melihat ke belakang dan hanya ingin menjalani masa depan yang indah bersama Vanilla dan juga London.Baru saja Arvy ingin kembali memagut bibir Vanilla, namun suara tangis London terdengar dari sebelah kamar.“Ups sorry,” kata Vanilla dan berbalik pergi mendatangi sang buah hati.Arvy menghela nafasnya dan menuju ke kamar London. Arvy melihat mata London kini sudah terbuka lebar.Arvy mengambil alih gendongan Vanilla dan menggendong London.“Hei, kau ingin tidur bersama Daddy?” Arvy menciumi wajah lucu London dan membawa putrinya itu ke kamarnya.Vanilla mengikuti langkah Arvy di belakangnya.“Aku akan mandi dulu,” kata Vanilla.“Hmm, aku akan menjaga London,” sahut Arvy yang tampaknya kegiatan ranjangnya terjeda iklan karena London.**Setengah jam kemudian, Vanilla keluar dari kamar man
ArvanArvy membuka matanya ketika dia mendengar suara tangis London dari kamar sebelah. Pria itu kemudian membuka matanya dan tak melihat Vanilla di sampingnya. Arvy berpikir mungkin Vanilla sudah berada di kamar putri mereka.Lalu Arvy beranjak dari ranjang dan berjalan menuju kamar London sembari mengusap wajahnya yang masih tampak mengantuk dan matanya berat untuk terbuka. Namun, Arvy tak melihat Vanilla di sana. Pria itu kemudian mengambil London dari box bayinya dan menggendongnya.Seperti biasa, London akan langsung tenang jika Arvy menggendong dan mengayunnya pelan. London tampak menutup matanya lagi dan sepertinya tadi Vanilla sudah menyusui London karena bibir bayi kecil itu tampak basah.Setelah London tertidur kembali, Arvy kembali meletakkan putrinya ke dalam box bayinya dan menyelimutinya lalu menciumnya.Arvy kemudian keluar dari kamar dan mencari keberadaan Vanilla. Pria itu berjalan ke arah dapur dan melihat Vanilla sedang meminum obat karena di meja yang ada depannya
TOKTOKTOKPintu kamar mandi terketuk dari luar dan bisa dipastikan itu adalah Arvy.Vanilla menggigit gigit bibirnya sendiri dan masih mondar mandir di dalam kamar mandi dengan menggunakan pakaian dalamnya saja."Vanilla? Kau di dalam?" tanya Arvy dari luar pintu."Ya," jawab Vanilla dan tubuhnya semakin gelisah."Oke," sahut Arvy dan tak mengetuk pintunya lagi.Beberapa detik kemudian, Vanilla memutuskan untuk keluar karena dia sudah tak tahan lagi. Dia memilih untuk menuntaskannya bersama Arvy daripada berendam di dalam bathtub yang terisi air dingin.CEKLEKVanilla keluar dengan menggunakan handuk saja yang terlilit di dadanya. Vanilla melihat Arvy tampak sudah membuka bajunya dan membuat gairah Vanilla semakin tinggi dan tak tertahankan lagi. Ya, mungkin hanya dengan cara ini semuanya bisa dimulai tanpa ragu oleh Vanilla daripada memulainya dengan cara normal karena dia pasti akan sangat malu jika harus memulainya terlebih dulu.Vanilla menghampiri Arvy dan memegang tangannya.
Keesokan harinya, Izzy datang ke mansion Vanilla setelah sebelumnya dia menemui Arvy di perusahaannya. Izzy mulai mengetahui dan mencerna masalah yang sebenarnya terjadi di antara Arvy dan Vanilla setelah Arvy menjelaskan hubungannya dengan Vanilla yang semakin membaik namun hanya seperti teman atau sahabat saja--tidak lebih.Dan kali ini Izzy akan campur tangan. Sebelum menuju ke mansion, tadi Izzy menyempatkan pergi ke sebuah rumah sakit di mana teman Glow memberikan obat pada Izzy atas perintah Glow tadi sore.Setelah itu, Izzy pun pergi ke mansion Arvy untuk bertemu Vanilla dan cucu tunggalnya--London.Setibanya di sana, Izzy langsung menemui Vanilla yang ternyata sedang makan malam sendirian."Mom?" ucap Vanilla ketika melihat Izzy tiba di mansionnya secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan."Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu?" tanya Izzy dan mencium pipi sang menantu."Aku sangat baik. Mommy tak bilang akan kemari," jawab Vanilla yang kemudian berdiri."Duduklah, ayo kita makan bersa
Dengan langkah pelan setelah seharian bekerja, Arvy memasuki mansion megah yang selalu menunggu kedatangannya. Bangunan tersebut seolah menyambutnya dengan hangat, tetapi hatinya hanya memiliki ruang untuk dua wanita yang berarti segalanya baginya yaitu putrinya, London, dan istrinya, Vanilla.Tanpa ragu, Arvy mengarahkan langkahnya menuju kamar kecil yang didekorasi dengan beragam warna pastel. Di dalamnya, bayi kecil London tengah tertidur dengan wajah yang tak terbantahkan cantiknya. Wajah lucunya yang menawan dan bibirnya yang lembut mencairkan hati Arvy setiap kali dia melihatnya."Selalu membuatku merindukanmu, Honey," gumam Arvy berbisik dan kemudian menciumnya perlahan. Setiap hari dia meluangkan waktu setiap hari untuk bersama London, meyakinkan dirinya bahwa dia adalah ayah yang baik bagi sang putri.Kehidupan Arvy selalu berputar dalam lingkaran dua wanita ini, meskipun hubungannya dengan Vanilla belum seperti pasangan suami-istri biasa. Meskipun sudah dua bulan sejak pern
"It's oke. Biar aku yang memegangnya. Maaf, tadi bibi mengatakan padaku bahwa kau mencariku dan itulah mengapa aku masuk kemari karena aku berpikir kau sedang membutuhkan bantuanku," jawab Arvy tanpa mengalihkan pandangannya."Arvy, bisakah kau keluar dulu?" ucap Vanilla yang akhirnya duduk agar tubuhnya tertutupi oleh tubuh gemol London yang digendong di depannya."Kau tak membutuhkan bantuanku?" tanya Arvy."Aku akan membersihkan tubuhku dan London di bawah shower dulu lalu aku akan memanggilmu," jawab Vanilla."Baiklah," jawab Arvy dengan santai meskipun sebenarnya kini darahnya berdesir cepat karena melihat tubuh polos Vanilla yang sebenarnya masih tertutupi oleh London.Tapi meskipun begitu, Arvy bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Vanilla yang bagaikan gitar spanyol itu.Arvy kemudian keluar dari kamar mandi dan menunggu di balik pintu."Damn!" gumamnya tanpa bersuara dan hanya menggerakkan bibirnya saja.Tak sekali ini saja Arvy dibuat pening oleh hal-hal seperti ini karena m
“Terima kasih,” ucap Vanilla ketika dia melihat Arvy baru memasuki kamar yang kini resmi menjadi kamar mereka berdua.Arvy melihat ke arah Vanilla di balik temaramnya lampu kamar karena London sudah tidur dengan nyenyak di box bayinya.“Hmm, kau belum tidur?” tanya Arvy sedikit berbisik karena takut mengganggu tidur London.“Aku baru menyusui London dan aku ingin menemui Mommy dulu sebentar lagi. Apakah mereka sudah pulang?” tanya Vanilla.“Ya, mereka baru saja pulang dan besok mereka akan kembali kemari,” jawab Arvy menghampiri Vanilla.Arvy kemudian mengecup bibir Vanilla.“Tidurlah, aku tahu kau sangat lelah,” kata Arvy sembari mengusap pipi Vanilla dengan lembut.Vanilla menatap mata Arvy yang kini sangat berbeda jauh dengan ketika mereka pertama kali saling mengenal.“Kau boleh memintanya kapan pun padaku,” kata Vanilla dengan tulus karena dia tak pernah mempermainkan sebuah hubungan. Dan Arvy tahu dengan apa yang dimaksud oleh Vanilla.Arvy menatap lekat netra cantik itu lalu me
Arvy menggenggam tangan Vanilla dengan hati yang penuh cinta. "Vanilla," katanya dengan lembut, "Aku tahu kau khawatir tentang pernikahan ini. Tapi aku ingin kita memulai hidup bersama dengan awal yang indah. Aku ingin semua orang tahu bagaimana kita akan menjadi keluarga yang luar biasa untuk London."Vanilla menatap mata Arvy, ekspresinya mencerminkan kebingungan. "Tapi, Arvy, London masih sangat kecil. Dia masih membutuhkanku setiap saat. Aku takut pernikahan besar ini akan membuatku terlalu sibuk dan membuat London kehilangan perhatian dariku," sahut Vanilla.Arvy mencium tangan Vanilla dengan lembut. "Kau tahu, aku dan keluargaku selalu mendukungmu. Dan mereka akan membantu kita," jawab Arvy."Aku tetap ingin pernikahan yang sederahan, Arvy," ucap Vanilla."Baiklah, kita bisa membuat pernikahan ini sesederhana yang kau inginkan. Yang terpenting adalah kita bersama, dan kita merayakan kebahagiaan kita. Jadi kita akan menikah di catatan sipil saja, hanya dengan keluarga dan te