Keesokan harinya, sesuai dengan permintaan Ara, Fyan tidak menunggu gadis itu untuk pergi ke kampus bersama dengannya. Padahal Fyan tahu hari ini jadwal Ara bertemu dosen pembimbing pagi hari. Pemuda itu hanya ingin tidak membuat Ara tertekan. Kebetulan ketika Fyan bersiap-siap berangkat dan sudah ada di dalam mobil. Kendaraan gadis itu pun keluar dari pekarangan rumahnya dan melintas melewati pintu pagar rumah Fyan. Karena takut terlambat, Fyan pun melajukan kendaraannya di belakang mobil yang dikendarai oleh Ara. Hingga teleponnya berdering dan gadis itu menelepon."Kan sudah Ara bilang kalau hari ini Ara pergi sendirian. Jadi Abang tidak usah membuntuti!"Fyan meminjamkan matanya, gadis itu salah paham. Sama sekali Fyan tidak bermaksud membuntutinya, hanya saja, kebetulan mereka berangkat secara bersamaan."Kamu salah paham, Ra.Abang nggak membuntuti kamu, kok.""Kalau Abang tidak mengikuti Ara, kenapa mobil Abang ada di belakang mobil Ara?!"Kali ini Fyan menepuk keningnya sendiri
Selesai mengantarkan teman-temannya, Ara langsung pulang. Begitu memarkirkan mobil di garasi rumahnya, arah tidak langsung masuk. Gadis itu kembali keluar dari pintu pagar menuju rumah Fyan. Waktu sudah menunjukkan hampir jam 08.00 malam, Ara yakin kalau saat ini Fyan sudah ada di rumah.Akan tetapi, gadis itu heran ketika melihat mobil Fyan tidak terparkir di sana. Tidak mau banyak bertanya-tanya, ia pun langsung memencet bel. Tak berapa lama Bi Nining membukakan pintu."Eh, Neng Ara?! Tumben-tumbenan, Bang Fyan-nya ke mana?" Setahu Bi Nining, Ara dan Fyan selalu berangkat dan pulang bersamaan, makanya wanita paruh baya itu bertanya seperti itu."Beberapa hari ini aku tidak pergi bersama Bang Fyan." "Oh ... begitu, ya?""Jadi, Bang Fyan nggak ada di rumah, Bi? Padahal aku pengen ketemu." Ara celingukan, meskipun ia tahu mobil pria itu tidak ada di depan. Siapa tahu Fyan pulang dengan taksi dan mobilnya bermasalah."Iya, belum pulang. Dari tadi pagi."Ara menghela panjang lalu mengel
Hampir semalaman, baik Fyan maupun Rey, tidak bisa memejamkan mata. Keduanya larut dalam suasana hati yang gelisah. Rey tidak menduga niatnya untuk memancing Fyan malah berujung dengan hal yang sangat tidak diinginkan. 'Kenapa dulu aku hanya kepikiran cara itu? Kenapa tidak mencoba cara lain yang tidak beresiko? Aku pikir dia akan terpancing karena takut kehilangan Ara dan tidak rela gadis itu jatuh ke tangan orang lain. Ternyata prediksiku salah. Terus kalau sudah begini, apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku berterus-terang pada Fyan kalau aku pura-pura mendekati Ara hanya untuk memancing dirinya. Dia akan semakin marah padaku. Tidak mungkin juga aku mengatakan kalau sudah bertunangan dengan Nindy.'Berkali-kali Rey meyibak selimut lalu duduk di tepi ranjang. Berjalan mondar-mandir, menyibak tirai jendela kamarnya dan memperhatikan suasana di luar yang gelap. Melihat ke bawah, ke arah jalan raya yang tidak jauh dari rumahnya. Dari padat hingga lengang sampai padat lagi, Rey m
Setahu Fyan, dalam seminggu ini, Rey tiga kali mengantarkan Ara. Itu artinya mereka jalan bareng sebanyak tiga kali. Yang jelas selama seminggu ini, Ara tidak pernah berkunjung ke rumah Fyan, tidak ada menelepon juga. Intinya tidak ada komunikasi. Hingga sore ini, Mama menghubungi Fyan. "Aku masih di kantor, Ma. Memangnya ada apa?" tanya Fyan pada wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya itu. Mama bertanya tentang keberadaan Fyan."Sebenarnya Mama pengen ketemu sama kamu, tapi kamu kenapa nggak ke rumah-rumah?""Maaf, Ma. Fyan lagi sibuk di kantor, jadi nggak sempet ke rumah mama.""Nggak apa-apa kalau kamu sibuk. Mama takutnya kamu lagi berantem sama Ara, soalnya Ara juga nggak pernah ngebahas kamu. Biasanya sebentar sebentar dia ngomongin Bang Fyan, tapi sekarang, kok, enggak.""Fyan sama Ara gak kenapa-kenapa, kok, Ma. Fyan benar-benar sibuk dan Ara juga sibuk ngerjain skripsi 'kan.""Tapi .... ""Tapi apa, Ma?" Fyan bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju jendela ruangan kan
Hari ini Rey bermaksud untuk tidak menghubungi ataupun bertemu dengan Ara. Setelah satu minggu kemarin mereka sempat bertemu beberapa kali. Maksud Rey adalah ingin perlahan-lahan menjauh dari gadis itu.Seperti janjinya dalam hati, Rey tidak ingin menyakiti Ara dengan cinta palsunya. Dia juga tidak ingin mengkhianati Nindy. Tetapi bagaimana kalau ternyata benar Ara terlanjur jatuh hati padanya. Ini tugasnya untuk memberikan pengertian perlahan-lahan.Seharian ini, ia pun sengaja tidak banyak membuka ponsel. Ada beberapa chat dari Ara yang sengaja tidak dibuka. Nanti malam baru ia akan membukanya dengan alasan sibuk. Bukankah biasanya dia juga melakukan hal seperti itu pada cewek-cewek yang sudah bosan ia pacar sewaktu kuliah dan masih suka berpetualang dari satu hati ke hati yang lain.Akan tetapi ada satu hal yang tidak dimengerti oleh Rey. Saat dirinya menatap layar laptop, yang terus terlintas justru wajah Ara. Ara seperti yang sudah mengisi ruang hatinya, tetapi pria itu ingin me
Gadis manis yang menggunakan kemeja biru muda itu duduk dengan gelisah di bangku yang berada di bawah pohon flamboyan. Sesekali ia melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya, kemudian menoleh ke arah jalan. Seperti yang menunggu kehadiran seseorang.Sebentar kemudian, matanya kembali tertuju pada buku tebal yang berada di tangannya. Membukanya sembarang lalu menutupnya lagi. Begitu dan begitu terus hingga hal itu ia lakukan berulang-ulang.Ia meletakkan buku di samping tempat duduknya, di dekat tas ransel yang tergeletak sejak tadi. Berdiri lalu berjalan beberapa langkah sampai kembali melirik benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya.Kemudian ia pun duduk kembali dan meraih buku itu lalu meletakkannya di pangkuan.Sudah lebih dari setengah jam Ara di sana menunggu keajaiban. Tadi sewaktu di kampus, Maya sudah memintanya untuk tidak terlalu berharap. Tetapi gadis itu bersikeras dan yakin kalau sore ini Rey akan datang menemuinya. "Kayaknya selera Bang Rey
Tanpa mereka sadari, dari kejauhan sepasang mata mengintip dari dalam sebuah mobil. Memandang keduanya dengan tatapan miris. Sore ini Fyan bermaksud ingin duduk santai di taman. Namun, ia melihat mobil Rey terparkir. Pria itu pun kemudian melajukan kendaraannya perlahan sambil memperhatikan ke area taman. Fyan yakin kalau Rey sedang bersama Ara di sana. Pemuda itu menghela panjang berulang kali untuk meredakan sesak di dadanya. Ia cemburu pada Rey yang baru saja beberapa hari akrab dengan Ara, tetapi sudah bisa merebut hati gadis itu. Sementara dia yang belasan tahun bersamanya, sekarang terkesan dilupakan. Bahkan komunikasi mereka jadi kaku.Fyan ingin marah, bahkan sisi kelelakiannya ingin berbuat kasar pada Rey. Tetapi jika dipikir lagi, itu akan membuat Ara semakin tidak suka padanya dan hubungan mereka pun akan semakin renggang. Pada akhirnya Fyan memilih diam, meredam perasaan kecewa dan amarah yang menguasai hatinya.Memang sulit untuk berdamai dengan hati sendiri. Semua Fya
Pagi-pagi Ara bertandang ke rumah Fyan dengan wajah yang berseri-seri. Pemuda yang tengah memanaskan mobilnya itu menautkan kedua alisnya. Sudah lama sejak ada Rey diantara mereka, Ara tidak pernah datang dengan wajah seperti itu. Fyan lantas berpikir apa mungkin sekarang Ara sudah kembali seperti semula?"Pagi, Bang.""Hei, pagi. Tumben?!" Dengan pandangan menelisik, Fyan menyahut."Ih Abang, kok, bilangnya tumben? Bang Fyan masih marah ya, sama Ara?""Siapa yang marah? Lagian marah karena apa? Memangnya kapan Abang marah sama Ara?" Tiga pertanyaan itu sekaligus Fyan ajukan."Buktinya .... ""Buktinya apa? Kenyataannya kamu yang yang berubah karena keasikan punya teman baru. Apa kabar kamu , Ra? Apa Rey tidak mengganggumu?""Rey baik, kok. Bahkan Ara sama Rey .... " Gadis itu tersenyum sambil menautkan kedua jemarinya.Rey mengalihkan pandangan, khawatir kalau kabar yang akan Ara sampaikan adalah kabar buruk. Bagaimana kalau gadis itu sudah diapa-apakan oleh Rey."Kenapa? Apa yang te