"Masih jauh, ya, Pa?" tanya Arfan, pemuda yang duduk di kursi belakang.
"Sebentar lagi sampai, kok," jawab pria paruh baya bernama Arga itu."Kamu tidur saja dulu, nanti Mama bangunkan," ujar Desi.Arfan pun hanya bisa mengembuskan napas pelan, ia sudah lelah berada di dalam mobil seharian ini. Kini, keluarga kecilnya akan menuju sebuah desa yang terkenal dengan keindahan pesisir pantainya untuk menikmati liburan.Udara semakin dingin, sedangkan jalanan terlihat sangat sepi tanpa penerangan karena saat ini mobil melaju melintasi hutan lebat yang menjadi pembatas Desa Selaras dan Kota Daruny.Suasana sangat sepi, hanya ada pepohonan di sisi jalan yang membuat perasaan Arfan menjadi tidak karuan. Pemuda itu tak tenang, ia merasa ada yang mengawasi dirinya. Sesekali manik matanya melirik ke arah pepohonan yang meliuk-liuk diterpa angin malam. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang membuat hutan terasa menyeramkan.Sekelebat bayangan melintas di depan jendela mobil hingga membuat pemuda itu tersentak kaget. "Apa itu tadi?" tanyanya.Tak berapa lama, harum semerbak khas bunga melati tercium. Pemuda itu semakin waspada, pikirannya mulai kacau ketika mengingat hutan adalah kerajaan bagi para mahluk astral."Arfan, ada apa?" tanya Desi yang menyadari putranya bertingkah aneh.Arfan tak menjawab. Tengkuknya terasa dingin, sedangkan dari arah kursi belakang terdengar suara-suara aneh yang membuat Arfan semakin waspada. Perlahan, ia pun menoleh ke arah belakang."Huf ... rupanya cuma suara angin," ujar penida itu lega ketika tak melihat apa pun di belakang mobil."Arfan, ada apa, Nak?" tanya Arga."Ehm, gak ada apa-apa, kok, Pa." Pemuda itu menjawab seraya tersenyum agar kedua orang tuanya tak khawatir.Namun, ia tak menduga ketika seorang wanita paruh baya melintas di tengah jalan tanpa melihat kiri dan kanan."Awas, Pa! Aaaarrrggghhh!" teriak Arfan seraya menunjuk ke arah tengah jalan.Arga pun tersentak kaget karena teriakan Arfan, ia segera menginjak pedal rem dengan kuat hingga mobil pun berhenti mendadak."Ada apa, Arfan?" tanya Arga panik."Ta-tadi ... ada perempuan di tengah jalan, kayanya dia tertabrak mobil kita, Pa," jawab Arfan takut."Mama gak lihat apa-apa." Desi menimpali."Ta-tapi, tadi Arfan lihat, Ma," ujar pemuda itu bersikeras."Ya sudah, biar papa yang lihat," ujar Arga seraya turun dari mobil untuk memeriksa keadaan sekitar.Namun, pria paruh baya itu tak menemukan keanehan apa pun. Hanya jalanan yang dipenuhi oleh dedaunan kering."Gak ada apa-apa, kok," ujar Arga dari luar mobil.Arfan pun melongok ke luar jendela, ia ingin memastikan apa yang dilihatnya. Pemuda itu mencoba untuk memberanikan diri melihat kondisi dari wanita yan dilihatnya tadi. Perlahan, ia keluar dari mobil dan mencari keberadaan wanita itu. "Kok, enggak ada?" Arfan kebingungan begitu tak menemukan tubuh wanita yang tertabrak tadi. Angin berembus dengan cepat, seluruh tubuhnya tiba-tiba menggigil karena udara dingin, sedangkan perasaan pemuda itu semakin tak karuan. Bayangan hitam kembali melintas membuatnya terdiam tanpa bisa bergerak karena ketakutan."Pergi ... dari sini." Suara serak nan berat terdengar dari arah belakang bersamaan dengan sebuah tangan yang memegang pundak Arfan."Aaaarrrggghhh!" teriak Arfan saat melihat wanita paruh baya yang kini berada di belakangnya.Wanita dengan wujud hancur, setengah dari tubuhnya remuk akibat terlindas ban kendaraan. Darah segar mengalir deras dari punggungnya yang masih tercetak bekas ban mobil, sedangkan kedua kakinya telah terputus dari tubuhnya dan tergeletak tak jauh dari tempatnya berpijak.Seketika, napas Arfan tersengal, sedangkan suaranya tersekat dengan peluh yang terus menetes dari dahinya. "Aaaarrrggghhh!" teriak Arfan seraya berlari menjauh dari wanita yang terus menatap ke mana pun kakinya melangkah.Arfan segera memasuki mobil dengan keadaan takut. Sontak kedua orangtuanya menjadi bingung melihat putra semata wayangnya itu."Arfan, ada apa?" tanya Arga yang kini sudah masuk ke dalam mobil."Papa! Cepat pergi dari sini!" seru Arfan sembari menutup kedua telinganya agar tak mendengar bisikan menyeramkan dari sosok wanita itu.Arga yang bingung pun mengikuti keinginan sang anak. Ia segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Beberapa saat kemudian, Arfan membuka kedua kelopak mata. Ia menatap ke arah sekitar untuk memastikan bahwa sosok menyeramkan itu tak mengikutinya."Arfan, apa kamu lihat sesuatu?" tanya Desi.Pemuda itu pun bernapas lega. Ia menyenderkan tubuhnya sembari mengatur napas agar kembali normal. "Iya, Ma. Tadi aku liat perempuan di jalan itu," jawabnya."Apa dia masih mengikutinya kita?" tanya Arga."Enggak, kok, Pa. Dia sudah gak ada.""Syukurlah. Tumben-tumbenan kamu lihat yang kaya gitu," ucap Arga."Entahlah, Pa. Akhir-akhir ini, aku ngerasa ada yang aneh.""Ya, sudah. Jangan dipikirkan, kita akan liburan. Jadi, tenangkan pikiran," ujar Arga sembari tersenyum agar putranya itu merasa tenang.Rafael Alhusayn, itulah namanya. Remaja yang baru saja berusia tujuh belas tahun, usia yang masih belia dan usia ini katanya adalah usia terindah di hidup seseorang. Saat ini, Arfan beserta sahabat dan keluarganya hendak menikmati indahnya liburan di Desa Selaras. Mereka hendak meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan kota sejenak.Kejadian tadi bukanlah yang pertama. Arfan memang dilimpahkan anugerah yang tak banyak orang miliki. Ia bisa melihat masa lalu melalui sentuhan kulitnya pada benda mati. Mirip seperti psychometri, tetapi jelas berbeda karena Arfan hanya dapat melihat sesuatu hanya pada saat tertentu saja dan Arfan pun tak bisa melihat keberadaan hantu. Namun, beberapa hari terakhir, dirinya mulai merasakan adanya keanehan.***Riuh suara kicauan burung terdengar di sekitar penginapan. Udara pagi begitu menyegarkan, sehingga Arfan terbangun dengan tubuh yang segar. Ia menghirup dalam-dalam segarnya udara di desa ini."Sangat berbeda dengan udara kota," gumamnya.Arfan tak sabar ingin berjalan-jalan mengitari desa yang sangat asri ini. Terlebih, desa ini ada di pesisir pantai yang indah. Tentu saja akan menjadi pengalaman paling menyenangkan selama liburan."Mama, aku boleh, kan, jalan-jalan ke luar bareng sama Vino?" tanya pemuda itu pada Desi yang tengah sibuk berkutat dengan bahan masakan."Boleh, tapi jangan jauh-jauh, ya," pinta Desi."Oke, Ma!" serunya seraya berlari keluar dari penginapan.Langkahnya semakin cepat, tak sabar rasanya untuk mengajak Vino menikmati indahnya pesisir pantai di pagi hari begini. Arfan mendatangi penginapan Vino yang masih tampak sepi."Vino! Vino!" serunya seraya mengetuk pintu.Tak berapa lama, pintu pun terbuka menam
Tanpa belas kasih, tentara itu mengangkat kapak setinggi mungkin, dan tak lama kapak itu dengan cepat melesat ke arah leher sang Ibu.Craat!Dalam seperkian detik, kepala sang Ibu terpisah dari tubuhnya. Darah segar mengucur deras dari tubuh dan kepala hingga cipratan darah mengenai dinding terowongan yang masih dalam proses pembangunan. Manik mata sang Ibu membelalak, rasa sakitnya kini telah berakhir, sang Ibu meregang nyawa demi memperjuangkan kebebasan buah hatinya, tetapi itu semua sia-sia.Tawa menggelegar dari sang pemimpin yang terlihat sangat puas ketika melihat darah berceceran di sana sini dengan potongan tubuh yang kini tak utuh lagi.Suara Arfan seakan-akan tersekat, deru napasnya berhenti sejenak, begitu juga dengan denyut nadi yang terasa terhenti ketika melihat kejadian masa lalu yang begitu mengerikan.Kaki pemuda itu sontak berjalan mundur tanpa perintah. Pemandangan di hadapannya ini adalah yang terburuk dari semua kilasan waktu. "Mama, Pa
"Masukkan dia ke dalam tembok!" perintah pemimpin itu."Baik, Pak!" jawab beberapa tentara bayaran.Empat orang tentara menbawa tubuh pria yang tak lagi utuh itu ke dalam adonan semen, mereka menyuruh salah seorang pekerja paksa untuk menimbun tubuh yang baru saja mereka bunuh itu ke dalam bangunan terowongan. Tanpa berlama-lama lagi, para pekerja dan tentara itu membenamkan tubuh pria tadi ke dalam adonan bangunan hingga tubuh rentanya tak terlihat lagi.Cahaya putih menyilaukan kembali datang hingga membuat Arfan menutup matanya. Suasana kembali hening, tak ada terdengar suara besi yang berasal dari pembangunan terowongan itu.Pemuda itu pun membuka matanya secara perlahan saat ia yakin bahwa penglihatannya telah berakhir. Ia mengerjapkan mata seraya membiasakan retina mata dengan kegelapan yang ada di sekitar."Aw, apa karena mayat-mayat yang menjadikan pondasi terowongan ini sangat kuat hingga mempunyai kenangan sekelam ini?" tanya Arfan lirih sera
Sesekali Arfan menoleh ke belakang untuk memastikan. Samar terlihat sosok hitam dengan tubuh tinggi berdiri tepat di tengah terowongan. Sorot mata merahnya menatap tajam ke arah dirinya dan juga Vino. Dengan bibir bergetar menahan ketakutan, Arfan pun mempercepat langkah demi menghindari sosok menyeramkan itu.Aneh, bau busuk kembali tercium di sekitar sini. Pandangan pemuda itu pun masih kurang jelas melihat seluruh isi terowongan penuh misteri ini.“Aarrggghhh!” Suara raungan kencang terdengar dari arah belakang. Sontak Arfan menoleh tanpa menghentikan langkah.Tak terlihat apa pun di belakang. Sosok itu telah hilang ditelan gelapnya terowongan setan ini. Namun, rasanya aura kelam semakin terasa menyesakkan dada.“Aarrgghh!” pekik Arfan saat kakinya tersandung sesuatu. Tubuhnya terjerembap bersama dengan Vino. Namun, tiba-tiba Arfan menyadari bahwa dirinya seperti menimpa sesuatu yang besar dan juga lembek.“Bau apa ini?&rdquo
Dada pemuda itu terasa sedikit sesak melihat keadaan Vino yang masih terbaring lemah di atas brankar dengan wajah penuh luka goresan. Sedikit memberanikan diri, Arfan mencoba melangkah ke arah kerumunan di ruangan bernuansa putih itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini."Ke-kenapa Vino ada di sini? Bukankah ia memasuki terowongan bersama dengan diriku? Tapi ... sosok yang aku temukan di terowongan itu adalah arwah tentara. Apa mungkin itu hanya imajinasi saja?" tanya pemuda itu bingung.Sejujurnya, saat ini Arfan sangat kebingungan dengan apa yang telah terjadi padanya dan juga Vino. Semua berawal dari Vino yang nekat memasuki terowongan hingga akhirnya Arfan pun ikut terseret masuk dan akhirnya berkali-kali melihat kelamnya masa lalu dari perbuatan terowongan yang membutuhkan banyak darah dan nyawa. Rasanya, rintihan tangis korban terowongan masih terngiang jelas di telinga Arfan beberapa detik lalu. Namun, kini semua berubah, ia berada di ruangan yang sama d
Dada pemuda itu terasa sedikit sesak melihat keadaan Vino yang masih terbaring lemah di atas brankar dengan wajah penuh luka goresan. Sedikit memberanikan diri, Arfan mencoba melangkah ke arah kerumunan di ruangan bernuansa putih itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini."Ke-kenapa Vino ada di sini? Bukankah ia memasuki terowongan bersama dengan diriku? Tapi ... sosok yang aku temukan di terowongan itu adalah arwah tentara. Apa mungkin itu hanya imajinasi saja?" tanya pemuda itu bingung.Sejujurnya, saat ini Arfan sangat kebingungan dengan apa yang telah terjadi padanya dan juga Vino. Semua berawal dari Vino yang nekat memasuki terowongan hingga akhirnya Arfan pun ikut terseret masuk dan akhirnya berkali-kali melihat kelamnya masa lalu dari perbuatan terowongan yang membutuhkan banyak darah dan nyawa. Rasanya, rintihan tangis korban terowongan masih terngiang jelas di telinga Arfan beberapa detik lalu. Namun, kini semua berubah, ia berada di ruangan yang sama d
Sesekali Arfan menoleh ke belakang untuk memastikan. Samar terlihat sosok hitam dengan tubuh tinggi berdiri tepat di tengah terowongan. Sorot mata merahnya menatap tajam ke arah dirinya dan juga Vino. Dengan bibir bergetar menahan ketakutan, Arfan pun mempercepat langkah demi menghindari sosok menyeramkan itu.Aneh, bau busuk kembali tercium di sekitar sini. Pandangan pemuda itu pun masih kurang jelas melihat seluruh isi terowongan penuh misteri ini.“Aarrggghhh!” Suara raungan kencang terdengar dari arah belakang. Sontak Arfan menoleh tanpa menghentikan langkah.Tak terlihat apa pun di belakang. Sosok itu telah hilang ditelan gelapnya terowongan setan ini. Namun, rasanya aura kelam semakin terasa menyesakkan dada.“Aarrgghh!” pekik Arfan saat kakinya tersandung sesuatu. Tubuhnya terjerembap bersama dengan Vino. Namun, tiba-tiba Arfan menyadari bahwa dirinya seperti menimpa sesuatu yang besar dan juga lembek.“Bau apa ini?&rdquo
"Masukkan dia ke dalam tembok!" perintah pemimpin itu."Baik, Pak!" jawab beberapa tentara bayaran.Empat orang tentara menbawa tubuh pria yang tak lagi utuh itu ke dalam adonan semen, mereka menyuruh salah seorang pekerja paksa untuk menimbun tubuh yang baru saja mereka bunuh itu ke dalam bangunan terowongan. Tanpa berlama-lama lagi, para pekerja dan tentara itu membenamkan tubuh pria tadi ke dalam adonan bangunan hingga tubuh rentanya tak terlihat lagi.Cahaya putih menyilaukan kembali datang hingga membuat Arfan menutup matanya. Suasana kembali hening, tak ada terdengar suara besi yang berasal dari pembangunan terowongan itu.Pemuda itu pun membuka matanya secara perlahan saat ia yakin bahwa penglihatannya telah berakhir. Ia mengerjapkan mata seraya membiasakan retina mata dengan kegelapan yang ada di sekitar."Aw, apa karena mayat-mayat yang menjadikan pondasi terowongan ini sangat kuat hingga mempunyai kenangan sekelam ini?" tanya Arfan lirih sera
Tanpa belas kasih, tentara itu mengangkat kapak setinggi mungkin, dan tak lama kapak itu dengan cepat melesat ke arah leher sang Ibu.Craat!Dalam seperkian detik, kepala sang Ibu terpisah dari tubuhnya. Darah segar mengucur deras dari tubuh dan kepala hingga cipratan darah mengenai dinding terowongan yang masih dalam proses pembangunan. Manik mata sang Ibu membelalak, rasa sakitnya kini telah berakhir, sang Ibu meregang nyawa demi memperjuangkan kebebasan buah hatinya, tetapi itu semua sia-sia.Tawa menggelegar dari sang pemimpin yang terlihat sangat puas ketika melihat darah berceceran di sana sini dengan potongan tubuh yang kini tak utuh lagi.Suara Arfan seakan-akan tersekat, deru napasnya berhenti sejenak, begitu juga dengan denyut nadi yang terasa terhenti ketika melihat kejadian masa lalu yang begitu mengerikan.Kaki pemuda itu sontak berjalan mundur tanpa perintah. Pemandangan di hadapannya ini adalah yang terburuk dari semua kilasan waktu. "Mama, Pa
***Riuh suara kicauan burung terdengar di sekitar penginapan. Udara pagi begitu menyegarkan, sehingga Arfan terbangun dengan tubuh yang segar. Ia menghirup dalam-dalam segarnya udara di desa ini."Sangat berbeda dengan udara kota," gumamnya.Arfan tak sabar ingin berjalan-jalan mengitari desa yang sangat asri ini. Terlebih, desa ini ada di pesisir pantai yang indah. Tentu saja akan menjadi pengalaman paling menyenangkan selama liburan."Mama, aku boleh, kan, jalan-jalan ke luar bareng sama Vino?" tanya pemuda itu pada Desi yang tengah sibuk berkutat dengan bahan masakan."Boleh, tapi jangan jauh-jauh, ya," pinta Desi."Oke, Ma!" serunya seraya berlari keluar dari penginapan.Langkahnya semakin cepat, tak sabar rasanya untuk mengajak Vino menikmati indahnya pesisir pantai di pagi hari begini. Arfan mendatangi penginapan Vino yang masih tampak sepi."Vino! Vino!" serunya seraya mengetuk pintu.Tak berapa lama, pintu pun terbuka menam
"Masih jauh, ya, Pa?" tanya Arfan, pemuda yang duduk di kursi belakang."Sebentar lagi sampai, kok," jawab pria paruh baya bernama Arga itu."Kamu tidur saja dulu, nanti Mama bangunkan," ujar Desi.Arfan pun hanya bisa mengembuskan napas pelan, ia sudah lelah berada di dalam mobil seharian ini. Kini, keluarga kecilnya akan menuju sebuah desa yang terkenal dengan keindahan pesisir pantainya untuk menikmati liburan.Udara semakin dingin, sedangkan jalanan terlihat sangat sepi tanpa penerangan karena saat ini mobil melaju melintasi hutan lebat yang menjadi pembatas Desa Selaras dan Kota Daruny.Suasana sangat sepi, hanya ada pepohonan di sisi jalan yang membuat perasaan Arfan menjadi tidak karuan. Pemuda itu tak tenang, ia merasa ada yang mengawasi dirinya. Sesekali manik matanya melirik ke arah pepohonan yang meliuk-liuk diterpa angin malam. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang membuat hutan terasa menyeramkan.Sekelebat bayangan melintas di depan jend