Sesekali Arfan menoleh ke belakang untuk memastikan. Samar terlihat sosok hitam dengan tubuh tinggi berdiri tepat di tengah terowongan. Sorot mata merahnya menatap tajam ke arah dirinya dan juga Vino. Dengan bibir bergetar menahan ketakutan, Arfan pun mempercepat langkah demi menghindari sosok menyeramkan itu.
Aneh, bau busuk kembali tercium di sekitar sini. Pandangan pemuda itu pun masih kurang jelas melihat seluruh isi terowongan penuh misteri ini.“Aarrggghhh!” Suara raungan kencang terdengar dari arah belakang. Sontak Arfan menoleh tanpa menghentikan langkah.Tak terlihat apa pun di belakang. Sosok itu telah hilang ditelan gelapnya terowongan setan ini. Namun, rasanya aura kelam semakin terasa menyesakkan dada.“Aarrgghh!” pekik Arfan saat kakinya tersandung sesuatu. Tubuhnya terjerembap bersama dengan Vino. Namun, tiba-tiba Arfan menyadari bahwa dirinya seperti menimpa sesuatu yang besar dan juga lembek.“Bau apa ini?” tanyanya seraya menahan napas akibat bau busuk yang tak tertahankan.Perlahan, iq pun melihat ke benda lembek yang ditimpanya. “Aaarrrggghhh!” pekik Arfan seraya berusaha menjauh dari sesosok jasad tanpa kepala.Sontak ia terkejut begitu melihat jasad yang telah membusuk itu mengeluarkan bau busuk serta cairan kental. Sialnya baju yang dikenakan Arfan terkena cairan dari jasad itu, bahkan beberapa belatung menempel di bajunya.Rasa mual seketika menggelitik diri Arfan. “Hoek!” Arfan tak tahan hingga memuntahkan sisa makan malamnya.Ia mengedarkan pandangan ke arah sekitar, jelas saja pemuda itu terkejut begitu melihat tulang belulang serta potongan tubuh yang kini berserakan di sana-sini, sedangkan para belatung menggeliat senang di atas tubuh busuk yang ada di terowongan ini.Pemuda itu mengurungkan niat untuk terus berjalan maju, tak sanggup baginya untuk melewati jasad-jasad yang kian mengerikan. Arfan pun melangkah mundur seraya membantu Vino yang masih terdiam tanpa ekspresi walau tubuhnya pun terkena cairan kental dari bangkai manusia itu.Samar terlihat lorong yang bercabang di sekitar tempat Arfan berpijak. "Ke mana aku harus pergi?" Jelas saja hatinya bingung harus memilih salah satu lorong yang nantinya akan membawa mereka keluar dari tempat menyeramkan. "Aku harus yakin, semoga saja pilihanku benar." Pemuda itu bergumam sembari mendekat ke salah satu lorong seraya tetap menjaga Vino agar berada di sampingnya. “Semoga ini jalan yang benar,” ucapnya lirih.Hanya doa yang bisa ia harapkan saat ini. Entah, dirinya tak tahu apa yang akan ia temui nanti di dalam sana. "Yang pasti, saat ini aku harus berusaha sebaik mungkin. Lorong ini lebih kecil dari sebelumnya, tetapi aku tak bisa melihat sekitar dan berjalan dengan meraba dinding lorong yang entah akan membawaku ke mana," gumamnya.Cukup lama Arfan berjalan. Secercah harapan muncul ketika sorot cahaya mulai terlihat dari kejauhan. Sontak Arfan tersenyum girang. “Itu jalan keluarnya!” serunya senang.Ia melangkahkan kaki dengan semangat menuju arah dari sorot cahaya itu. Arfan tak sabar untuk segera keluar dari tempat ini, tetapi tiba-tiba saja tangannya seperti ada yang menahan.Arfan pun berbalik arah dan melihat Vino yang masih berada di belakang. “Vino,” panggilnya lirih.Jantung terasa berhenti berdetak, sedangkan napasnya memburu begitu melihat yang ia genggam tangannya bukan Vino, melainkan sosok mengerikan. Arwah kali ini memakai pakaian tentara yang telah usang, sedangkan sebagian kepalanya telah hancur. Bahkan, isi otaknya terlihat jelas, kondisinya benar-benar mengerikan dengan mata yang hanya bergantung pada seutas saraf.Tubuh pemuda itu terasa kaku, sedangkan lidahnya terasa kelu. Bahkan, untuk berteriak saja ia pun tak mampu ketika hendak melepas pegangan pada lengannya, sosok itu malah mencengkeram erat kedua tangan Arfan."Lepaskan! Lepaskan aku!" teriak Arfan seraya meronta berusaha untuk melepaskan diri darinya. Namun, tenaga sosok itu benar-benar di luar dugaan."Tolong! Tolong aku! Kumohon, siapa saja, tolong aku!” teriak Arfan berharap setidaknya satu orang yang akan membawanya keluar dari tempat ini dengan kondisi bernyawa.Sosok arwah tentara itu tak mau melepaskan cengkeramannya, hingga lengan Arfan terasa perih. Goresan mulai terlihat, sedangkan darah segar mengalir dari luka di lengan pemuda itu. “Mama, Papa, tolong!” teriak Arfan semakin ketakutan.Perlahan, arwah itu mendongakkan kepalanya ke arahnya. Suara seketika tersekat, darah berdesir keras dalam tubuhnya, ia tak tahu harus berbuat apa lagi.“Aaarrrggghhh!” pekik Arfan semakin ketakutan begitu melihat sosok arwah tentara di hadapannya memuntahkan darah kental berwarna hitam bercampur dengan nanah dan belatung yang telah mati.“Tolong!” Arfan semakin memberontak, tetapi ia tak bisa melarikan diri darinya.Seringai kejam terlihat dari bibir busuk arwah itu. Gerakannya sangat gesit hingga Arfan tak berhasil menghindar saat arwah itu menggigit lehernya dengan sangat kuat."Aaaarrrggghhh! Sakit!" teriak Arfan kesakitan.Tubuh Arfan seketika terasa lemas, sedangkan cairan hangat mengalir dari leher ketika arwah itu melepaskan gigitannya. Senyum mengerikan mengembang dari wajah busuknya. "Ma ... manis ....” Ia berkata sembari mengusap darah di mulutnya.Arfan jatuh terduduk, tubuhnya masih terasa lemah. Akan tetapi, dirinya berusaha untuk mengumpulkan tenaga agar bisa melarikan dari setan penghisap darah ini. Sementara itu tetesan darah segar masih mengucur deras dari luka di leher pemuda itu hingga kaos putih yang kini ia kenakan berubah warna menjadi merah darah Darah tak kunjung berhenti mengalir. "Aku bisa mati jika berada di sini," lirihnya ketika menyadari darah yang keluar dari tubuhnya sudah semakin banyak.Namun, tiba-tiba sosok tentara itu kembali menyeringai kejam. Ia berjalan mendekat ke arah Arfan untuk kembali menghisap darahnya."Ayo, Arfan! Kamu pasti bisa!" seru Arfan sembari berusaha untuk berdiri dan berlari sekuat tenaga menuju cahaya yang masih terlihat di ujung lorong ini. Ia tak memedulikan kerikil yang mulai melukai kaki, rasa sakit membuatnya semakin ingin keluar dari tempat terkutuk seperti ini.Senyum mengembang dari wajah penuh peluh itu ketika cahaya terang telah semakin dekat. “Akhirnya aku keluar ....”Degh! Pupus sudah harapan ketika melihat cahaya putih itu bukanlah jalan keluar, melainkan sebuah portal putih.“Aaaarrrggghhh!” teriak Arfan ketika tiba-tiba saja tubuhnya terangkat ke udara dan terseret menuju ke dalam potral dengan sangat kencang.***Semua yang ia lihat kini berputar, hingga rasanya kepala akan meledak akibat rasa pusing yang ditimbulkan. Tiba-tiba saja tubuh Arfan seperti terhempas hingga ke dinding berwarna putih dengan lorong-lorong di sisinya. "Di mana aku?" tanyanya sembari memegang kepala yang terasa sangat pusing. Perlahan ia melangkahkan kaki seraya mengikuti petunjuk yang muncul di benaknya.Sesuatu menarik perhatian. Ia memfokuskan tatapan pada sekumpulan orang yang berkerumun di depan salah satu ruangan. Rasa penasaran tiba-tiba muncul ketika melihat siluet aneh di sela-sela mereka.Arfan memutuskan untuk melihatnya lebih dekat. Terlihat beberapa orang berbicara dengan nada sedih bahkan dengan raut wajah yang susah untuk ia artikan lagi. "Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana aku saat ini? Kenapa tiba-tiba bisa berada di sini?" tanya pemuda itu. Arfan bingung karena jelas, tadi ia berada di dalam terowongan bersama dengan arwah tentara busuk itu.Sontak Arfan terkejut ketika tatapannya mengarah ke dalam ruangan. “Vino?” Arfan tak percaya saat melihat Vino yang kini terbaring di sebuah brankar. Tubuhnya terlihat lemah dengan beberapa mesin yang terhubung ke tubuhnya. Terlihat kedua orang tuanya yang mendampingi Vino dengan raut wajah sedih dan cemas.Dada pemuda itu terasa sedikit sesak melihat keadaan Vino yang masih terbaring lemah di atas brankar dengan wajah penuh luka goresan. Sedikit memberanikan diri, Arfan mencoba melangkah ke arah kerumunan di ruangan bernuansa putih itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini."Ke-kenapa Vino ada di sini? Bukankah ia memasuki terowongan bersama dengan diriku? Tapi ... sosok yang aku temukan di terowongan itu adalah arwah tentara. Apa mungkin itu hanya imajinasi saja?" tanya pemuda itu bingung.Sejujurnya, saat ini Arfan sangat kebingungan dengan apa yang telah terjadi padanya dan juga Vino. Semua berawal dari Vino yang nekat memasuki terowongan hingga akhirnya Arfan pun ikut terseret masuk dan akhirnya berkali-kali melihat kelamnya masa lalu dari perbuatan terowongan yang membutuhkan banyak darah dan nyawa. Rasanya, rintihan tangis korban terowongan masih terngiang jelas di telinga Arfan beberapa detik lalu. Namun, kini semua berubah, ia berada di ruangan yang sama d
"Masih jauh, ya, Pa?" tanya Arfan, pemuda yang duduk di kursi belakang."Sebentar lagi sampai, kok," jawab pria paruh baya bernama Arga itu."Kamu tidur saja dulu, nanti Mama bangunkan," ujar Desi.Arfan pun hanya bisa mengembuskan napas pelan, ia sudah lelah berada di dalam mobil seharian ini. Kini, keluarga kecilnya akan menuju sebuah desa yang terkenal dengan keindahan pesisir pantainya untuk menikmati liburan.Udara semakin dingin, sedangkan jalanan terlihat sangat sepi tanpa penerangan karena saat ini mobil melaju melintasi hutan lebat yang menjadi pembatas Desa Selaras dan Kota Daruny.Suasana sangat sepi, hanya ada pepohonan di sisi jalan yang membuat perasaan Arfan menjadi tidak karuan. Pemuda itu tak tenang, ia merasa ada yang mengawasi dirinya. Sesekali manik matanya melirik ke arah pepohonan yang meliuk-liuk diterpa angin malam. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang membuat hutan terasa menyeramkan.Sekelebat bayangan melintas di depan jend
***Riuh suara kicauan burung terdengar di sekitar penginapan. Udara pagi begitu menyegarkan, sehingga Arfan terbangun dengan tubuh yang segar. Ia menghirup dalam-dalam segarnya udara di desa ini."Sangat berbeda dengan udara kota," gumamnya.Arfan tak sabar ingin berjalan-jalan mengitari desa yang sangat asri ini. Terlebih, desa ini ada di pesisir pantai yang indah. Tentu saja akan menjadi pengalaman paling menyenangkan selama liburan."Mama, aku boleh, kan, jalan-jalan ke luar bareng sama Vino?" tanya pemuda itu pada Desi yang tengah sibuk berkutat dengan bahan masakan."Boleh, tapi jangan jauh-jauh, ya," pinta Desi."Oke, Ma!" serunya seraya berlari keluar dari penginapan.Langkahnya semakin cepat, tak sabar rasanya untuk mengajak Vino menikmati indahnya pesisir pantai di pagi hari begini. Arfan mendatangi penginapan Vino yang masih tampak sepi."Vino! Vino!" serunya seraya mengetuk pintu.Tak berapa lama, pintu pun terbuka menam
Tanpa belas kasih, tentara itu mengangkat kapak setinggi mungkin, dan tak lama kapak itu dengan cepat melesat ke arah leher sang Ibu.Craat!Dalam seperkian detik, kepala sang Ibu terpisah dari tubuhnya. Darah segar mengucur deras dari tubuh dan kepala hingga cipratan darah mengenai dinding terowongan yang masih dalam proses pembangunan. Manik mata sang Ibu membelalak, rasa sakitnya kini telah berakhir, sang Ibu meregang nyawa demi memperjuangkan kebebasan buah hatinya, tetapi itu semua sia-sia.Tawa menggelegar dari sang pemimpin yang terlihat sangat puas ketika melihat darah berceceran di sana sini dengan potongan tubuh yang kini tak utuh lagi.Suara Arfan seakan-akan tersekat, deru napasnya berhenti sejenak, begitu juga dengan denyut nadi yang terasa terhenti ketika melihat kejadian masa lalu yang begitu mengerikan.Kaki pemuda itu sontak berjalan mundur tanpa perintah. Pemandangan di hadapannya ini adalah yang terburuk dari semua kilasan waktu. "Mama, Pa
"Masukkan dia ke dalam tembok!" perintah pemimpin itu."Baik, Pak!" jawab beberapa tentara bayaran.Empat orang tentara menbawa tubuh pria yang tak lagi utuh itu ke dalam adonan semen, mereka menyuruh salah seorang pekerja paksa untuk menimbun tubuh yang baru saja mereka bunuh itu ke dalam bangunan terowongan. Tanpa berlama-lama lagi, para pekerja dan tentara itu membenamkan tubuh pria tadi ke dalam adonan bangunan hingga tubuh rentanya tak terlihat lagi.Cahaya putih menyilaukan kembali datang hingga membuat Arfan menutup matanya. Suasana kembali hening, tak ada terdengar suara besi yang berasal dari pembangunan terowongan itu.Pemuda itu pun membuka matanya secara perlahan saat ia yakin bahwa penglihatannya telah berakhir. Ia mengerjapkan mata seraya membiasakan retina mata dengan kegelapan yang ada di sekitar."Aw, apa karena mayat-mayat yang menjadikan pondasi terowongan ini sangat kuat hingga mempunyai kenangan sekelam ini?" tanya Arfan lirih sera
Dada pemuda itu terasa sedikit sesak melihat keadaan Vino yang masih terbaring lemah di atas brankar dengan wajah penuh luka goresan. Sedikit memberanikan diri, Arfan mencoba melangkah ke arah kerumunan di ruangan bernuansa putih itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini."Ke-kenapa Vino ada di sini? Bukankah ia memasuki terowongan bersama dengan diriku? Tapi ... sosok yang aku temukan di terowongan itu adalah arwah tentara. Apa mungkin itu hanya imajinasi saja?" tanya pemuda itu bingung.Sejujurnya, saat ini Arfan sangat kebingungan dengan apa yang telah terjadi padanya dan juga Vino. Semua berawal dari Vino yang nekat memasuki terowongan hingga akhirnya Arfan pun ikut terseret masuk dan akhirnya berkali-kali melihat kelamnya masa lalu dari perbuatan terowongan yang membutuhkan banyak darah dan nyawa. Rasanya, rintihan tangis korban terowongan masih terngiang jelas di telinga Arfan beberapa detik lalu. Namun, kini semua berubah, ia berada di ruangan yang sama d
Sesekali Arfan menoleh ke belakang untuk memastikan. Samar terlihat sosok hitam dengan tubuh tinggi berdiri tepat di tengah terowongan. Sorot mata merahnya menatap tajam ke arah dirinya dan juga Vino. Dengan bibir bergetar menahan ketakutan, Arfan pun mempercepat langkah demi menghindari sosok menyeramkan itu.Aneh, bau busuk kembali tercium di sekitar sini. Pandangan pemuda itu pun masih kurang jelas melihat seluruh isi terowongan penuh misteri ini.“Aarrggghhh!” Suara raungan kencang terdengar dari arah belakang. Sontak Arfan menoleh tanpa menghentikan langkah.Tak terlihat apa pun di belakang. Sosok itu telah hilang ditelan gelapnya terowongan setan ini. Namun, rasanya aura kelam semakin terasa menyesakkan dada.“Aarrgghh!” pekik Arfan saat kakinya tersandung sesuatu. Tubuhnya terjerembap bersama dengan Vino. Namun, tiba-tiba Arfan menyadari bahwa dirinya seperti menimpa sesuatu yang besar dan juga lembek.“Bau apa ini?&rdquo
"Masukkan dia ke dalam tembok!" perintah pemimpin itu."Baik, Pak!" jawab beberapa tentara bayaran.Empat orang tentara menbawa tubuh pria yang tak lagi utuh itu ke dalam adonan semen, mereka menyuruh salah seorang pekerja paksa untuk menimbun tubuh yang baru saja mereka bunuh itu ke dalam bangunan terowongan. Tanpa berlama-lama lagi, para pekerja dan tentara itu membenamkan tubuh pria tadi ke dalam adonan bangunan hingga tubuh rentanya tak terlihat lagi.Cahaya putih menyilaukan kembali datang hingga membuat Arfan menutup matanya. Suasana kembali hening, tak ada terdengar suara besi yang berasal dari pembangunan terowongan itu.Pemuda itu pun membuka matanya secara perlahan saat ia yakin bahwa penglihatannya telah berakhir. Ia mengerjapkan mata seraya membiasakan retina mata dengan kegelapan yang ada di sekitar."Aw, apa karena mayat-mayat yang menjadikan pondasi terowongan ini sangat kuat hingga mempunyai kenangan sekelam ini?" tanya Arfan lirih sera
Tanpa belas kasih, tentara itu mengangkat kapak setinggi mungkin, dan tak lama kapak itu dengan cepat melesat ke arah leher sang Ibu.Craat!Dalam seperkian detik, kepala sang Ibu terpisah dari tubuhnya. Darah segar mengucur deras dari tubuh dan kepala hingga cipratan darah mengenai dinding terowongan yang masih dalam proses pembangunan. Manik mata sang Ibu membelalak, rasa sakitnya kini telah berakhir, sang Ibu meregang nyawa demi memperjuangkan kebebasan buah hatinya, tetapi itu semua sia-sia.Tawa menggelegar dari sang pemimpin yang terlihat sangat puas ketika melihat darah berceceran di sana sini dengan potongan tubuh yang kini tak utuh lagi.Suara Arfan seakan-akan tersekat, deru napasnya berhenti sejenak, begitu juga dengan denyut nadi yang terasa terhenti ketika melihat kejadian masa lalu yang begitu mengerikan.Kaki pemuda itu sontak berjalan mundur tanpa perintah. Pemandangan di hadapannya ini adalah yang terburuk dari semua kilasan waktu. "Mama, Pa
***Riuh suara kicauan burung terdengar di sekitar penginapan. Udara pagi begitu menyegarkan, sehingga Arfan terbangun dengan tubuh yang segar. Ia menghirup dalam-dalam segarnya udara di desa ini."Sangat berbeda dengan udara kota," gumamnya.Arfan tak sabar ingin berjalan-jalan mengitari desa yang sangat asri ini. Terlebih, desa ini ada di pesisir pantai yang indah. Tentu saja akan menjadi pengalaman paling menyenangkan selama liburan."Mama, aku boleh, kan, jalan-jalan ke luar bareng sama Vino?" tanya pemuda itu pada Desi yang tengah sibuk berkutat dengan bahan masakan."Boleh, tapi jangan jauh-jauh, ya," pinta Desi."Oke, Ma!" serunya seraya berlari keluar dari penginapan.Langkahnya semakin cepat, tak sabar rasanya untuk mengajak Vino menikmati indahnya pesisir pantai di pagi hari begini. Arfan mendatangi penginapan Vino yang masih tampak sepi."Vino! Vino!" serunya seraya mengetuk pintu.Tak berapa lama, pintu pun terbuka menam
"Masih jauh, ya, Pa?" tanya Arfan, pemuda yang duduk di kursi belakang."Sebentar lagi sampai, kok," jawab pria paruh baya bernama Arga itu."Kamu tidur saja dulu, nanti Mama bangunkan," ujar Desi.Arfan pun hanya bisa mengembuskan napas pelan, ia sudah lelah berada di dalam mobil seharian ini. Kini, keluarga kecilnya akan menuju sebuah desa yang terkenal dengan keindahan pesisir pantainya untuk menikmati liburan.Udara semakin dingin, sedangkan jalanan terlihat sangat sepi tanpa penerangan karena saat ini mobil melaju melintasi hutan lebat yang menjadi pembatas Desa Selaras dan Kota Daruny.Suasana sangat sepi, hanya ada pepohonan di sisi jalan yang membuat perasaan Arfan menjadi tidak karuan. Pemuda itu tak tenang, ia merasa ada yang mengawasi dirinya. Sesekali manik matanya melirik ke arah pepohonan yang meliuk-liuk diterpa angin malam. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang membuat hutan terasa menyeramkan.Sekelebat bayangan melintas di depan jend