Alex yang masih berdiri di luar ruangan sambil menatap ke arah jendela yang memperlihatkan Laura, menanamkan penglihatannya ketika samar-samar ia melihat pergerakan kecil di jari Laura.Alex bergegas masuk ke dalam ruang rawat Laura, dan benar jari jemari Laura bergerak meskipun gerakan lambat."Dokter.. dokter," teriak Alex panik.Pintu terbuka, "Dok jari dia bergerak" ucap Alex sambil melihat ke arah pintu masuk."Kok malah lo yang masuk, maana dokternya?" Tanya Alex kesal campur panik."Oh lo manggil dokter," ucap Rafa dengan wajah tanpa dosanya."Rafa bego, panggil dokter," Suruh Alex sambil menahan emosinya.Rafa bergegas keluar ruangan Laura, berniat memanggil dokter seperti yang di suruh oleh Alex.Setelah Rafa menghilang dari balik pintu, Alex kembali melihat ke arah Laura.'Lex," panggil Laura lirih, bahkan suaranya sangat pelan."Laura kamu sudah siuman," ucap Alex lega sambil menghampiri Laura dan tersenyum ke arahnya."Aku di mana Lex?" Tanya Laura sambil bola matanya berk
Sementara itu di kantor polisi Ezra yang langsung masuk ke sel tahanan, terus berteriak minta di keluarkan."Diam kamu," bentak Dimas kesal."Gue gak salah, keluarin gue dari sini," teriak Ezra nyolot."Saya sudah punya bukti-bukti tentang kejahatan kamu semua, kamu gak akan bisa ngelak lagi," ucap Dimas dingin.Ezra tak menjawab, ia menatap Dimas dengan penuh amarah sambil mengepalkan tangannya."Selamat mendekam di penjara, saya pastikan kamu akan menerima hukuman berat, apalagi kamu telah melecehkan dan melukai calon menantu saya," ucap Dimas menatap Ezra sengit."Bacot," teriak Ezra tak terima.Dimas hanya melihat sekilas pada Ezra lalu meninggalkan Ezra yang lanjut berteriak agar minta di bebaskan."Saya mau ke klinik tempat korban di rawat," "Tolong kamu awasi dia," tunjuk Dimas ke arah Ezra."Baik pak," jawab bawahan Dimas.Setelah itu ia pergi dari kantor polisi menggunakan mobilnya, menyusul istri dan Doni yang sudah terlebih dahulu pergi ke sana......Pov SintaAku turun d
Beberapa jam telah berlalu, langit pun sudah mulai gelap karena kini sudah pukul 20.00 malam, Laura sudah terbangun sejak setengah jam yang lalu.Meskipun ia teriak-teriak kembali setelah bangun dari tidurnya, tapi untungnya ada Sinta yang menenangkan Laura yang membuat Laura tenang."Laura tenang sayang," ucap Sinta lembut sambil memeluk dan mengelus rambut anak semata wayangnya.Sinta memeluk Laura dengan erat, "Ada bunda di sini kamu gak sendirian," "Tapi bun," isak Laura."Tapi apa sayang,""Sakit, Laura udah gak suci lagi Laura kotor Bun," lirih Laura yang terdengar pilu di telinga yang mendengarnya, Rio mendekat ke arah Laura."Anak ayah, jangan bicara kaya gitu yah,""Gak baik, apapun yang terjadi sama kamu kamu tetap anak ayah dan bunda," ucap Rio sambil melihat ke arah mata Laura yang berbincang air mata."Aku udah membuat kalian malu yah," "Gak! ayah sama bunda gak malu, kamu gak salah kamu gak ngelakuin hal yang salah," jelas Rio sambil ikut memeluk Laura serta Sinta."Ud
Pov BiancaSebentar lagi jam 8 malam, aku harap-harap cemas, menunggu seseorang untuk membantu ku pergi dari sini, yah aku harus pergi dari sini sekarang juga sebelum papa masuk ke dalam kamar ku dan mengantarkan ke Singapura malam ini juga.Tak akan ku biarkan papa menghancurkan semua usaha ku, aku tak ingin pergi kemanapun sebelum dendam ini terbalaskan pada mereka semua yang telah menghancurkan hidup ku selama ini."Cek di mana dia?" Ucap ku kesal sambil melihat ke arah jendela yang tidak tertutup gordeng di kamar ku.Kalau aku bisa kabur sendiri, sudah sejak tadi aku pergi tapi sialnya kaki ini menyusahkan aku saja, benar-benar sialan!TingPonsel ku berbunyi gegas aku mengambil ponsel tersebut yang berada di pangkuan ku."Aku sudah di depan," bisik ku membaca isi chat tersebut.Aku mengetikan sesuatu, lalu mengirimkan padanya.Setelah itu aku mengambil sebuah tas sling bag yang bisa aku pakai, memasukan semua yang aku perlukan seperti uang, kartu atm dan yang lain yang tentu saja
Anita yang mendengar permintaan maaf Laura segera menghampiri Laura yang kini sudah tertidur."Kamu gak salah sayang, gak perlu minta maaf sama bunda," ucap Anita terisak, ia memeluk tubuh Laura, mengecup pipinya berkali-kali."Maaf bun, sepertinya pasien sangat trauma hebat, Pasien harus ke dokter spesialis untuk menghilangkan traumanya,""Iya dok saya tahu,""Setelah ini, saya akan memberikan pasien pada dokter Ardi, untuk menangani pasien," "Saya pamit," ucap Dokter lalu pergi meninggalkan ruang rawat Laura.Anita yang masih memeluk Laura tak mau melepaskan pelukannya, "Sudahlah Nit, biarkan Laura beristirahat," ucap Sinta sambil mengelus bahu Anita lembut."Aku gak kuat lihat, Laura kaya gini Sin," ucap Anita lirih."Aku tahu, aku pun sama gak bisa liat Laura kaya gini, tapi kita harus kuat demi Laura," ucap sinta memberikan nasihat."Kamu gak tahu hancurnya aku kaya gimana," bentak Anita tiba-tiba sambil melihat ke arah Sinta yang terkejut."Dari dia masih kecil , aku jaga dia a
"Sebenarnya kemarin Alex sama Rafa, udah nemuin tempat Ezra tinggal," jelas Alex sambil melihat ke arah Dimas dan Rio secara bergantian."Kenapa kamu gak bilang?" Tanya Dimas kesal."Maafin Alex pah," ucap Alex."Padahal papah belum nemuin tempat tinggal dia di mana, papa hanya nemuin tempat dia nyokap Laura," Kesal Dimas, padahal ia juga menyuruh bawahannya untuk mencari tempat tinggal Ezra di mana tapi mereka tak menemukan keberadaanya."Terus," ucap Rio penasaran dengan lanjutan cerita Alex."Di sana ada adiknya Ezra dan ibunya yang mungkin kurang waras," ucap Alex."Maksud kamu gila?" Tanya Dimas."Iya," "Ternyata Ezra udah niinggalin mereka berdua selama berhari-hari tanpa makan dan minum, jadi kami bawa mereka berdua ke panti jompo yang di urus oleh pamannya Rafa," jelas Alex."Sebenanrnya dari awal Alex gak mau ngelakuin itu tapi untuk jaga-jaga maknanya kami bawa mereka berdua sebagai jaminan supaya Ezra agar mudah di tangkap,""Lagi pula kasian Lala, anak sekecil itu harus n
Sesampainya di parkiran rumah sakit, Agatha dan Rafa turun dari motor milik Agatha, bersamaan dengan itu sebuah motor sport terhenti si sebelah mereka berdua.Agatha dan Rafa refleks menoleh ke arah pemotor tersebut apalagi ia sangat familiar dengan motor itu."Alex," panggil Agatha sambil tersenyum ke arah Alex, yang kini sedang membuka helmnya."Kalian baru sampai?" Tanya Alex, ia turun dari motornya tak lupa menaruh helm di atas jok motor."Iya, kirain gue lo udah dari tadi di sini?" Tanya Rafa heran, pasalnya seingat Rafa sore tadi Alex bilang akan langsung menuju rumah sakit karena khawatir dengan keadaan Laura."Gue abis dari kantor bokap, lo tau Ezra! Dia berhasil kabur," ucap Alex menceritakan hal tersebut pada Rafa dan Agatha."Ezra," beo Agatha.Agatha terdiam, pasalnya ia memang belum tahu siapa pelakunya dari penculikan Laura itu."Ezra siapa?" Tanya Agatha sambil melihat ke arah Rafa dan Alex secara bergantian."Kakak kelas kita," jawab Rafa yang membuat Agatha terkejut b
"Kenapa Ra?" Tanya Alex lembut melihat ke arah Laura sambil tersenyum."Gak," jawab Laura pelan, lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain."Kenapa masih di situ?" Tanya Laura heran, sejak tadi Alex hanya diam berdiri di tempatnya sambil terus memperhatikan Laura.Meskipun Laura tak melihat ke arah Alex langsung tapi ia diam-diam melihat dengan ekor matanya."Cuman mau nemenin, kenapa?" Tanya Alex balik."Pergi aja sana, aku mau istirahat," ucap Laura tanpa mau melihat ke arah Alex, lalu merebahkan tubuhnya tak lupa menyelimuti sampai ke atas kepala."Mau tidur Ra?" Tanya Alex sambil mendekat dan kini sudah berdiri di samping kasur."Hmmm," jawab Laura yang belum menyadari keberadaan Alex yang sudah berada di belakang tubuh Laura.Alex diam, memperhatikan Laura tanpa berkedip, bayangaan Laura yang tengah bercinta dengan Ezra membuat Alex kesal, sejak tadi ia mati-matian menahan agar tak emosi tapi sekarang rasanya Alex ingin memeluk tubuh Laura untuk menghilangkan bekas Ezra pada tubuh
"Tapi bunda siapa dalang dari penculikan Laura?" Tanya Laura setelah beberapa saat terdiam, ia baru saja ingat jika ia belum mengetahui siapa orang tersebut, kenapa ia sampai bisa melakukan hal keji tersebut padaku, apakah aku pernah punya salah sampai dia melakukan hal tersebut?Anita dan Sinta saling tatap dalam Diam, mereka saling mengalihkan tatapannya dari Laura dengan raut wajah yang bingung."Kenapa bun?" Tanya Laura dengan kening berkerut, "Jangan menutupi apapun dari ku, Laura juga berhak tahu siapa dalangnya!" Lirih Laura dengan mata yang mengiba dan berkaca-kaca."Jangan karena rasa sayang kalian pada Laura, bunda dan momy menutupi hal ini," lanjut Laura lagi sambil melihat ke arah Sinta dan Anita secara bergantian."Bunda dan momy cuman gak tega ngeliat kamu terluka lagi," Sinta dan Anita berjalan mendekat ke arah Laura."Laura lebih terluka jika bunda dan momy menutupi hal ini dari Laura," aku melihat ke arah bunda yang melihat ku dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran
"Syukurlah jika dalang dari semua masalah ini sudah tertangkap, aku sangat lega," Sinta tersenyum lega setelah menerima kabar tersebut dari Dimas lewat telepon, ia tak henti-hentinya tersenyum senang sambil berjalan dengan riang, menelusuri lorong rumah sakit, yah sinta baru saja sampai ke rumah sakit untuk melihat Laura."Mereka pasti akan akan bahagia jika aku beritahu kabar ini," Sinta tersenyum membayangkan wajah bahagia Laura dan Anita nanti.Beberapa menit kemudian, Sinta sudah berdiri di depan ointu kamar inap Laura.Tok tok tokLalu membuka pintu kamar tersebut, terlihat di sana ada Anita Laura yang sedang berbaring dan juga Rio yang sedang bersiap-siap dengan tergesa-gesa seperti akan pergi."Mau kemana?" Tanya Sinta sambil melihat ke arah Rio lalu ke arah Anita."Kami dapat kabar bahwa dalang dari kejadian Laura sudah di tangkap tadi,""Jadi mas Rio akan pergi ke kantor polisi sekarang," jawab Anita dengan wajah yang terlihat lega."Aku pergi dulu yah," pamit Rio lalu pergi
Pov Bianca"Sialan di mana Ezra?" Teriak ku sambil melihat ke sudut ruangan di mana iya menyekap Ezra, tapi tak ada siapapun di sini."Di mana dia Hans?" Tanya Ku pada Hans yang berdiri di belakang ku sambil memegang kursi roda karena dia yang mendorong ku ke ruangan di mana Ezra berada.Tak ada jawaban dari Hans, yang ada hanya teriakan dia memanggil anak buahnya yang berjaga semalam di sini."Iya bos ada apa?" Jawab dua orang anak buah Hans yang datang dengan nafas tak beraturan seperti habis berlari."Kalian dari mana saja?" Bentak Hans."Gue bayar kalian buat ngejagain satu bocah doang, lo berdua kagak becus," lanjut Hans lagi.Sementara Boby dan Pian hanya busa menundukan kepalanya yak berani melihat ke arah Hans yang terlihat seram sekali ketika marah."Jawab, lo berdua kagak budeg kan," teriak Hans murka, karena belum mendapat jawaban dari mereka berdua."Ma...af bos," jawab Boby dengan terbata-bata."Anjing lo pada," maki Hans.Bugh bugh bughHans melayangkan pukulan pada mere
Sesampainya di depqn kantor polisi Pak tua yang bernama Udin Itu menghentikan motornya, "Berhenti di sana saja yah, motor saya bodong takut di ambil," ucap Udin tersebut sambil melihat dengan waspada ke arah pintu kantor polisi yang terasa sepi."Yasudah pak, gak papa," ucap Ezra sambil turun dari motornya."Saya pamit yah," ucap Udin sambil melajukan motornya dengan cepat meninggalkan kantor polisi dan juga Ezra yang menatap kepergian Udin tanpa ekspresi.Dengan langkah gontai karena Ezra masih merasa lemas pada tubuhnya meskipun di jalan tadi ia sempat istirahat di rumah makan sekedar menghilangkan lapar dan dahaga sejak semalam, tapi tenaganya memang belum pulih sepenuhnya.Ezra sedikit takut melangkah ke dalam kantor polisi karena ini tempat ia awal di tahan karena kasus Laura, yah Ezra sengaja menyuruh Udin agar mengantarkannya langsung ke sini ia ingin menebus semua kesalahannya termasuk membebaskan adik dan juga ibunya yang di tahan oleh mereka untuk menakut-nakutu Ezra.Ezra m
''Tentang Ibu Mirna dan Lala yang di bawa ke sini tanpa sepengatahuan saya, saya minta maaf sebelumnya Fatan,'' ucap Dimas yang merasa sedikit tak enak hati, pada Fatan atau membuat dia berpikiran yang bukan-bukan tentang Dimas sejak awal karena membiarkan Rafa yang mengurus hal ini, padahal Dimas memang tidak tahu sejak awal.''Aku pun sama merasa heran waktu Rafa bawa mereka ke sini apalagi dengan kondisi ibu Mirna yang kurang stabil, juga dengan Lala yang membuat saya cemas jika ia tinggal di sini dengan kondisi di panti jompo yang kaya gini membuat mental dia juga tidak sehat,''''Aku sudah bilang dari awal untuk membiarkan polisi yang menanangani masalah ini, tapi dia dan anak mu itu sangat keras kepala,'' ucap Fatan sambil menggelengkan kepala, mengingat percakapan mereka bertiga beberapa hari yang lalu.''Tapi aku bersyukur mereka berdua akan pergi dari panti jompo ini,'' ucap Fatan yang merasa lega, bukan apa-apa tapi dengan kondisi Mirna yang kurang stabil ia takut para lansi
Pov Alex"Sorry Ra aku gak ada niat untuk buat kamu sedih lagi kayak tadi," ucap ku lirih sambil berjalan di lorong rumah sakit, perasaan bersalah kian membuncah aku tak mengira jika lelucon ku akan membuat Laura histeris kembali."Gue bener-bener bodoh, harusnya gue bisa jaga ucapan gue sama Laura, apalagi gerak-gerik Laura yang seakan memang menghindar dari gue," ucapku sendiri yang kini sudah sampai parkiran rumah sakit tempat motorku di parkirakan."Gue harus nyelesaikan masalah ini secepatnya," tekad ku kuat, aku yakin jika masalah ini akan cepat selesai termasuk cepat juga Laura sembuhnya.Aku meronggoh saku celana di mana ponsel ku letakan di sana, dengan lincah aku mengutak-ngetik ponsel ku."Lo di mana?" Tanya Ku to the point setelah panggilan tersambung."Apaan sih Lex! Gue baru bangun elah," kesal Rafa di ujung telepon."Kebo lo, matahari udah naek lo masih tidur, cepet siap-siap kita ketemuan di panti jompo sekarang juga," ucap ku."Sekarang Lex," tanya Rafa memastikan."
Pov AlexAlex berjalan di belakang Anita yang melangkah dengan riang sambil membawa totebag yang entah berisi apa? Alex berbaik hati membawakan totebag tersebut tapi malah kena marah Anita."Sebenarnya apa isi totebag tersebut sih? Apa jangan-jangan bom," Batin Alex berucap penuh curiga sambil terus memperhatikan totebag tersebut."Ah gak mungkin," elak Alex sambil menggelengkan kepalanya kiri dan ke kanan "Ngapain juga emak gue bawain bom ke rumah sakit, mau jadi teroris dia," lanjut Alex kembali.Plak"Awwsss," ringis Alex sakit dan terkejut, ia menatap Anita penuh tanda tanya."Kamu gak dengerin mama ngomong Lex?" Tanya Anita penuh selidik.Alex terbengong seketika, "Boro-boro dengerin mama ngomong, sedari tadi gue mikirin isi dari totebag tersebut," ucap Alex yang hanya bisa terucap dalam hati, kalau sampai ia ucapkan sih bisa-bisa kena pukul plus di marahi habis-habisan."Hehehe," aku hanya tersenyum sambil memperlihatkan barisan gigi ku."Ketawa kamu?" Sentak Anita garang.Ale
"Semalam papa mengirimkan hasil video tersebut, ke sebuah nomor yang beridentitas Bianca," ucap Dimas tiba-tiba ketika kami semua sudah selesai sarapan.Alex menatap Dimas heran, "Papa punya nomor Bianca?" "Nomor ponsel hal yang mudah bagi papa, kamu tahu papa menyelidiki hal ini tidak di ketahui oleh orang banyak seperti kemarin, hanya ada papa dan beberapa orang kepercayaan papa yang sudah bekerja cukup lama," "Papa hanya merasa ada seseorang di antara rekan papa yang berkhianat mencoba menutupi apa yang mereka ketahui ke papa," ucap menerka-nerka, karena sejak beberapa hari kemarin, memang ia sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres."Jadi ada orang dalam," tanya Alex memastikan."Mungkin," jawab Dimas agak ragu."Kamu tahu, sepertinya mereka sudah melihat rekaman tersebut, dia mencoba menghubungi nomor yang pala pakai, tapi sengaja tak papa angkat agar membuat mereka ketakutan,""Kalau papa bisa tau nomor ponsel Bianca, berarti papa juga tahu keberadaan mereka semalam di mana?"
Pov Auhtor Pagi telah tiba, Laura terbangun dari tidurnya karena mendengar keributan, ia melihat ke arah kanan yang menjadi sumber keributan di sana."Ayah," ucap Laura senang, ia tersenyum lebar matanya berbinar ketika melihat pria yang sangat ia sayangi berada di sini, sejak kemarin Laura tak melihat Rio dan itu membuat Laura sangat merindukan sosok ayahnya tersebut."Kamu udah bangun sayang?" Rio berdiri dari duudknya dan melangkah mendekati Laura, sambil tersenyum senang."Ayah kapan ke sini? Laura rindu sama ayah," ucap Laura manja, lalu memeluk tubuh Rio yang sudah berdiri di sampingnya."Ayah datang malam tadi, waktu kamu udah tidur," jawab Rio, sambil mengelus kepala Laura lembut." Kenapa gak bangunin Laura?" Ucqp Laura merujuk, melepaskan pelukannya dan menatap Rio tak suka."Kamu kan udah tidur sayang, Ayah gak tega bangunin kamu," jelas Rio gemas sambil mencium pipi Laura."Bunda juga sama! gak bangunin Laura," ketus Laura sambil melihat ke arah Anita yang akan memasuki l