"Aaaaaa," teriak Laura membahana di sepenjuru rumah, sampai membangunkan Dimas dan Anita yang sedang tertidur.Mereka berdua bergegas berlari ke arah kamar Laura."Kenapa Ra?" tanya Anita khawatir."Itu ada orang," ucap Laura ketakutan."Maling! di mana malingnya biar papa penjarain," ucap Dimas, mentang-mentang kepala polisi apa-apa main penjarain aja."Apa si Ra teriak- teriak, mana sambil di dorong lagi," kesal Alex kesakitan sambil berdiri karena terjatuh dari kasur di dorong kasar oleh Laura."Lo lex," ucap Laura terkejut."Gue pikir siapa tadi," ucap Laura."Lagian ngapain kamu tidur di kamar Laura?" tanya Dimas mengintimindasi."Di bilangin semalem Alex takut, jadi terpaksa Alex tidur di sini," sahutnya."Tidur sih tidur tapi gak usah sambil meluk- meluk gue, dasar otak mesum!" sewot Laura."Enak aja gue mesum, kalau gue mesum, udah gue grepe-grepe lo dari lama," ucap Alex tak terima."Udah ah udah," lerai Dimas."Pada mandi sana, sekolah! udah pagi sekarang," suruh Anita sambi
"Aku...,""Aku mau Ezra," jawab Laura yang membuat Ezra langsung kegirangan dan memeluk laura erat.Laura mendorong tubuh Ezra kasar sampai membuat pelukan Ezra terlepas.Ezra menatap Laura tak suka, tangannya terkepal mendapatkan penolakan ingin rasanya Ezra memarahinya tapi ia tahan, Ezra ingin bermain secara halus."Aku duluan Zra," pamit Laura berjalan tergesa-gesa dengan perasaan tak menentu.Ketika sudah meninggalkan taman, Laura menghentikan langkahnya, menghembuskan nafasnya perlahan, ia memegangi dadanya.Bukan karena gugup telah di tembak atau di peluk oleh Ezra, karena sejujurnya Laura tak pernah punya perasaan padanya, semua pendekatan yang selama ini Laura berikan, bukan karena cinta tapi hanya ingin membuat Alex jauh darinya.Rencana Laura berhasil menjadikan Ezra pacarnya tapi apakah Alex akan menjauh setelah ia berpacaran dengan Ezra itu yang membuat Laura ragu.Belum lagi Ezra bukan cowok baik-baik, ia takut Ezra akan melakukan hal yang tidak-tidak pada Laura.Laura s
Bel pulang sekolah telah tiba, mereka berempat kini sedang berkumpul di cafe dekat sekolah, yang memang banyak anak sekolah yang sedang nongkrong di sini."Mau pesan apa?" tanya Alex sambil menyerahkan buku menu pada mereka bertiga.Gretta mengambil buku tersebut, melihat-lihat aneka menu yang tersaji di cafe ini."Vanilla Latte," jawab Gretta lalu menyerahkan buku tersebut ke Rafa dan Laura.Laura mengambil buku tersebut dan menyimpannya di meja."Lo gak mau mesen Ra?" tanya Gretta heran."Gue sama kaya lo, Vanilla Latte," jawab Laura."Kalo lo Raf?" tanya Alex."Cappuccino aja," jawabnya.Alex mengangkat kepalanya dan memanggil pelayan."Iya mau pesan apa kak?" tanya pelayan tersebut."Vanilla latte 2, cappuccino 2, sama cheese toast nya 2," ucap Alex.Dengan gesit pelayan menulis pesanan yang Alex ucapkan."Saya ulangin yah," ucap pelayan tersenyum ramah."Vanilla latte 2, cappuccino 2, chesse toast 2,"Alex mengangukan kepalanya mendengar ucapan pelayan."Baik, mohon di tunggu ya
ketika Laura sedang bersitegang dengan Ezra.Bruk.Suara gaduh di belakang sana menyita perhatian Laura, Laura membalikan badannya.Dan terkejut di belakang sana terjadi kecelakaan mobil dengan seorang pengendara motor.Mata Laura melebar saat tau siapa pemilik motor itu."Alex," teriak Laura panik dari dalam mobil.Alex terkapar di jalanan entah bagai mana kondisinya, mobil Ezra terus melaju sampai Alex hilang dari pandangannya."Ezra, berhentiin mobilnya," pinta Laura dengan Panik.Ezra sama sekali tak memperdulikan teriak Laura, ia malah semakin melakukan mobilnya cepat."Ezra gue mohon," Laura memohon sambil meletakan kedua tangannya seperti sedang memohon."Kenapa sih lo masih peduliin dia," teriak Ezra."Lo masih sayang sama dia hah," lanjut Ezra lagi.Laura langsung membengku dengan pernyataan Ezra, apa kelihatan kalau Laura memang masih sayang sama Alex?"Bener yang gue ucapin, lo masih saya sama dia," sarkas Ezra.Laura tak bergeming ia mengalihkan tatapaannya pada jendela mo
Alex mengendarai motornya, raut wajah khawatir tampak jelas di wajahnya, dia melihat ke kanan kiri jalan dengan gusar berharap menemukan Laura dengan cepat.Hingga tanpa sadar Alex melewati jalan ke arah hutan yang bisa tembus ke jalan lain agar bisa cepat sampai, dia terus melewati jalan tersebut berharap menemukan Laura di sini, meskipun ia pun ragu.Dari kejauhan Alex melihat cahaya kecil seperti senter, tanpa ragu Alex mengampirinya.Ia berhenti dan turun lalu mengambil benda tersebut yang tergeletak di tanah menghadap ke atas sehingga cahaya tersebut mengarah ke langit, ponsel! Alex mengecek dam benar ponsel Laura tapi kemana Lauranya."Laura," teriak Alex."Laura lo dimna?" teriak Alex lagi, sambil mengitari hutan.Samar-samar Alex mendengar suara di dalam hutan, dan perlahan mendekati tepi hutan yang sangat gelap hanya cahaya bulan yang menyinari.Alex mengarahkan ponsel senter Laura ke arah hutan."Tolong," teriak seseorang lagi.Alex yang sangat hapal itu suara Laura, bergega
"Yaudah pada mandi sana, kalian berdua udah kaya gembel aja," suruh Anita dengan mengejek."Kalau udah mandi, makan! Udah mama siapin di meja makan," perintah Anita lalu berlalu pergi masuk ke kamarnya di ikuti Dimas.Alex memperhatikan orang tuanya sampai masuk ke dalam kamar, "Yuk Ra mandi," ajak Alex sambil bangkit dari duduknya."Ogah, mandi bareng sama lo," tolak Laura mentah-mentah, matanya mendelik menatap Alex."Eh emang gue ngajak mandi bareng-bareng?" ucap Alex tersenyum jahil."Apa jangan-jangan lo ngarep mandi bareng gue," lanjutnya lagi."Gak, siapa juga yang mau mandi bareng lo," elak Laura, pipinya tersemu merah malu."Alah tapi itu pipi merah," ejek Alex."Apaan sih lo," ketus Laura."Apa jangan-jangan lo mau liat...," Laura memperhatikan tangan Alex yang perlahan turun menuju selangkangannya."Alex lo mesum," teriak Laura, membuat Alex tertawa terbahak-bahak karena berhasil membuat Laura kesal.Lalu pergi ke kamarnya sambil membawa kucing dan tawanya yang masih belum
Pov Alex.Matahari belum terbit, tapi Alex sudah terbangun dari tidurnya jam 4 subuh, ia berjalan ke luar balkon, sambil membawa sebungkus rokok dan juga korek api di tangannya.Wajahnya gusar, pikirannya terus di penuhi oleh Laura.Alex membuka bungkus rokok, mengambil sebatang dan menyalakannya, hembusan asap rokok seolah menemani keresahan Alex pagi ini."Andai aja lo tau Ra, dari dulu sampah hari ini, detik ini juga perasaan gue masih sama ke lo malah makin bertambah setiap harinya, gua akan selalu jagain lo dari cowok brengsek seperti Ezra meskipun nyawa gue taruhannnya," ucap Alex sungguh-sungguh sambil melihat langit yang gelap gulita tanpa ada bintang atau bulan yang menyinari.Alex menundukan kepalanya ke bawah, karena kamar Alex ada di lantai dua jadi dia bisa melihat keadaan bawah halaman rumahnya.Alex memincingkan mata saat tak sengaja melihat seorang yang berpakaian serba hitam ia berdiri di bawah lampu taman sambil melihat ke kanan dan ke kiri, dan di sampingnya ada seb
Laura sejak tadi terus berjalan tak menentu, pandangannya ia edarkan berharap menemukan seseorang yang tengah ia cari, tapi batang hidungnya saja tak terlihat.Laura berada di lorong ips, Ezra memang anak IPS sementara Laura anak ipa, ia sekarang berada di depan pintu kelas Ezra, melihat ke arah dalam kelas tapi Ezra tak ada di sana juga."Amira," panggil Laura Pada teman sekelas Ezra yang Laura kenal.Amira yang merasa di panggil, mengalihkan tatapan dari buku yang sedang ia baca, lalu menatap ke arah depan di mana ada Laura yang sedang berdiri kikuk.Amira berdiri dan berjalan menghampiri Laura."Ada apa?" tanyanya Dingin."Ada Ezra gak?" tanya Laura."Kata temennya sih dia gak masuk,""Gue denger lo pacaran sama Alex, terus ngapain lo nyariin cowok lain, kegatelan amat jadi cewek," ucapannya sarkas lalu pergi menuju mejanya lagi."Enak aja bilang gue kegatelan," dumel Laura sambil pergi dari lorong ips."Kalau gue gatal tinggal garuk aja," ucapnya lagi sambil tangannya mengaruk tang
"Tapi bunda siapa dalang dari penculikan Laura?" Tanya Laura setelah beberapa saat terdiam, ia baru saja ingat jika ia belum mengetahui siapa orang tersebut, kenapa ia sampai bisa melakukan hal keji tersebut padaku, apakah aku pernah punya salah sampai dia melakukan hal tersebut?Anita dan Sinta saling tatap dalam Diam, mereka saling mengalihkan tatapannya dari Laura dengan raut wajah yang bingung."Kenapa bun?" Tanya Laura dengan kening berkerut, "Jangan menutupi apapun dari ku, Laura juga berhak tahu siapa dalangnya!" Lirih Laura dengan mata yang mengiba dan berkaca-kaca."Jangan karena rasa sayang kalian pada Laura, bunda dan momy menutupi hal ini," lanjut Laura lagi sambil melihat ke arah Sinta dan Anita secara bergantian."Bunda dan momy cuman gak tega ngeliat kamu terluka lagi," Sinta dan Anita berjalan mendekat ke arah Laura."Laura lebih terluka jika bunda dan momy menutupi hal ini dari Laura," aku melihat ke arah bunda yang melihat ku dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran
"Syukurlah jika dalang dari semua masalah ini sudah tertangkap, aku sangat lega," Sinta tersenyum lega setelah menerima kabar tersebut dari Dimas lewat telepon, ia tak henti-hentinya tersenyum senang sambil berjalan dengan riang, menelusuri lorong rumah sakit, yah sinta baru saja sampai ke rumah sakit untuk melihat Laura."Mereka pasti akan akan bahagia jika aku beritahu kabar ini," Sinta tersenyum membayangkan wajah bahagia Laura dan Anita nanti.Beberapa menit kemudian, Sinta sudah berdiri di depan ointu kamar inap Laura.Tok tok tokLalu membuka pintu kamar tersebut, terlihat di sana ada Anita Laura yang sedang berbaring dan juga Rio yang sedang bersiap-siap dengan tergesa-gesa seperti akan pergi."Mau kemana?" Tanya Sinta sambil melihat ke arah Rio lalu ke arah Anita."Kami dapat kabar bahwa dalang dari kejadian Laura sudah di tangkap tadi,""Jadi mas Rio akan pergi ke kantor polisi sekarang," jawab Anita dengan wajah yang terlihat lega."Aku pergi dulu yah," pamit Rio lalu pergi
Pov Bianca"Sialan di mana Ezra?" Teriak ku sambil melihat ke sudut ruangan di mana iya menyekap Ezra, tapi tak ada siapapun di sini."Di mana dia Hans?" Tanya Ku pada Hans yang berdiri di belakang ku sambil memegang kursi roda karena dia yang mendorong ku ke ruangan di mana Ezra berada.Tak ada jawaban dari Hans, yang ada hanya teriakan dia memanggil anak buahnya yang berjaga semalam di sini."Iya bos ada apa?" Jawab dua orang anak buah Hans yang datang dengan nafas tak beraturan seperti habis berlari."Kalian dari mana saja?" Bentak Hans."Gue bayar kalian buat ngejagain satu bocah doang, lo berdua kagak becus," lanjut Hans lagi.Sementara Boby dan Pian hanya busa menundukan kepalanya yak berani melihat ke arah Hans yang terlihat seram sekali ketika marah."Jawab, lo berdua kagak budeg kan," teriak Hans murka, karena belum mendapat jawaban dari mereka berdua."Ma...af bos," jawab Boby dengan terbata-bata."Anjing lo pada," maki Hans.Bugh bugh bughHans melayangkan pukulan pada mere
Sesampainya di depqn kantor polisi Pak tua yang bernama Udin Itu menghentikan motornya, "Berhenti di sana saja yah, motor saya bodong takut di ambil," ucap Udin tersebut sambil melihat dengan waspada ke arah pintu kantor polisi yang terasa sepi."Yasudah pak, gak papa," ucap Ezra sambil turun dari motornya."Saya pamit yah," ucap Udin sambil melajukan motornya dengan cepat meninggalkan kantor polisi dan juga Ezra yang menatap kepergian Udin tanpa ekspresi.Dengan langkah gontai karena Ezra masih merasa lemas pada tubuhnya meskipun di jalan tadi ia sempat istirahat di rumah makan sekedar menghilangkan lapar dan dahaga sejak semalam, tapi tenaganya memang belum pulih sepenuhnya.Ezra sedikit takut melangkah ke dalam kantor polisi karena ini tempat ia awal di tahan karena kasus Laura, yah Ezra sengaja menyuruh Udin agar mengantarkannya langsung ke sini ia ingin menebus semua kesalahannya termasuk membebaskan adik dan juga ibunya yang di tahan oleh mereka untuk menakut-nakutu Ezra.Ezra m
''Tentang Ibu Mirna dan Lala yang di bawa ke sini tanpa sepengatahuan saya, saya minta maaf sebelumnya Fatan,'' ucap Dimas yang merasa sedikit tak enak hati, pada Fatan atau membuat dia berpikiran yang bukan-bukan tentang Dimas sejak awal karena membiarkan Rafa yang mengurus hal ini, padahal Dimas memang tidak tahu sejak awal.''Aku pun sama merasa heran waktu Rafa bawa mereka ke sini apalagi dengan kondisi ibu Mirna yang kurang stabil, juga dengan Lala yang membuat saya cemas jika ia tinggal di sini dengan kondisi di panti jompo yang kaya gini membuat mental dia juga tidak sehat,''''Aku sudah bilang dari awal untuk membiarkan polisi yang menanangani masalah ini, tapi dia dan anak mu itu sangat keras kepala,'' ucap Fatan sambil menggelengkan kepala, mengingat percakapan mereka bertiga beberapa hari yang lalu.''Tapi aku bersyukur mereka berdua akan pergi dari panti jompo ini,'' ucap Fatan yang merasa lega, bukan apa-apa tapi dengan kondisi Mirna yang kurang stabil ia takut para lansi
Pov Alex"Sorry Ra aku gak ada niat untuk buat kamu sedih lagi kayak tadi," ucap ku lirih sambil berjalan di lorong rumah sakit, perasaan bersalah kian membuncah aku tak mengira jika lelucon ku akan membuat Laura histeris kembali."Gue bener-bener bodoh, harusnya gue bisa jaga ucapan gue sama Laura, apalagi gerak-gerik Laura yang seakan memang menghindar dari gue," ucapku sendiri yang kini sudah sampai parkiran rumah sakit tempat motorku di parkirakan."Gue harus nyelesaikan masalah ini secepatnya," tekad ku kuat, aku yakin jika masalah ini akan cepat selesai termasuk cepat juga Laura sembuhnya.Aku meronggoh saku celana di mana ponsel ku letakan di sana, dengan lincah aku mengutak-ngetik ponsel ku."Lo di mana?" Tanya Ku to the point setelah panggilan tersambung."Apaan sih Lex! Gue baru bangun elah," kesal Rafa di ujung telepon."Kebo lo, matahari udah naek lo masih tidur, cepet siap-siap kita ketemuan di panti jompo sekarang juga," ucap ku."Sekarang Lex," tanya Rafa memastikan."
Pov AlexAlex berjalan di belakang Anita yang melangkah dengan riang sambil membawa totebag yang entah berisi apa? Alex berbaik hati membawakan totebag tersebut tapi malah kena marah Anita."Sebenarnya apa isi totebag tersebut sih? Apa jangan-jangan bom," Batin Alex berucap penuh curiga sambil terus memperhatikan totebag tersebut."Ah gak mungkin," elak Alex sambil menggelengkan kepalanya kiri dan ke kanan "Ngapain juga emak gue bawain bom ke rumah sakit, mau jadi teroris dia," lanjut Alex kembali.Plak"Awwsss," ringis Alex sakit dan terkejut, ia menatap Anita penuh tanda tanya."Kamu gak dengerin mama ngomong Lex?" Tanya Anita penuh selidik.Alex terbengong seketika, "Boro-boro dengerin mama ngomong, sedari tadi gue mikirin isi dari totebag tersebut," ucap Alex yang hanya bisa terucap dalam hati, kalau sampai ia ucapkan sih bisa-bisa kena pukul plus di marahi habis-habisan."Hehehe," aku hanya tersenyum sambil memperlihatkan barisan gigi ku."Ketawa kamu?" Sentak Anita garang.Ale
"Semalam papa mengirimkan hasil video tersebut, ke sebuah nomor yang beridentitas Bianca," ucap Dimas tiba-tiba ketika kami semua sudah selesai sarapan.Alex menatap Dimas heran, "Papa punya nomor Bianca?" "Nomor ponsel hal yang mudah bagi papa, kamu tahu papa menyelidiki hal ini tidak di ketahui oleh orang banyak seperti kemarin, hanya ada papa dan beberapa orang kepercayaan papa yang sudah bekerja cukup lama," "Papa hanya merasa ada seseorang di antara rekan papa yang berkhianat mencoba menutupi apa yang mereka ketahui ke papa," ucap menerka-nerka, karena sejak beberapa hari kemarin, memang ia sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres."Jadi ada orang dalam," tanya Alex memastikan."Mungkin," jawab Dimas agak ragu."Kamu tahu, sepertinya mereka sudah melihat rekaman tersebut, dia mencoba menghubungi nomor yang pala pakai, tapi sengaja tak papa angkat agar membuat mereka ketakutan,""Kalau papa bisa tau nomor ponsel Bianca, berarti papa juga tahu keberadaan mereka semalam di mana?"
Pov Auhtor Pagi telah tiba, Laura terbangun dari tidurnya karena mendengar keributan, ia melihat ke arah kanan yang menjadi sumber keributan di sana."Ayah," ucap Laura senang, ia tersenyum lebar matanya berbinar ketika melihat pria yang sangat ia sayangi berada di sini, sejak kemarin Laura tak melihat Rio dan itu membuat Laura sangat merindukan sosok ayahnya tersebut."Kamu udah bangun sayang?" Rio berdiri dari duudknya dan melangkah mendekati Laura, sambil tersenyum senang."Ayah kapan ke sini? Laura rindu sama ayah," ucap Laura manja, lalu memeluk tubuh Rio yang sudah berdiri di sampingnya."Ayah datang malam tadi, waktu kamu udah tidur," jawab Rio, sambil mengelus kepala Laura lembut." Kenapa gak bangunin Laura?" Ucqp Laura merujuk, melepaskan pelukannya dan menatap Rio tak suka."Kamu kan udah tidur sayang, Ayah gak tega bangunin kamu," jelas Rio gemas sambil mencium pipi Laura."Bunda juga sama! gak bangunin Laura," ketus Laura sambil melihat ke arah Anita yang akan memasuki l