Jake mendengar suara notifikasi chat dari ponselnya saat dia baru saja akan memejamkan mata. Dia lalu bangkit dan mengambil ponsel yang dia letakkan di samping tubuhnya. Dia mengerutkan kening ketika menyadari chat yang masuk itu datang dari nomor tak dikenal. Namun setelah membaca isi chatnya, senyumnya mengembang.Dave memberi tahu kalau Sabrina sudah mengikuti balik akun Instagramnya. Dengan cepat, Jake lalu mengetik balasan untuk Dave.Jake:Bagus. Lanjutkan.***Tony membuka-buka album kenangannya ketika SMA. Seingatnya, dia pernah punya teman seangkatan yang indigo waktu SMA. Anak itu dulu beberapa kali pernah membantu murid yang kesurupan di sekolah. Kalau Tony tidak bisa melawan mahluk astral yang mengganggu Emma itu sendirian, mungkin dengan bantuan temannya itu dia bisa melakukannya.“Siapa ya nama anak itu?” gumam Tony sambil membolak-balik halaman album.“Seingatku dia anak Ilmu Sosial enam,” gumam Tony lagi. Dia lalu membuka album kelas Ilmu Sosial enam. Saat menemukan n
Saat mendekati alamat Tiwi, Tony mengemudikan mobilnya dengan hati-hati. Satu demi satu nomor rumah yang ada di kompleks perumahan itu dia amati. Saat melihat nomor rumah yang sesuai dengan yang tertulis di alamat, Tony pun menghentikan mobilnya.Setelah turun dari mobil, Tony pun berjalan mendekati pagar rumah berwarna abu-abu itu. “Permisi,” katanya sambil menggerak-gerakkan besi pengunci di pagar itu.Tak lama kemudian seorang wanita keluar dari rumah. Tony menduga itu adalah ibunya Tiwi.“Selamat siang, Tante, apa benar ini rumahnya Tiwi?” tanya Tony.Wanita yang berdiri di depan Tony mengangguk. Dia lalu membukakan pagar. “Kamu ini siapa?” tanya wanita itu setelah mendorong pagar.“Saya Tony, teman SMA-nya Tiwi, Tante,” kata Tony, “Tiwinya ada nggak, Tante?”“Oh, ada,” balas wanita bercepol itu, “dia ada di kamarnya sedang mengerjakan tugas. Ayo masuk.”“Tiwi ... Tiwi ... !” ibu Tiwi berjalan masuk sambil memanggil-manggil nama anaknya setelah mempersilakan Tony duduk.Tiwi muncu
Emma sedang duduk di teras rumahnya saat dia melihat Tony datang. Laki-laki itu berjalan tergesa melewati halaman rumahnyasetelah dia turun dari mobil.“Hei, Tony, ada apa?” kata Emma sambail berdiri, “tumben kamu dateng nggak ngabarin dulu?”Tony tersenyum. “Iya,” katanya, “ada yang mau aku omongin.”“Apa?” tanya Emma, “Eh, duduk dulu.”Keduanya lalu duduk di kursi teras.“Apa ... apa ... kamu mau ngomong apa?” tanya Emma.“Aku ada kenalan anak indigo,” kata Tony, “di sekolah dulu dia suka bantuin kalo ada anak kesurupan.”Emma mencoba mengingat-ingat orang yang dimaksud Tony. Keningnya sampai berkerut-kerut. “Kayaknya aku pernah denger,” katanya, “tapi aku nggak tahu orangnya.”Tony tersenyum. “Namanya Tiwi,” katanya, “kemarin aku sudah ke rumahnya dan dia setuju mau bantu kamu.”Mata Emma berbinar. “Beneran?’ katanya. Tony mengangguk, “baik banget.”“Rencananya, besok aku mau ngajak dia ke hutan,” kata Tony, “aku mau dia ngajak mahluk astral itu berkomunikasi. Kalau bisa, aku mau d
Emma, Jake, Ethan dan Tony berkumpul di rumah rahasia. Mereka berempat duduk di ruang tengah. Karena merasa kampus bukan lagi tempat yang aman untuk berkumpul, akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu di sana ketika jam kuliah selesai.“Emma, aku minta maaf atas kejadian di kampus tadi,” kata Jake.Emma tersenyum miris. Dia lalu menghembuskan napas panjang. “Aku berharap semester tahun ini cepet selesai biar Sabrina cepetan keluar dari kampus.”“Aku juga ngarep gitu,” kata Ethan. Dia mengambil sebuah keripik dari dalam toples lalu memasukkannya ke mulut.“Kalo emang satu-satunya tempat teraman yang bisa kita pakai buat kumpul Cuma tempat ini ya berarti kita cuma bisa ketemu di sini,” kata Tony.Jake menghembuskan napasnya dengan berat. “Terus kalo di kampus kita jadi kayak orang nggak saling kenal gitu?” katanya, “di kantin bareng tapi nggak satu meja.”“Kok lucu ya ngebayanginnya,” kata Emma, “kayak orang lagi musuhan.” Dia lalu tertawa.“Terus mau gimana lagi,” kata Tony. Dia menata
Tiwi datang ke hutan sendirian. Meski baru datang ke hutan itu dua kali, dia sudah menyukai tempat itu. Setelah tiba di lokasi yang ditunjukkan Emma kemarin, Tiwi menghentikan langkahnya. Dia berusaha mencoba melakukan negosiasi lagi dengan mahluk astral itu.Tiwi berkonsentrasi untuk memanggil mahluk astral itu. Dalam hitungan menit, dua mahluk astral itu. Satu anak kecil laki-laki dan yang lainnya perempuan seusianya. Tiwi lalu berjalan mendekati dua mahluk itu.“Hei, nama kalian siapa?” tanya Tiwi.Anak kecil di depan Tiwi menatap Tiwi tajam. “Dion,” kata anak kecil itu.Tiwi mengangguk-angguk. “Kalau kamu?” Dia berpaling pada anak perempuan yang berdiri di samping Dion.“Lala,” jawab anak perempuan itu.“Aku Tiwi,” kata Tiwi. Dia tersenyum pada Dion dan Lala, tapi mereka berdua tak ada yang membalas senyuman Tiwi. Mereka diam saja dan wajahnya tanpa ekspresi.“Anak perempuan yang datang ke sini kemarin, itu temanku,” kata Tiwi. Dia menatap Dion, “dia tidak sengaja mengambil mainan
Emma:Aku sudah tau. Dia nggak pernah berubah. Nggak di kampus, nggak di luar kampus, kerjannya cari masalah aja.Tony mengetik balasan dalam hitungan detik.Anthony:Biar aku baled dia untuk kamu.“Jake boleh aku minta kentang goreng kamu?” tanya Tony setelah meletakkan ponselnya.Jake mengangguk. “Boleh ... boleh,” katanya.Tony lalu mengambil kentang goreng yang ada di hadapan Jake. Tangannya melewati Sabrina. Dia sengaja mengambil saos sangat banyak. Saat mau menarik tangannya, dia menjatuhkan saosnya di atas rok Sabrina yang duduk di sampingnya.“Tony, kamu apa-apaan sih!” omel Sabrina, “kamu sengaja ya!”“Maaf, aku nggak sengaja,” kata Tony.Jake yang tahu maksud Tony, Diam saja. Dia malah tersenyum geli melihat Sabrina mengomel-ngomel.“Hah, kamu ini sama saja kayak temenmu si Emma itu!” kata Sabrina, “nyebelin!” dia lalu berdiri dan berjalan meninggalkan meja.Di toilet, Sabrina bertemu dengan Emma. Gadis itu hendak berjalan keluar dari toilet. Karena kesal, dia sengaja menyen
Tiwi mampir ke rumah Tony sore setelah dia pulang dari kampus. Gadis itu datang untuk menceritakan apa yang dia lakukan di hutan tempo hari. Setelah memarkirkan mobil tak jauh dari pagar rumah Tony. Tiwi lalu berjalan melewati halaman rumah karena pagarnya tidak dikunci.Setibanya di depan pintu, Tiwi menekan bel. Setelah dua kali menekan bel. Sofia keluar dari balik pintu.Wanita itu terlihat sedikit kaget saat melihat Tiwi. “Eh, kamu temannya Tony?” tanya Sofia.Sofia mengangguk.“Oh, masuk ... masuk,” sahut Sofia. Dia tersenyum semringah, “Tony lagi ada di ruang tengah menonton televisi. Sebentar Tante panggilin ya.”Sofia mengangguk lagi. “Iya, Tante,” balasnya. Dia lalu duduk.Tony muncul beberapa menit kemudian. “Hei, kok dadakan aja ke sini nggak ngabarin dulu?” kata Tony sambil berjalan menuju sofa. Dia lalu duduk di sofa dekat sofa panjang yang diduduki Tiwi.“Aku balik dari kampus terus kepikiran mampir,” sahut Tiwi, “yaudah aku mampir.”Tony mengangguk-angguk. “Oh gitu,” ba
Emma mendengar bisikan di telinganya.“Coba gores tanganmu.”Semakin Emma memperhatikan pisau yang ada di tangan kanannya itu, bisikan itu semakin jelas.“Ayo ... gores tanganmu.”Emma membayangkan ujung pisau yang lancip itu mengenai ujung jarinya. Lalu dalam hitungan detik, dia benar-benar melakukan itu. Dia menempelkan ujung pisau yang lancip di ujung jarinya. Setelah itu, dia lalu menggores bagian pisau yang tajam ke jari telunjuknya.Emma melakukan itu beberapa kali sampai jari telunjuknya mengeluarkan darah segar. Tak cukup hanya melukai satu jari, Emma juga melakukan itu ke jari-jari tangan kirinya yang lain. Meski darah mengalir dari jari-jari tangannya yang terluka, Emma tak merasakan sakit sama sekali. Dia malah seperti orang kecanduan melakukan itu.“Emma, kamu ngapain?!”Itu suara Tony. Laki-laki itu berusaha merebut pisau dari tangan kanan Emma.Namun Emma tak menyerahkan pisaunya begitu saja. Dia berusaha melawan Tony. Piau di tangan kanannya dia cengkeram semakin kuat.