“Setelah puas berfoto-foto dengan teman satu timnya, pelatih dan beberapa dosen, Tony lalu menghampiri Emma, Ethan dan juga Jake.“Selamat ya!” kata Emma, “kamu keren!”“Makasih,” kata Tony.“Selamat ya, Bro,” kata Jake. Dia memeluk Tony, “akhirnya kita ke Bali bareng-bareng.”Tony mengangguk-angguk setelah pelukan Jake terlepas. “Makasih,” katanya.Tony lalu bergeser pada Ethan.“Congrats, Bro,” kata Ethan. Dia memeluk Tony juga, “finally kita liburan bareng!”“Thanks,” kata Tony.Tony mengacuhkan Sabrina dan kedua temannya. Dia lalu mengajak Emma, Jake dan Ethan untuk berfoto bersama.***Tony tersenyum cerah ketika mendapatkan pesan dari grup chat team futsal. Emma yang duduk di sampingnya terheran-heran.“Kamu kenapa?” tanya Emma.Tony lalu menyodorkan ponselnya ke hadapan Emma. Melihat pengumuman yang ada di ponsel Tony, wajah Emma ikut semringah.“Gila!” seru Tony, “ aku nggak nyangka tujuannya bakal ditambahin satu. Puas aku di Bali!”“Aku seneng sih kamu mau ke bali,” kata Emm
Jake menghembuskan napas kasar. Mulai lagi, batinnya. Sejujurnya dia geli melihat sikap Sabrina yang sok manja begitu.“Kamu nggak pengen duduk?” kata Jake. Dia menyingkirkan tangan Sabrina.“Eh, iya,” kata Sabrina.***Tony menemui pelatihnya sepulang dari kampus. Laki-laki itu mendatangi rumah pelatihnya untuk membicarakan tentang rencana keikutsertaan Emma dalam liburan ke Bali. Dia melakukan itu tanpa memberi tahu Emma terlebih dahulu. Dia berniat memberikan kejutan.Rumah pelatih Tony tampak megah dilihat dari luar. Rumah dua lantai itu memiliki halaman cukup luas dengan keseluruhan dilapisi rumput. Di pinggir-pinggirnya ada banyak tanaman bungga yang berjajar rapi mengelilingi halaman. Di tengah taman itu ada seperti jalan sepanjang sekitar satu meter yang memanjang dari gerbang sampai ke depan teras.Karena gerbang rumah terbuka, Tony segera saja masuk setelah turun dari mobil. Setibanya di depan pintu, dia mengucapkan salam dan memencet bel beberapa kali.Pak Amin membuka pint
“Emma, apa kamu sudah tidur, Nak?” terdengar suara Lily.“Belum, Bu,” sahut Emma. Dia lalu memutar handle pintu.“Ibu membawakan teh hangat untukmu,” Kata Lily. Dia lalu meletakkan cangkir yang dia bawa ke meja, “loh nugasnya sudah selesai kah?”Emma menggeleng. “Belum sih,” kata Emma. Dia duduk di ranjang.“Kok nggak dilanjutin?” tanya Lily, “nggak urgent?”“Nggak sih, Bu,” sahut Emma, “lagian Emma mau nyiapin buat liburan ke Bali.”Lily mengerutkan kening. “Liburan ke Bali?” ulangnya, “kapan? Kok kamu nggak pernah cerita sama Ibu?”Emma berjalan menuju almari pakaian lagi. “Tim Tony menang futsal,” kata Emma sambil memilah-milah baju, “dia dapet hadiah liburan ke Bali.”“Terus kamu diajak gitu?” tanya Lily.“Iya,” sahut Emma.“Wah, pasti seru!” kata Lily.Emma tersenyum. “Iya, Bu,” katanya, “akhirnya setelah sekian tahun aku hidup di bumi bisa juga ke Bali.”Wajah Lily semringah, tapi juga sendu secara bersamaan. Di satu sisi, dia senang karena Emma akhirnya bisa berwisata ke pulau
Jake seketika terdiam dan tidak menyahut lagi. Dia tidak mau terjadi percekcokan di waktu yang seharusnya tercipta kesenangan. Dia membiarkan Tony mengambil alih tas dan koper Emma.“Kamu udah bawa ransel tapi masih bawa koper juga, isinya apa aja sih banyak banget?” tanya Jake.“Baju aja sih,” kata Emma, “sama ada bekal dari Ibu. Entar kita makan bareng-bareng kalo waktunya makan siang.”“Emma ... aku ....” Kata-kata Jake terputus. Dia ragu Emma akan meminta permintaan maafnya untuk Sabrina.“Ada apa?” tanya Emma.“Aku minta maaf kalau Sabrina sering mengganggumu,” katanya.Emma tersenyum tipis. “Kalau Sabrina yang berulah, kenapa harus kamu yang minta maaf?” tanyanya.Jake menggelengkan kepalanya. “Aku cuma merasa bersalah,” katanya, “aku negrasa kalo kamu nggak pantes mendapatkan perlakuan kayak begitu dari Sabrina.”“Kalo kamu nggak deket-deket sama Emma malah bakalan lebih bagus kayaknya,” sahut Tony, “karena biasanya Sabrina nyerang Emma karena dia cemburu.” “Tony, kamu kenapa
“Baru banget nyampe,” kata Jake, “itu si Ethan lagi mandi. Gantian habis ini aku.”Sabrina mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia lalu merangkul Jake dari belakang. “Tujuan pertama mau ke mana?’ tanyanya. Suaranya dibuat-buat selembut mugkin.“Ke Kuta dulu kayaknya,” kata Jake.Sabrina mundur dan melepaskan tangannya saat mendengar suara deheman Ethan. Seketika dia menoleh ke arah pintu kamar mandi.“Keluar sana,” usir Ethan, “aku mau ganti baju.”“Berani kamu ngusir aku?!” sahut Sabrina.“Ya udah,” kata Ethan. Dia lalu memegang boksernya, hendak menurunkannya dari pinggang.“Stop ...,” kata Sabrina, “ya udah aku keluar.”***Emma melihat bayangannya di cermin sekali lagi sebelum akhirnya menganbil tas. Dia lalu memakai sepatunya dan berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu, rupanya Tony sudah ada di depan.“Kamu udah lama di sini?” tanya Emma.“Baru sih,” balas Tony.“Yaudah, ayo kita ke bus,” kata Tony.Di sekitar bus rupanya sudah ada banyak mahasiswa mereka sudah bersiap naik sa
“Nggak,” sahut Sabrina dengan nada tinggi, “aku nyariin Jake. Di mana dia?” Emma terbahak. Suaranya nyaring dan melengking. Dalam hitungan detik, Sabrina merinding. Tapi dia terus menatap Emma dengan tatapan sinis. “Ditanya tuh dijawab, bukannya malah ketawa,” balas Sabrina, “nggak sopan!” “Aku nggak tahu dia di mana,” sahut Emma pelan. Dia lalu tertawa lagi lebih kencang. “Orang gila!” kata Sabrina. Dia lalu berjalan melewati Emma. “Kita cari Jake,” kata Sabrina. Dia mencari ke kolong-kolong ranjang. Dan di samping nakas. Semetara Desy mencari dengan membuka-buka almari. Anne sendiri mencari di kamar mandi. Saat Sabrina sedang menungging dan memperhatikan kolong ranjang, tiba-tiba lampu kamar padam. Refleks dia mengumpat,”sialan,” katanya. Dari dalam kamar mandi dia mendengar suara jeritan Anne. Desy yang tak jauh darinya berlari mendekatinya dan menepuk-nepuk kakinya. “Sabrina, aku takut,” kata Desy. Sabrina lalu mengeluarkan kepalanya dari kolong ranjang. Dia mencari Emma. “
Emma duduk di kursi meja rias. Sementara Tony duduk di tepi ranjang.“Menurut kamu tadi Sabrina tuh ngarang nggak sih?” kata Tony.“Kenapa kamu mikir gitu?” tanya Emma.“Ya kali aja dia takut kepergok masuk-masuk kamar kamu terus mereka ngada-ngada biar nggak kita tuduh macem-macem,” kata Tony.“Tapi kalopun ngarang kok skenarionya perfect banget sih?” kata Emma, “ah, udahlah kamu jangan suudzon.”Tony mengangkat bahu. “Bukan niat suudzon sih,” katanya, “salah sendiri keseringan ngelakuin hal negatif. Sama kayak orang yang keseringan bohong, sekalinya dia jujur nggak akan ada yang percaya.”Emma berjalan mendekati jendela kamarnya. Dia lalu menyibak kelambu. Pandanganya tertuju ke luar jendela. Dia tersenyum melihat pemandangan kota Denpasar yang indah di malam hari. Mendadak dia kangen pada Robin dan Lily yang saat ini ada di rumah.“Tony,” kata Emma.“Ada apa?” sahut Tony.“Kok tiba-tiba aku kangen orang rumah ya,” katanya, “pengen banget begitu suatu hari bisa liburan bareng merek
Ethan membuka matanya. Dia kaget saat menyadari Jake tak ada di sampingnya. Dia lalu bergegas turun dari ranjang. Dia mencari Jake di kamar mandi, tapi di sana dia juga tak menemukan temannya itu. Saat berniat menelepon Jake, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dia membelalakkan mata karena sadar pintu kamarnya tak terkunci.“Kamu dari mana?” tanya Ethan saat Jake berjalan mendekatinya.“Semalem, Sabrina nelfon aku. Dia minta aku tidur di kamarnya,” kata Jake, “maaf aku nggak sempet bangunin kamu soalnya tidurmu pules banget. Jadi, ya secara otomatis pintunya nggak kekunci deh.”Mata Ethan berbinar. Dia lalu tersenyum penuh arti.“Kenapa?” tanya Jake.“Dibilangin juga apa,” sahut Ethan, “jadian sama cewek yang nggak kamu suka itu nggak sepenuhnya nggak enak. Nikmatin aja yang ada. Kamu bakalan tetap untung.”Jake geleng-geleng kepala. “Aku nggak ngapa-apain.” Katanya, “jangan aneh-aneh pikiranmu.” Dia lalu mengambil handuk dari dalam tasnya.“Lah, udah sekamar kenapa nggak diapa-apain?”