Perlahan Emma mendekatkan ujung pisau ke pergelangan tangannya.“Bagus, Sayang,” suara seorang wanita berbisik, “lakukanlah terus.”Emma tersenyum. Dia menekankan ujung pisaunya ke kulit tangannya.“Emma, kenapa lama sekali,” kata Tony, “buah apa yang kamu ambil? Sini, aku mau makan buahnya juga.”“Emma?” kata Tony lagi. Dia kemudian beralih ke lemari es. Dia mengerutkan kening ketika dia melihat Emma duduk membelakanginya. Dia kemudian berjalan ke arah Emma.“Emma, kamu ngapain?” Kata Tony, dia kaget saat melihat kulit Emma tergores dan berdarah. Dengan cepat, Tony lalu mengambil pisaunya dan melemparkannya ke sembarang arah.“Jangan menghalangi jalanku,” kata Emma. Dia tidak terlihat terganggu sama sekali. “Saya suka melakukannya.”“Aku benci kamu,” kata Tony, “makhluk astral sialan. Keluar kamu dari tubuh Emma."Tony kemudian berlari mencari kotak obat. Dia kemudian kembali ke dapur. Ketika dia kembali, Emma mencoba mencari pisau itu lagi.“Di mana kamu membuangnya?” tanya Ema.
Emma memandangi gambar yang dikirimkan Zia dengan mata terbelalak. Dia tidak bisa mempercayai matanya sedikit pun. Dalam foto tersebut, Jake, Ethan dan Tony sedang berjalan bersama. Foto itu diambil dari depan sebuah kafetaria. Dalam hitungan detik, dada Sabrina terasa panas."Hei, kamu kenapa?" Desy bertanya, “Ada apa?Sabrina lalu memberikan ponselnya pada Desy."Apa?!" ucap Desy saat ponsel Sabrina jatuh ke tangannya. Dia tampak terkejut. Anne yang juga melihat ponsel Sabrina pun terlihat sama kagetnya dengan Desy.“Berani sekali dia,” kata Anne.“Kita harus segera bertindak,” kata Desy.Sabrina mengangguk. "Besok di kampus kita harus ngasih dia pelajaran."Sabrina lalu duduk di kursinya dengan ekspresi gelisah. Ia mulai memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan untuk mengerjai Emma. Kali ini dia harus menang. Dia tidak suka kalah.***Sabrina, Desy dan Anne menunggu dengan tidak sabar di salah satu kursi yang ada di taman kampus. Mereka menunggu Zia dan Clara. Kedua kelompok ber
Dalam video tersebut terdapat Sabrina, Desi dan Anne. Meski direkam dari belakang, namun jika dilihat dari latar belakang videonya, mereka terlihat seperti sedang berada di taman kampus.“Kali ini kita pasti berhasil,” kata Sabrina.Desy yang duduk di sebelahnya tertawa. “Bayangkan besok Emma berangkat ke kampus dengan tangan terbakar,” ujarnya."Kenapa Zia membawa lotion?" tanya Anne, “kenapa nggak krim wajah aja?”“Bakal lebih mudah ngolesin lotion di tangan daripada krim wajah di wajah, kan?” kata Sabrina. Desy mengangguk setuju."Mereka bener-bener nggak bisa berhenti gangguin aku," ucap Emma setelah meletakkan ponselnya di atas tempat tidur. Dia melihat kulit tangan kanannya. Semakin panas dan warna coklat semakin gelap. Kulitnya tampak seperti akan terbakar.Beberapa menit kemudian muncul pesan dari Tony.Anthony:Apa maksud Sabrina? Rencana apa? Apa kamu baik-baik aja?"Emma mengambil foto tangan kanannya dengan tangan kirinya. Dia kemudian mengirimkan foto tangannya yang terba
"Apa?" tanya Ethan tidak sabar."Kayaknya aku beneran jatuh cinta deh sama Emma?" jawab Jaka.“Sumpah?” tanya Ethan, “Kamu pasti udah gila. Kayaknya kamu habis jatuh dan kepalamu terbentur jadi otakmu sedikit bergeser.”Jaka tertawa. “Aku serius, Ethan,” kata Jake, “Justru karena Emma berbeda makanya aku tertarik sama dia.”Sejauh ini, semua mantan pacar Jake adalah gadis-gadis populer. Mereka suka didekati dengan cara yang sama. Mereka memiliki ciri dan kebiasaan yang kurang lebih sama. Mereka mempunyai sikap manja dan cerewet yang sama. Membosankan."Terserah kalau begitu," kata Ethan. Dia kemudian keluar karena mobil Jake berhenti di depan pagar rumahnya.***Saat jam istirahat, Emma segera meninggalkan kelasnya. Dia berniat mencari Zia dan Clara. Dia ingin berbicara dengan gadis itu. Ia perlu mengetahui apa hubungan mereka dengan Sabrina dan kedua temannya.Emma sebenarnya berniat mencari Zia dan Clara di kantin. Namun, saat dia berjalan menuju kantin dia melihat Zia dan Clara sed
Rupanya Jake-lah yang datang. Dia berjalan ke ruang klinik. Di saat yang sama, Tony dan Emma melepaskan pelukan mereka."Aku ganggu nggak?" tanya Jake, “ada apa? Apakah kamu sakit, Emma?"“Bukan aku yang sakit,” kata Emma, “aku yang nyakitin orang lain.”Jaka mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"“Udahlah,” kata Tony, “ayo kita balik ke kelas.”“Hei, Bro, sepkayaknya kamu nyembunyiin sesuatu dari aku,” kata Jake sambil memegang lengan Tony, “apa yang terjadi?”Tony menghela napas panjang. “Emma kerasukan dan dia melukai mahasiswi lain. Dia tadi nyalahin dirinya sendiri. Padahal itu jelas-jelas perbuatan makhluk astral sialan itu. Makanya aku minta jangan dibahas, kata Tony.Jake mengangguk.“Apa ada yang masih pengen kamu tanyain?” tanya Tony.“Nggak,” katanya, “aku minta maaf.”Akhirnya mereka bertiga keluar dari ruang klinik.***Sabrina dan ketiga temannya duduk di kursi panjang di taman belakang rumahnya. Sedangkan Zia dan Clara duduk di kursi di depannya. Selain bisa menenangkan
“Hei, apa ada yang mau minum?” Jake bertanya kepada para pemain bola basket yang masih berada di lapangan. Dia mengangkat botol minumannya tinggi-tinggi.Sabrina membelalak melihat apa yang dilakukan Jake. Sementara itu kedua temannya menatap.“Ambil aja,” kata Jake ketika seorang anak laki-laki mendekatinya, “Aku baru aja minum. Perutku penuh."Jake lalu duduk. “Maafkan aku,” katanya kepada Sabrina, “aku beneran nggak bisa minum lagi.”Sabrina mengangguk. “Nggak apa-apa,” katanya, “ngomong-ngomong, gimana latihannya?”“Kayak biasa, aku ngegiring bola terus mengopernya. kadang aku nerima umpan terus kemudian nembak bola ke dalam ring. Terus habis itu aku capek dan istirahat,” kata Jake.Mendengar jawaban Jake, Desy dan Anne kembali ternganga. Sementara Ethan dan Tony menahan tawanya.“Jake, apa kamu sibuk malam ini?” tanya Sabrina."Malam ini?" Jake mengulangi, “iya sih. Aku mau nganter ibuku ke spa karena ayahku sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota dan sopir keluarga kita lagi
Jake menunduk. “Tundukin kepala kamu,” kata Jake pelan, hampir bergumam, “jangan angkat kepalamu sampai aku minta kamu mengangkatnya.”Emma menurut. Dia ingin bertanya, tapi ragu-ragu. Sepertinya ada seseorang yang ditakuti Jake.“Angkat kepalamu lagi,” kata Jake, “sudah aman.”"Ada apa sih?" tanya Ema. Dia melihat ke kiri dan ke kanan.“Ada Sabrina dan kedua pengawalnya,” kata Jake.Emma membelalakkan matanya. "Beneran?" dia bertanya.Jaka mengangguk. “Mereka duduk tiga meja darimu.”Emma ternganga. "Mereka bisa aja mengetahui keberadaan kita, Jake," kata Emma.“Sebenarnya ada tempat lain di lantai dua kafe ini,” kata Jake, “di sebelahnya ada balkon. Kalo kamu mau, kita bisa pindah.”Mata Emma berbinar mendengar kata balkon. Dia akan bisa melihat bintang-bintang. “Ayo pindah,” katanya.“Oke,” kata Jake, “kamu bisa bawa minuman dan makanannya?”Emma mengangguk. “Bisa kok,” katanya. Ini cuma dua benda dan aku punya dua tangan.”Jake mengangguk. Mereka kemudian berjalan meninggalkan mej
Saat suara langkah kaki berhenti, Emma lalu menoleh ke belakang. Dia secara refleks berteriak ketika dia melihat seorang wanita jelek. Wajah wanita itu dipenuhi bercak kemerahan seperti darah kering. Emma lalu berdiri. Dia kemudian berlari dengan cepat.Namun Emma sepertinya berlari di tempatnya. Sampai dia lelah, posisinya tidak berubah sama sekali. Sebaliknya, dia melihat wanita jelek di depannya lagi. Emma ketakutan, dia melangkah mundur dan hantu perempuan itu mendekatinya.Emma berhenti berjalan ketika kakinya menginjak sesuatu. Ketika dia menoleh, dia melihat seorang anak laki-laki berwajah hitam. Anak itu tertawa keras dan nyaring. teriak Emma. Dia kemudian bergerak cepat, berniat melarikan diri dari dua makhluk aneh di sekitarnya. Tapi Emma tidak punya waktu untuk melarikan diri. Sebelum ia berlari, hantu perempuan jelek itu berhasil mencekiknya dari belakang.Emma berteriak minta tolong. Dia pun berteriak histeris. Pada saat yang sama, Emma merasakan seseorang menepuk pipinya