Beranda / Horor / Teror Ghaib / Teror Ghaib 35

Share

Teror Ghaib 35

Penulis: Rani Giza
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-22 23:26:21

Mata Sabrina berbinar. "Ide apa?" dia bertanya.

“Kita manfaatkan kelemahannya,” kata Clara, “semakin kita memancing dia untuk marah, maka dia akan semakin sering menimbulkan masalah. Kemungkinan dia dikeluarkan dari kampus juga akan semakin besar.”

Sabrina mengangguk. “Itu benar,” katanya.

***

Sepanjang hari, cuaca di kampus sangat panas. Bahkan pada sore hari udara masih terasa panas. Di dekat pintu masuk parkir, Emma tidak sabar menunggu Tony pulang bersamanya. Gadis itu melihat sekeliling mencari Tony.

Beberapa menit kemudian, Tony tiba. “Maaf, bikin kamu nunggu,” kata Tony.

“Nggak apa-apa,” kata Emma.

“Jake nelfon tadi. Dia mengajak aku nongkrong di rumahnya malam ini tapi aku nolak karena ada banyak tugas yang harus aku selesaikan," ucap Tony sambil berjalan menuju mobilnya.

Emma tersenyum tipis. "Apa yang biasanya kamu lakukan waktu kumpul kayak gitu?" dia bertanya.

"Kadang main game online, kadang nonton film, kadang nunggu Ethan dan Jake main basket, dan masih banyak lagi," ja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 36

    Perlahan Emma mendekatkan ujung pisau ke pergelangan tangannya.“Bagus, Sayang,” suara seorang wanita berbisik, “lakukanlah terus.”Emma tersenyum. Dia menekankan ujung pisaunya ke kulit tangannya.“Emma, ​​kenapa lama sekali,” kata Tony, “buah apa yang kamu ambil? Sini, aku mau makan buahnya juga.”“Emma?” kata Tony lagi. Dia kemudian beralih ke lemari es. Dia mengerutkan kening ketika dia melihat Emma duduk membelakanginya. Dia kemudian berjalan ke arah Emma.“Emma, ​​kamu ngapain?” Kata Tony, dia kaget saat melihat kulit Emma tergores dan berdarah. Dengan cepat, Tony lalu mengambil pisaunya dan melemparkannya ke sembarang arah.“Jangan menghalangi jalanku,” kata Emma. Dia tidak terlihat terganggu sama sekali. “Saya suka melakukannya.”“Aku benci kamu,” kata Tony, “makhluk astral sialan. Keluar kamu dari tubuh Emma."Tony kemudian berlari mencari kotak obat. Dia kemudian kembali ke dapur. Ketika dia kembali, Emma mencoba mencari pisau itu lagi.“Di mana kamu membuangnya?” tanya Ema.

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-23
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 37

    Emma memandangi gambar yang dikirimkan Zia dengan mata terbelalak. Dia tidak bisa mempercayai matanya sedikit pun. Dalam foto tersebut, Jake, Ethan dan Tony sedang berjalan bersama. Foto itu diambil dari depan sebuah kafetaria. Dalam hitungan detik, dada Sabrina terasa panas."Hei, kamu kenapa?" Desy bertanya, “Ada apa?Sabrina lalu memberikan ponselnya pada Desy."Apa?!" ucap Desy saat ponsel Sabrina jatuh ke tangannya. Dia tampak terkejut. Anne yang juga melihat ponsel Sabrina pun terlihat sama kagetnya dengan Desy.“Berani sekali dia,” kata Anne.“Kita harus segera bertindak,” kata Desy.Sabrina mengangguk. "Besok di kampus kita harus ngasih dia pelajaran."Sabrina lalu duduk di kursinya dengan ekspresi gelisah. Ia mulai memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan untuk mengerjai Emma. Kali ini dia harus menang. Dia tidak suka kalah.***Sabrina, Desy dan Anne menunggu dengan tidak sabar di salah satu kursi yang ada di taman kampus. Mereka menunggu Zia dan Clara. Kedua kelompok ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-23
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 38

    Dalam video tersebut terdapat Sabrina, Desi dan Anne. Meski direkam dari belakang, namun jika dilihat dari latar belakang videonya, mereka terlihat seperti sedang berada di taman kampus.“Kali ini kita pasti berhasil,” kata Sabrina.Desy yang duduk di sebelahnya tertawa. “Bayangkan besok Emma berangkat ke kampus dengan tangan terbakar,” ujarnya."Kenapa Zia membawa lotion?" tanya Anne, “kenapa nggak krim wajah aja?”“Bakal lebih mudah ngolesin lotion di tangan daripada krim wajah di wajah, kan?” kata Sabrina. Desy mengangguk setuju."Mereka bener-bener nggak bisa berhenti gangguin aku," ucap Emma setelah meletakkan ponselnya di atas tempat tidur. Dia melihat kulit tangan kanannya. Semakin panas dan warna coklat semakin gelap. Kulitnya tampak seperti akan terbakar.Beberapa menit kemudian muncul pesan dari Tony.Anthony:Apa maksud Sabrina? Rencana apa? Apa kamu baik-baik aja?"Emma mengambil foto tangan kanannya dengan tangan kirinya. Dia kemudian mengirimkan foto tangannya yang terba

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-24
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 39

    "Apa?" tanya Ethan tidak sabar."Kayaknya aku beneran jatuh cinta deh sama Emma?" jawab Jaka.“Sumpah?” tanya Ethan, “Kamu pasti udah gila. Kayaknya kamu habis jatuh dan kepalamu terbentur jadi otakmu sedikit bergeser.”Jaka tertawa. “Aku serius, Ethan,” kata Jake, “Justru karena Emma berbeda makanya aku tertarik sama dia.”Sejauh ini, semua mantan pacar Jake adalah gadis-gadis populer. Mereka suka didekati dengan cara yang sama. Mereka memiliki ciri dan kebiasaan yang kurang lebih sama. Mereka mempunyai sikap manja dan cerewet yang sama. Membosankan."Terserah kalau begitu," kata Ethan. Dia kemudian keluar karena mobil Jake berhenti di depan pagar rumahnya.***Saat jam istirahat, Emma segera meninggalkan kelasnya. Dia berniat mencari Zia dan Clara. Dia ingin berbicara dengan gadis itu. Ia perlu mengetahui apa hubungan mereka dengan Sabrina dan kedua temannya.Emma sebenarnya berniat mencari Zia dan Clara di kantin. Namun, saat dia berjalan menuju kantin dia melihat Zia dan Clara sed

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-24
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 40

    Rupanya Jake-lah yang datang. Dia berjalan ke ruang klinik. Di saat yang sama, Tony dan Emma melepaskan pelukan mereka."Aku ganggu nggak?" tanya Jake, “ada apa? Apakah kamu sakit, Emma?"“Bukan aku yang sakit,” kata Emma, ​​“aku yang nyakitin orang lain.”Jaka mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"“Udahlah,” kata Tony, “ayo kita balik ke kelas.”“Hei, Bro, sepkayaknya kamu nyembunyiin sesuatu dari aku,” kata Jake sambil memegang lengan Tony, “apa yang terjadi?”Tony menghela napas panjang. “Emma kerasukan dan dia melukai mahasiswi lain. Dia tadi nyalahin dirinya sendiri. Padahal itu jelas-jelas perbuatan makhluk astral sialan itu. Makanya aku minta jangan dibahas, kata Tony.Jake mengangguk.“Apa ada yang masih pengen kamu tanyain?” tanya Tony.“Nggak,” katanya, “aku minta maaf.”Akhirnya mereka bertiga keluar dari ruang klinik.***Sabrina dan ketiga temannya duduk di kursi panjang di taman belakang rumahnya. Sedangkan Zia dan Clara duduk di kursi di depannya. Selain bisa menenangkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 41

    “Hei, apa ada yang mau minum?” Jake bertanya kepada para pemain bola basket yang masih berada di lapangan. Dia mengangkat botol minumannya tinggi-tinggi.Sabrina membelalak melihat apa yang dilakukan Jake. Sementara itu kedua temannya menatap.“Ambil aja,” kata Jake ketika seorang anak laki-laki mendekatinya, “Aku baru aja minum. Perutku penuh."Jake lalu duduk. “Maafkan aku,” katanya kepada Sabrina, “aku beneran nggak bisa minum lagi.”Sabrina mengangguk. “Nggak apa-apa,” katanya, “ngomong-ngomong, gimana latihannya?”“Kayak biasa, aku ngegiring bola terus mengopernya. kadang aku nerima umpan terus kemudian nembak bola ke dalam ring. Terus habis itu aku capek dan istirahat,” kata Jake.Mendengar jawaban Jake, Desy dan Anne kembali ternganga. Sementara Ethan dan Tony menahan tawanya.“Jake, apa kamu sibuk malam ini?” tanya Sabrina."Malam ini?" Jake mengulangi, “iya sih. Aku mau nganter ibuku ke spa karena ayahku sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota dan sopir keluarga kita lagi

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 42

    Jake menunduk. “Tundukin kepala kamu,” kata Jake pelan, hampir bergumam, “jangan angkat kepalamu sampai aku minta kamu mengangkatnya.”Emma menurut. Dia ingin bertanya, tapi ragu-ragu. Sepertinya ada seseorang yang ditakuti Jake.“Angkat kepalamu lagi,” kata Jake, “sudah aman.”"Ada apa sih?" tanya Ema. Dia melihat ke kiri dan ke kanan.“Ada Sabrina dan kedua pengawalnya,” kata Jake.Emma membelalakkan matanya. "Beneran?" dia bertanya.Jaka mengangguk. “Mereka duduk tiga meja darimu.”Emma ternganga. "Mereka bisa aja mengetahui keberadaan kita, Jake," kata Emma.“Sebenarnya ada tempat lain di lantai dua kafe ini,” kata Jake, “di sebelahnya ada balkon. Kalo kamu mau, kita bisa pindah.”Mata Emma berbinar mendengar kata balkon. Dia akan bisa melihat bintang-bintang. “Ayo pindah,” katanya.“Oke,” kata Jake, “kamu bisa bawa minuman dan makanannya?”Emma mengangguk. “Bisa kok,” katanya. Ini cuma dua benda dan aku punya dua tangan.”Jake mengangguk. Mereka kemudian berjalan meninggalkan mej

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-26
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 43

    Saat suara langkah kaki berhenti, Emma lalu menoleh ke belakang. Dia secara refleks berteriak ketika dia melihat seorang wanita jelek. Wajah wanita itu dipenuhi bercak kemerahan seperti darah kering. Emma lalu berdiri. Dia kemudian berlari dengan cepat.Namun Emma sepertinya berlari di tempatnya. Sampai dia lelah, posisinya tidak berubah sama sekali. Sebaliknya, dia melihat wanita jelek di depannya lagi. Emma ketakutan, dia melangkah mundur dan hantu perempuan itu mendekatinya.Emma berhenti berjalan ketika kakinya menginjak sesuatu. Ketika dia menoleh, dia melihat seorang anak laki-laki berwajah hitam. Anak itu tertawa keras dan nyaring. teriak Emma. Dia kemudian bergerak cepat, berniat melarikan diri dari dua makhluk aneh di sekitarnya. Tapi Emma tidak punya waktu untuk melarikan diri. Sebelum ia berlari, hantu perempuan jelek itu berhasil mencekiknya dari belakang.Emma berteriak minta tolong. Dia pun berteriak histeris. Pada saat yang sama, Emma merasakan seseorang menepuk pipinya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-26

Bab terbaru

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 163

    Hari pertama menjalani kegiatan di kampus Emma merasa sangat tidak nyaman. Dia tidak mudah berkenalan dengan orang baru karena tidak semua orang bisa memahaminya. Akibatnya, Emma jadi sering menyendiri. Baik di kelas, perpustakaan atau di kantin, dia jarang terlihat berbaur dan mengobrol dengan mahasiswa lain. Keadaan itu membuat banyak mahasiswa di kampus yang menganggap Emma sombong. Sehingga akhirnya ada banyak mahasiswa di kampus yang membenci Emma. Banyak yang memusuhi Emma secara diam-diam. Tapi tak sedikit juga yang memusuhi Emma secara terang-terangan. Akibatnya, hampir setiap hari ada saja yang membuat Emma marah dan mengamuk karena selalu ada yang mengganggunya. Puncaknya adalah saat ada yang menganggu Emma saat gadis itu makan siang sendirian di kantin.“Sombong banget sih ke mana-mana sendiri terus,” kata seorang gadis berambut sebahu.“Mungkin dia ngerasa paling cantik kali di sekolah ini. Atau dia kayak gini biar banyak yang ngedeketin. Ala-ala misterius,” kata gadis y

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 162

    Karena tak ada respon setelah mengetuk pintu beberapa kali, Anne memutuskan untuk menelepon Desy. Setelah panggilan keempat baru teleponnya direspon.“Ada apa, Anne?” tanya Desy dari seberang. Suaranya terdengar sangat pelan.“Kamu ada di rumah?” tanya Anne.“Iya,” sahut Desy.“Kok ...,” Anne menghentikan kalimatnya karena dia melihat seorang bapak-bapak keluar dari rumah Desy. Sebatas yang dia ingat, itu bukan Ayah Desy. Apakah orang itu kerabatnya Desy yang dia tidak kenal sebelumnya?“Kamu masuk aja,” kata Desy.Anne seketika memutuskan sambungan telepon dan masuk ke melewati pintu yang terbuka. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke tengah bagian rumah. Tempat yang dia tuju tentu saja kamar Desy.Anne mengerutkan kening saat masuk ke kamar Desy dan melihat ranjang gadis itu berantakan. Dia takut terjadi apa-apa dengan Desy.“Desy, kamu di mana?” tanya Anne. Dia menghembuskan napas lega saat mendegar suara keran dari kamar mandi.“Orang laki-laki yang tadi keluar dari rumah kamu si

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 161

    Tiga hari setelah demo terakhir dilakukan, kedua orang tua Emma dipanggil ke kampus. Mereka berdua diminta untuk bertemu dengan Bu Marta langsung di ruangannya. “Selamat pagi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta ketika langkahnya terhenti di depan ruangan kepala sekolah itu.Bu Marta menatap ke arah pintu. “Selamat pagi,” katanya, “silakan masuk.”Bu Marta mengambil napas dalam sebelum berbicara dengan Robin dan Lily. “Sebelumnya saya mewakili pihak sekolah ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya,” kata Bu Marta.“Apa tidak bisa dinegosiasikan lagi, Bu?” tanya Robin, “kita semua sama-sama tahu kan kalau semua kekacauan yang Emma perbuat bukan murni keinginan Emma. Ada mahluk astral yang mengendalikannya.”Bu Marta mengangguk. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan kepada para orangtua mahasiswa itu. Tapi mereka tak ada yang mau peduli. Alasan mereka, mereka tidak mau kekacauan itu terulang terus. Mereka tidak mau kalau nanti anak mereka dan yang lainny

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 160

    Orang tua Yosi dan Burhan kompak mengajak puluhan orang tua mahasiswa lain untuk melakukan demo ke kampus. Mereka semua menuntut agar Emma dikeluarkan karena tingkahnya yang sangat meresahkan. Mereka tak hanya melakukan demo sekali, tetapi sebanyak tiga kali dalam seminggu.Fakta itu tentu saja membuat pihak sekolah bimbang. Di satu sisi, mereka tidak bisa mengabaikan permintaan wali murid. Tapi, di sisi lain, mengeluarkan Emma dari kampu begitu saja juga bukan pilihan yang paling tepat. Bagaimana pun juga, Emma adalah salah satu mahasiswa yang cukup berprestasi. Mereka bahkan mempunya beberapa rencana untuk mengikuti lomba dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Dan salah satu mahasiswa yang akan mereka ikutkan untuk lomba itu adalah Emma.Tak hanya pihak sekolah yang dibuat pusing oleh demo yang dilakukan para orang tua mahasiswa itu. Emma dan orang tuanya juga dibuat pusing. Yang paling tertekan dengan kedaan itu tentu saja Emma. Hampir setiap hari dia menangis karena lelah meng

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 159

    Sabrina tak peduli jika pada akhirnya Desy muak dengan sikapnya dan gadis itu meninggalkannya. Dia tetap fokus pada niatnya untuk membuat Emma dikeluarkan dari sekolah. Maka dia mencari tahu dua mahasiswa yang kemarin menjadi korban amukan Emma di kantin. Dari informasi yang berhasil Sabrina himpun dari orang-orang suruhannya. Dia menemukan nama dan kelas dua mahasiswa itu. Bahkan Sabrina juga tahu alamat rumah mereka. Tapi sebelum memutuskan untuk mendatangi orang tua mereka di rumah mereka, Sabrina memutuskan untuk menghampiri mereka di kelasnya terlebih dahulu. Yang pertama Sabrina datangi adalah Yosi. Laki-laki berpostur jangkung itu tengah duduk di kursi yang ada di depan kelas ketika Sabrina datang. “Hei, gimana kabarnya?” kata Sabrina. Dia duduk di samping Yosi, “luka kamu yang kena amukan Emma kemarin masih sakit?” “Lumayan sih. Ada beberapa luka gosong kebiruan dan luka goresan karena kena lantai dan bangku kantin,” kata Yosi, “ini masih mendingan. Si Burhan malah hari ini

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 158

    Emma pikir, Sabrina memang akan benar-benar berubah. Dia pikir gadis itu akan menepati janjinya. Tapi ternyata tidak. Pada akhirnya gadis itu berulang lagi. Entah disengaja atau tidak, saat berad di kantin, tiba-tiba saja Sabrina menjatuhkan minuman yang masih agak panas dari belakang. Cairan kopi itu mengenai punggung Emma, mengenai kemejanya dan tembus hingga ke kulitnya.Emma merasakan rasa skit dan panas doi punggungnya. Seharusnya dia pergi ke toilet. Dan memang sebenarnya dia berniat pergi ke toilet. Namun, Emosinya lebih dulu meledak. Seperti biasa, mahluk astral itu menguasainya lagi. Membuatnya lepas kendali.Sadar berhasil memancing Emma, Sabrina pun tersenyum-senyum. Tetapi sebisa mungkin dia berusaha meminta maaf agar segalanya tak terlihat mencolok.“Maaf ya, Emma,” katanya kepada Emma.Emma tak menyahut. Dia mengerang dan mencengkeram pergelangan tangan Sabrina. Matanya melotot dan bola matanya berputar-putar. Dia mengerang. Lalu kuku-kukunya yang panjang mencakar kulit

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 157

    Emma masuk kuliah lagi, tiga hari dari hari pertama dia di rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam kelas, Ethan dan Jake menyambutnya di ambang pintu. Mereka mengulurkan tangan dan agak sedikit membungkuk seperti mempersilakan otang penting. Emma tersenyum melihatnya.“Kalian ini kayak aku siapa saja,” kata Emma.Baru duduk sebentar, Tony lalu berdiri lagi. Dia lalu mengajak Ethan dan Jake keluar kelas.“Aku nggak diajak nih?” tanya Emma.“Aku mau ngobrol sebentar sama mereka,” kata Tony. Dia lalu tersenyum, “ini urusan laki-laki.”Emma menghembuskan napas kasar. “Males banget deh kalo bawa-bawa gender,” katanya.“Bentar doang kok,” kata Tony.Tony, Ethan dan Jake lalu berjalan keluar kela. Mereka menghentikan langkahnya di taman. Tony lalu memilih bangku yang ada di sudut taman untuk duduk. Tempat itu lumayan jah dari jangkauan orang-orang karena kanan dan kirinya adalah barisan tembok ruang dekan.“Kamu ngapain sih ngajak kita ke sini?” tanya Jake setelah dia duduk.“Aku mau ngomong ser

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 156

    Saat Sabrina masuk, Jake sedang mengobrol dengan Emma. Laki-laki itu berdiri di dekat ranjang sambil agak membungkuk, mendengarkan suara Emma yang mungkin masih terdengar pelan. Dia membelakangi Sabrina. Di sampingnya ada Ethan. Sementara itu, Tony berdiri di sisi ranjang yang lain sehingga dia menjadi orang yang lebih dulu mengetahui kehadiran Sabrina.Karena menyadari arah pandang Tony, Jake akhirnya menoleh.“S ... sore semua,” kata Sabrina.Tony tak menyahut. Emma juga. Yang menyahut adalah Jake. “Sore,” ujarnya pelan. Dia lalu menghadap Emma lagi.“Emma sakit apa? Habis jatuh kah?” tanya Sabrina karena dia melihat ada bekas jahitan di kening Emma sebelah kanan.“Iya,” sahut Sabrina pelan.“Sekarang udah mendingan apa masih sakit?” tanya Sabrina.“Udah mendingan kok,” sahut Emma.“Maaf ya, aku nggak sempet beliin apa-apa,” kata Sabrina.“Nggak apa-apa,” sahut Emma.Sejujurnya, Emma tidak yakin Sabrina tulus. Dia sebenarnya malas menanggapi gadis itu. Rasanya mustahil seorang Sabri

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 155

    Saat jam istirahat siang, Jake dan Ethan kelimpungan mencari Tony dan Emma di kelasnya. Mereka bertanya-tanya ke mana perginya dua orang itu. Jake yang paling penasaran. Tentu saja. Setelah duduk di meja kantin, Jake lalu menelfon Emma. Karena tak ada tanggapan dari gadis itu, dia lalu menelfon Tony. “Aku yakin sih ini mereka pasti pergi berdua,” kata Jake selagi menunggu panggilannya mendapat respon dari Tony. “Kayaknya sih,” sahut Ethan sambil menyendok basonya. “Kamu bolos bareng Emma ya?” kata Jake setelah mendengar suara Tony dari seberang. “Bolos ... bolos kepalamu? Aku lagi jenguk Emma di rumah sakit,” sahut Tony. “Rumah sakit?” ulang Tony, “Emangnya Emma sakit apa?” “Ceritanya panjang. Entar juga kamu tahu sendiri kalo ke rumah sakit,” sahut Tony. “Di rumah sakit mana?” tanya Jake. “Biasa. Yang deket sama rumah Emma,” sahut Tony. “Siapa yang sakit?” tanya Ethan setelah Jake meletakan ponselnya di atas meja. “Emma,” jawab Jake. “Sakit apa?” sahut Ethan. Dia membelala

DMCA.com Protection Status