"Rel, dengerin gue dulu bentar!" seru Biyan mencengkeram kedua lengan gadis incarannya di samping ruang kuliah 201 seusai kuliah pagi."Biyan, lepasin—sakit tahu?!" balas Aurel berusaha melepaskan dirinya dari kakak kelasnya yang menurutnya terobsesi kepadanya hingga nyaris seperti orang kurang waras. Biyan mendesak tubuh ramping Aurel hingga punggung gadis itu menempel ke dinding. "Gue mau ngomong penting. Lo dengerin dulu!" ujarnya tak sabar karena Aurel selalu seperti ingin kabur saja darinya seperti melihat setan bila berpapasan tak sengaja di kampus."Hmm ... oke, ngomong lo sekarang. Gue dengerin!" ketus Aurel melengos menghindari tatapan mata Biyan yang tajam kepadanya."Gue mau kita pacaran. Jauhi si profesor playboy itu. Lo tahu nggak kalo Prof. Reynold itu ninggalin Mbak Hesti anak angkatan akhir yang udah mau wisuda bulan depan ini? Cowok itu bosen ... habis manis sepah dibuang. Apa lo mau jadi Mbak Hesti kedua?" cecar Biyan dengan intonasi tegas.Aurel menghela napas lalu
Selepas kepergian Aurel dari hadapannya, pria itu masih bengong mematung di selasar mall. Dia menimbang-nimbang apa yang sebaiknya dilakukannya? Wanita bermata biru yang lekat dalam benaknya tak mampu ia lupakan. Ribuan hubungan sex singkat selama bertahun-tahun di Michigan dengan wanita-wanita yang ia temui di bar selalu saja nama Laura yang dia teriakkan di klimaks. Sekarang dengan adanya gadis muda yang mengalihkan perhatiannya dari Laura, akankah mampu menggantikan posisinya di hati Reynold?Langkah kaki gontai itu terayun menuju lift dengan sebentuk cincin tergenggam di telapak tangannya. Peony Diamond Ring seharga 31 juta rupiah itu nampak menyedihkan karena gagal membawa makna eternal love seperti yang disebutkan di poster toko perhiasan tadi. Sungguh menggelikan bukan, tak sampai 30 menit terpasang di jari manis tunangannya, cincin itu dikembalikan ke tangan Reynold!'Aku harus menemui Aurel di kostnya. Lebih baik aku mengajaknya untuk menikah saja sekalian agar dia percaya a
"Hai Aurel Cantik! Masih betah aja lo sama si dosen playboy?" sapa Biyan mendekati meja restoran fastfood ala Jepang itu.Gadis berwajah imut itu memutar bola matanya lalu menjawab, "Hadeehh ... selera makan gue mendadak kabur nih gegara ketemu lo, Bi!" Sedangkan, Reynold hanya terdiam menilai situasi yang sedang terjadi. Dia tak suka berkelahi di tempat umum begini, rasanya sangat tak elegan. Mau sekesal apa pun dia, Reynold lebih memilih 'yang waras ngalah saja' karena itu mencegah keributan yang tak perlu."Apa lo mau gue suapi biar ada napsu makan, Say?" sahut Brian seraya menyengir kuda menatap Aurel. Dia sekalipun dijuteki maksimal oleh gadis Jakarta itu tetap gemas dan happy-happy saja."WHAT THE HELL! Amit-amitt," tukas Aurel dengan ekspresi jijay abis. Akhirnya karena merasa Biyan semakin ngelunjak saja, Reynold pun berdehem lalu menyela, "Apa mau dibungkus aja makan malamnya, Rel?"Gadis itu melirik ke arah Biyan yang sepertinya panas melihat perhatian dosennya. Dia pun me
"Ehh ... kamu, Rey? Kok malem banget ke mari, ada apa?" sapa James ketika mempersilakan rival cinta abadinya itu masuk ke unit apartment miliknya.Reynold merasa hatinya berat, dia selalu cemburu buta kepada James karena cinta sejati Laura selalu menjadi milik pria tersebut. Dia berjalan gontai menuju ke tempat Laura berdiri di tengah ruangan. Dia memeluk erat wanita pujaan hatinya. Cinta gilanya di masa remaja pemuda itu.Melihat istrinya dipeluk oleh Reynold, terpaksa James menahan segala rasa kecemburuannya. Dia berjalan menuju ke sofa dan menunggu mereka berdua di sana. Percintaannya yang meledak-ledak baru saja bersama Laura seolah kehilangan keindahannya. Menduanya istri tercintanya yang harus ia maklumi."Rey, ada apa?" tanya Laura merasa tak nyaman. Dia tahu James pasti sedang cemburu berat saat ini sekalipun hanya terdiam di sofa.Akhirnya Reynold mengajak Laura untuk duduk di sofa. Tentu saja wanita bermata biru itu memilih duduk bersebelahan dengan James yang seolah langsun
"Kami tidak ada keberatan kalau Aurel sudah yakin menikah muda dengan dosennya. Hanya sebagai orang tua, pastinya kami berdua berharap Nak Reynold akan menjaga keharmonisan rumah tangganya bersama puteri tercinta kami!" ujar Pak Rivaldi Herlambang, papanya Aurel.Prof. Widya Hartanto pun mengangguk-angguk seolah memahami kekuatiran papa calon menantunya tersebut. Beliau sadar bahwa kegagalan pertunangan puteranya dengan Hesti sebelumnya sedikit menguatirkan. Kolega juniornya di kampus FKH UGM yang tak lain ibu cucunya masih saja menjadi bayang-bayang masa lalu Reynold."Tuh Rey, gimana—kamu sudah yakin mau menikahi Aurel?" tanya papanya mencoba mengulik isi hatinya.Dengan tatapan teguh, Reynold mengangguk ke arah papanya lalu menjawab menghadap ke calon papa mertuanya, "Saya sudah yakin ingin menikahi Aurel, Om Rivaldi!"Papa mama Aurel pun menghela napas lega lalu saling bertukar pandang sembari tersenyum. Nyonya Indri pun menyahut, "Nak Reynold, kalau nanti si Aurel masih agak chi
"Ehh—Laura!" balas Reynold usai menguasai kembali dirinya dari kegugupan. Dia lalu melepaskan pegangan tangannya di lengan Laura. Kata-katanya seolah tercekat di tenggorokannya. Namun, ada kerinduan yang mendalam pasca beberapa minggu mereka berdua tak bertemu. Lebih disebabkan oleh dirinya yang sengaja menghindar dari wanita yang menarik bak magnet baginya."Hai, Rey. Kamu mau ke mana? Apa dari bagian akademik?" tanya Laura mencoba bersikap biasa. Dia harus menjadi dewasa dalam hubungannya dengan Reynold. Tak boleh ada rasa sakit hati akibat ditinggalkan pemuda tersebut untuk menikah lagi dengan mahasiswi yang lebih muda dan segar tentunya."Hai, Laura. Iya, aku dari akademik buat mengurus cuti nikah seminggu, ini mau balik ke kantorku. Kamu apa lagi ada penelitian di Lab. Patklin?" balas Reynold dengan pembawaan santai sekalipun tatapan matanya seakan-akan lapar melihat sosok cantik di hadapannya itu.Laura menoleh ke kiri menghindari tatapan mata Reynold yang membuatnya tak nyaman
"Rel, tunggu—" Panggilan nyaring itu menggema di koridor ruang kuliah lantai 2 pada siang yang terik.Aurel yang sedang bergegas melangkah ke arah tangga pun menoleh ke belakang. Dia tahu pemilik suara bariton itu siapa. Sedikit engan, tetapi dia menghentikan langkahnya dan menjawab, "Apa, Bi?""Gue pengin ngomong dikit sama elo, di sini aja deh mumpung sepi udah pada bubaran kuliah!" sahut Biyan meraih pergelangan tangan gadis yang disukainya.Dengan risih Aurel mengibaskan tangannya dari genggaman Biyan. "Please deh, jangan asal pegang. Besok gue mau nikah sama Prof. Reynold!" desisnya kesal."Itu yang mau gue omongin! Lo apa sudah gila sih? Nggak tahu rumor kalo tuh dosen ganjen sebenarnya punya anak sama Prof. Laura dan mereka tuh nikah di luar negeri? Tahun lalu pas lo belum masuk ke FKH, gue sudah kuliah di sini. Ada kakak angkatan namanya Joel Kim, dia ngeblow up fakta rahasia gelap 3 dosen muda di kampus ungu. Akhirnya dia kena DO, cuma gue sempat baca kertas yang dia tempel w
"Wah ... jemari kamu itu memang sangat terampil, James!" puji Laura setelah sanggul modern buatan suaminya bertengger cantik di sisi kiri belakang kepalanya."Ohh jelaz dong. Suami merangkap hair stylist dadakan spesial untuk Profesor Laura yang cantik," balas James seraya terkekeh. Dia sangat suka mendandani si cantik bermata biru yang rambut panjangnya berwarna cokelat madu itu.Mereka saling bertukar pandang mesra dengan wajah penuh senyuman dalam bayangan cermin rias. Kemudian James bertanya, "Sekarang apa boleh minta bayarannya, Honey?" "Kirain gratis kayak biasanya, sekarang bayar ya?" tanya balik Laura sedikit terkejut. Dia tak tahu harus membayar berapa kepada suaminya yang aslinya anak sultan properti di Jakarta.James berlutut dan mendongak menatap si cantik pujaan hatinya. "Bayarnya pake kiss lah masa pake duit? Aku nggak butuh duit lagi, Laura!" Dia menarik tengkuk istrinya lalu melumat bibir tanpa lipstick itu dengan penuh perasaan. 'Ciuman James masih sememabukkan sepe