Maaf kemalaman!! Baru beres ada acara malam ini... Maaf yaa T,T
Ethan dan James memilih keluar dari ruang rawat inap VVIP tempat Elara dirawat.Meskipun kekhawatiran terhadap kondisi Elara masih membayangi, mereka tahu percakapan ini tak bisa dilakukan di hadapannya.Keduanya berjalan menuju sebuah ruangan kecil di lantai yang sama, ruangan yang jauh dari keramaian, dengan enam orang pengawal yang berdiri agak jauh dari keduanya, membuat percakapan mereka tak akan terdengar siapa pun.Tempat itu memberi mereka ruang yang cukup aman untuk pembicaraan yang serius yang mungkin akan mengubah banyak hal.Di dalam ruangan itu, James duduk di kursi besar, wajahnya tampak tegang dan penuh kengerian.Baru saja mendengar apa yang disampaikan Ethan, ia masih tidak bisa percaya.“Jadi, yang kau katakan…” James menggeleng pelan, suaranya rendah namun penuh amarah yang tertahan. “Arthur Ellworth bukan ayah kandung Arion, dan... dia yang membunuh ibu kandung Arion? Istrinya sendiri?”Berita yang dulu ramai, adalah bahwa Imelda Ellworth terkena penyakit akut dan
Elara menggelengkan kepalanya pelan. “Ini bukan salah siapa pun, Pati. Apa yang terjadi... sudah terjadi. Kita semua, termasuk dirimu, adalah bagian dari nasib yang sulit dihindari. Tidak ada yang bisa mencegah ini.”Matanya sedikit berkabut saat ia memikirkan semua yang telah terjadi—pertumpahan darah antara pasukan Arion dan Aiden, dua pria yang seharusnya tidak pernah berhadapan dalam konflik kekerasan seperti itu. “Aku hanya berharap semua ini tidak sampai pada pertumpahan darah...” gumam Elara lirih, lebih kepada dirinya sendiri.Toba menghela napas berat. “Nyonya, dalam situasi ini, tidak heran. Tuan Aiden sangat waspada. Dia tidak percaya pada siapa pun kecuali orang-orangnya sendiri. Ia mungkin melihat Anda dalam bahaya dan tidak mempercayai orang-orang Tuan Arion, berpikir bahwa mungkin saja salah satu dari kami adalah kaki tangan Arthur, jadi... Tuan Aiden bertindak untuk melindungi Anda, meskipun itu berarti mengambil keputusan ekstrem.”Toba terpaksa menyebut nama, karena m
Di lorong rumah sakit yang hening, ketegangan terasa semakin menebal.James Wayne, dengan wajah tegang, berdiri di luar Emergency Room.Napasnya terdengar berat saat ia memerintahkan tim pengamannya untuk meningkatkan kewaspadaan. "Siaga penuh! Tidak ada yang masuk tanpa izin saya. Kita tidak tahu apa yang sedang kita hadapi."Beberapa pengawal segera bergerak, mengamankan seluruh area.Dua lantai rumah sakit yang sebelumnya sudah dikosongkan kini semakin dijaga ketat. Wajah mereka serius, mata mereka terus mengamati setiap pergerakan mencurigakan.Di sisi lain lorong, Ethan sedang berbicara dengan seorang petugas FBI yang berjaga.Suara mereka rendah, namun jelas penuh urgensi. “Sepertinya ini bukan kebetulan,” kata petugas FBI itu dengan nada waspada.Ethan mengangguk. "Arion sebelumnya baik-baik saja dan tiba-tiba mengalami sakit kemudian baru saja mengalami muntah hebat. Kita mungkin tidak bisa menyingkirkan kemungkinan dia diracun. Kita butuh tindakan cepat."Petugas FBI, seorang
Zhenzhen memutar gelas anggurnya di atas meja, matanya menatap Max penuh rasa ingin tahu.Di seberangnya, Max duduk dengan santai, namun tetap memancarkan aura serius khas seorang Maximilian.Di antara mereka, ada sebotol Lagavulin 16, whisky favorit Max, yang Zhenzhen tahu adalah minuman favorit pria setia seperti Max, tangan kanan Arion yang paling dipercaya.Meski demikian, Max tidak meminumnya berlebihan, hanya menyesap sedikit di waktu yang tepat."Tunggu. Gimana?" Zhenzhen mengernyitkan kening, suaranya memecah keheningan bar yang biasanya ramai.Malam ini, hanya mereka berdua yang ada di dalam, seolah waktu berhenti saat percakapan itu mengalir.Max meletakkan gelasnya perlahan, pandangannya fokus pada Zhenzhen yang terlihat masih mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar."Arion bekerja sama dengan FBI?" Zhenzhen mengulang pertanyaannya, masih tak percaya. "Untuk menangkap target paling dicari FBI bertahun-tahun?"Max mengangguk pelan. "Iya."Zhenzhen terdiam sejenak, mata
Satu bulan kemudian.Di dalam kamar yang temaram, suara detak jam terdengar pelan, menyatu dengan deru napas pelan Arion yang terbaring lemah di atas ranjang.Tubuhnya terlihat sangat kontras dengan keperkasaannya selama ini.Seorang pria yang dikenal sebagai penguasa dunia bawah tanah, kini terkapar, mual, dan lemas. Tangannya yang kuat kini terlihat tak berdaya dengan infus menancap di lengan kirinya.Elara duduk di samping tempat tidur, baru saja selesai mengelap keringat dingin yang membasahi dahi suaminya. Ada kekhawatiran di matanya, meskipun di balik itu juga ada rasa sayang yang mendalam.Arion menatap Elara dengan mata yang setengah terbuka, lalu mengeluh dengan suara serak. “Mengapa hamil rasanya seperti ini? Bukankah ini terlalu aneh? Apa ada yang salah dengan hormon ku?” Ia menggerutu, membuat Elara menahan tawa.Keluhan itu datang dengan nada persis seperti wanita yang tengah berada dalam masa PMS."Sayang, kau tidak sedang hamil. Aku yang hamil. Kau hanya terlalu... terb
Ethan mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu tersenyum dengan simpati, meskipun di dalam hatinya masih ada sedikit kebingungan tentang bagaimana ia bisa menemukan makanan khas Bora Bora di San Francisco.“Bora Bora, ya? Hmm...”“Ya,” angguk Elara. “Aku juga ingin Mahi Mahi panggang dengan saus vanili Tahiti. Mahi Mahi adalah hidangan ikonik di Bora Bora. Itu ikan laut segar dipanggang sempurna dan disiram saus vanili yang manis dan gurih. Ah, aku sudah bisa merasakannya di ujung lidahku.”Ethan menyimak dengan seksama. Ia terdiam sejenak, berpikir keras. Lalu, Ethan menekan sebuah tombol pada panel kendali mobil."Leacy, cari restoran yang menyajikan Poisson Cru di sekitar San Francisco," perintahnya kepada perangkat canggih yang tertanam di mobilnya, sebuah asisten virtual yang dirancang untuk menjawab pertanyaan apa pun dan membantu navigasi.Leacy, dengan suara lembut namun jelas, menjawab setelah beberapa detik. "Saya menemukan beberapa restoran Polinesia di sekitar area Anda y
Malam itu, Mansion Grand Haven tampak megah seperti biasa, tapi suasana di sekitar berubah drastis.Lampu-lampu sorot terang menembus gelap, menyoroti setiap sudut halaman rumah, menciptakan bayangan-bayangan panjang dari kendaraan eksekusi yang memenuhi pekarangan.Hujan yang mengguyur dengan deras semakin menambah dramatis situasi. Air menggenang di mana-mana, membasahi para petugas yang datang untuk melaksanakan tugas mereka.Udara terasa tegang, dan suara sirine menggema di seluruh area.Di depan gerbang mansion, situasi semakin memanas.Pintu gerbang besar yang dulu selalu tampak anggun kini tertutup rapat oleh sekumpulan pengawal.Sekumpulan tim keamanan Lenora Ellworth berdiri dengan tegap, berusaha menghalangi petugas pengadilan yang membawa perintah resmi untuk penyitaan rumah.Mereka mengenakan pakaian hitam lengkap dengan perlengkapan keamanan, berusaha keras menghalangi para petugas untuk masuk.Perdebatan sengit terjadi di sana.Wajah mereka tegang, tangan menggenggam sen
Ruangan kamar mewah dengan tirai tebal dan dinding berwarna lembut tampak hangat dalam balutan cahaya lampu temaram.Di atas ranjang king-size yang empuk, Arion Ellworth, CEO yang biasanya dingin dan tegas, akhir-akhir ini memang tampak sangat berbeda.Ia berbaring santai dengan kepalanya bersandar lembut di atas paha istrinya, Elara. Wajahnya yang biasanya keras kini terlihat damai, penuh kehangatan.Elara mengusap rambutnya dengan lembut, seakan ingin memastikan setiap sentuhan terasa nyaman bagi pria yang telah menjadi suaminya itu.Mereka baru saja selesai menonton sebuah film romantis yang menguras emosi.Film itu tentang cinta sejati yang bertahan meski menghadapi berbagai rintangan hidup.Mata Arion masih terarah pada layar televisi yang kini menunjukkan credit scene, sementara pikirannya melayang-layang dalam keheningan.Elara memperhatikan perubahan pada suaminya—mata Arion terlihat merah, bibirnya sedikit menipis seolah menahan emosi yang sulit diungkapkan.Wanita cantik ber