Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya lampu temaram yang memantul dari layar monitor di sudut ruangan.Sosok misterius duduk di balik meja besar, wajahnya sebagian tertutup bayang-bayang, hanya matanya yang bersinar tajam menatap ke arah bawahannya yang berdiri dengan kaku di depan meja.Suasana di ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara detak jam di dinding."Bersiaplah," suara sosok misterius itu memecah keheningan, suaranya dingin dan terkontrol. "Kita akan segera memulainya."Bawahannya, seorang pria dengan wajah penuh tekad, hanya mengangguk dengan hormat, menunggu perintah lebih lanjut.Dia tahu, tidak ada ruang untuk kesalahan dalam misi ini."Rencana yang telah kususun selama bertahun-tahun akhirnya akan terwujud," lanjut sosok misterius itu sambil menyilangkan tangannya di dada."Semua elemen sudah siap. Pengalihan perhatian, manipulasi informasi, dan infiltrasi di berbagai jaringan. Saatnya untuk mulai melancarkan serangan terakhir."Bawahannya tidak berani
Dengan perasaan kacau, Elara berbalik.Dirinya tak sanggup lagi menyaksikan adegan yang semakin menusuk perasaannya.Dalam diam, Elara berjalan cepat menjauh dari Lusso di Diamante, matanya memanas, perasaan campur aduk antara marah, kecewa, dan bingung bergelora dalam dadanya.Langit Beverly Hills yang cerah dan sore yang seharusnya menyenangkan kini terasa suram baginya.Setelah menyaksikan pemandangan di toko perhiasan tadi, hatinya tak bisa berhenti bertanya-tanya.Apakah Arion sedang menyembunyikan sesuatu?Langkah Elara terhenti dan dengan tangan gemetar, dia mengambil ponselnya dari tas. "Aku harus bertanya langsung," pikirnya, meski sebagian dari dirinya ragu apakah dia benar-benar ingin tahu jawabannya.Setelah beberapa detik menatap nama Arion di layar, Elara menghela napas panjang dan menekan tombol panggilan.Ia berbalik dan melihat ke arah toko Lusso di Diamante kembali.Tangannya yang sedikit bergetar menempelkan ponsel ke telinga. Setiap detik yang berlalu terasa seperti
Ia mendapati Ethan melangkah keluar dari Bentley Flying Spur hitam mengilap dengan postur tegap dan setelan rapi yang membingkai tubuh atletisnya.Pria bermata biru itu tampak memancarkan aura kharismatik.Rambutnya yang cokelat gelap tertata sempurna, dan matanya—biru tajam seperti safir—menyapu sekeliling, memancarkan ketenangan dan kepercayaan diri.Sepasang sepatu kulit mahal menginjak aspal dengan ringan saat ia mendekat, senyumnya tipis namun penuh makna.Cahaya lampu di sisi taman memantulkan kilau di gril mobilnya yang mewah, seakan menegaskan statusnya sebagai pria sukses dan berkelas.Elara mematung dan melihat Ethan yang berjalan dengan wajah penuh keheranan."Kenapa kau berdiri di luar saja dan bukannya masuk?" tanya Ethan sambil mendekat.Elara mengangkat pandangannya dan menatap sepupunya itu.Wanita bermanik zamrud itu terlihat agak gelisah saat mulai berbicara. "Ethan, seberapa banyak uangku sebenarnya?"Ethan terkejut sejenak mendengar pertanyaan tiba-tiba itu, kemudi
Malam itu, Elara dan Ethan kembali ke vila Arion di Pacific Heights sekitar pukul sembilan malam.Sepanjang perjalanan, suasana hati Elara mulai membaik, terhibur oleh candaan Ethan selama mereka berburu vila di Presidio Heights.Namun, begitu melangkah masuk ke dalam vila, suasana hatinya langsung berubah kelam.Arion sudah berada di area bar, duduk santai, seolah telah menunggu Elara sejak lama.Elara tertegun sejenak, mata muramnya memandang Arion.Ia langsung teringat kejadian di siang tadi, saat ia melihat Arion berduaan dengan seorang wanita di toko perhiasan di Rodeo Drive.Melihat ekspresi itu, Ethan segera menyadari apa yang terjadi. Ternyata Arion lah penyebab sepupunya itu terlihat linglung dan semuram senja saat ia pulang petang tadi."Kau pulang?" sapanya pada Arion, mencoba mencairkan suasana.Namun, Arion tidak merespon.Manik kelabunya tertuju hanya pada Elara.Menyadari ketegangan yang tak terelakkan, Ethan memutuskan untuk memberikan mereka ruang."Aku naik dulu," uca
Elara melangkah masuk ke dalam bar Zhenzhen dengan ekspresi yang sulit disembunyikan.Kakinya terasa berat, dan perasaannya campur aduk.Sejenak ia berhenti di depan pintu, menarik napas dalam, mencoba menenangkan hatinya yang kacau.Bar itu cukup ramai malam ini, tetapi Elara langsung mendapati sosok Zhenzhen yang sedang sibuk di balik meja bar.Zhenzhen yang memperhatikan kedatangan Elara, cepat-cepat melirik ke sekeliling, memastikan keadaan aman.Pati dan Susie, dua dari tim elit Arion, tampak berjaga tak jauh dari Elara --berbaur dengan pengunjung lainnya.Melihat mereka di sana membuat Zhenzhen sedikit lega.“Syukurlah, mereka ada di sini,” bisiknya, meski ia masih menyimpan kekhawatiran.Sebagai sahabat dekat Arion, Zhenzhen tahu kalau Max, pengawal nomor satu yang menjadi pusat komando saat Arion tak ada, tidak sedang berada di San Francisco.Tugas baru apa yang diberikan Arion kepada Max, Zhenzhen tidak tahu pasti.Elara mendekat dengan langkah lambat, lalu duduk di salah sat
Ruangan yang tertutup rapat itu terasa sesak, dindingnya tebal dan kedap suara, hanya ada satu pintu yang dijaga oleh dua pria bertubuh besar.Lampu gantung kristal di atas meja kayu panjang yang terbuat dari mahoni memberikan cahaya temaram, menciptakan suasana yang mencekam.Arion, yang saat ini tengah menjadi The Draven, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun mengintimidasi.Di sampingnya berdiri Meiranda, seorang wanita berambut hitam panjang dengan gaun hitam ketat. Wajah cantiknya tanpa ekspresi, tetapi matanya memantau setiap gerakan di ruangan itu.Di sisi lain meja, Viktor terlihat gelisah.Keringat dingin membasahi dahinya meskipun suhu ruangan cukup sejuk. Ia menatap Arion dengan tatapan takut, tangannya gemetar di atas meja."The Draven, kumohon, Bos Besar tidak bisa datang ke sini. Dia sibuk dengan urusan yang sangat penting. Tapi percayalah, aku bisa mengurus semua kebutuhan Anda. Apa pun yang Anda inginkan," ujar Viktor, suaranya terdengar bergetar.Arion tidak me
Elara meletakkan ponselnya dengan kasar di meja, wajahnya memerah oleh kemarahan yang membara.Hatinya dipenuhi rasa cemburu yang menyakitkan.Ia baru saja membaca salinan percakapan antara Arion dan seorang wanita yang menurut suaminya, bernama Meiranda.Elara tidak tahu bagaimana Meiranda bisa begitu akrab dengan suaminya. Percakapan mereka dipenuhi kalimat ambigu yang seolah-olah menyiratkan hubungan lebih dari sekadar rekan kerja.[Angin malam terlalu dingin][Aku harus mencari penghangat malam ini][Ingin mengulang waktu bersama]Kalimat-kalimat itu terus terngiang di kepala Elara, membuatnya semakin gelisah.Tanpa sepengetahuan Arion, Elara kemarin telah mencari seorang hacker untuk menyadap nomor ponsel Arion.Awalnya ia tidak berniat untuk melakukan hal rendahan ini, tapi sikap Arion yang ambigu dan juga kalimat Meiranda di telepon kemarin lusa saat menelepon Arion, membuat dirinya merasa terpaksa melakukan ini.Tak disangka, ia menemukan pesan-pesan serupa itu, yang kini menyu
Pati dan Susie berdiri kaku di depan Elara, yang memegang ponsel mereka dengan tatapan tajam.Wajah Elara tampak penuh amarah dan frustrasi.Pati, yang tak terbiasa menghadapi Elara dalam keadaan seperti ini, berusaha tetap tenang sambil melirik ponselnya yang ada di tangan Nyonya Muda mereka.“Elara,” kata Pati hati-hati, memilih setiap kata dengan teliti. “Kumohon, kembalikan ponsel kami. Kalau ada sesuatu yang penting, aku harus—”Elara memelototi Pati dengan pandangan galak, membuatnya terdiam. “Kau itu temanku atau apa, Pati?”Pati menggaruk kepalanya, merasa serba salah.Dia adalah pengawal pribadi Elara, ditugaskan oleh Arion dari tim elit untuk menjaga keselamatan Nyonya Muda itu.Semuanya berawal saat Elara memanggil mereka di vila Arion sebelum mereka mengikuti Elara ke sini.“Apakah kalian temanku?” tanya Elara saat itu dengan suara datar, namun mata yang penuh pertanyaan.Pati dan Susie tentu saja mengangguk tanpa ragu.“Kami selalu menganggapmu sebagai teman yang sangat ba