Satu sosok menatap jam di dinding ruang kerjanya, cahaya lampu menggantung di atas meja kayu ek tua yang mengeluarkan aroma kehangatan, bertolak belakang dengan ketegangan yang menggantung di udara.Jarum jam berderak, menghitung detik yang terasa lambat.Di hadapannya, peta skematik penjara, rencana pelarian, dan daftar kontak tersebar rapi, memberi gambaran jelas tentang apa yang harus dilakukan malam ini.Satu misi penting akan dimulai dalam beberapa jam lagi.Lelaki itu mengambil napas dalam-dalam, lalu meraih telepon khusus yang telah ia siapkan selama beberapa minggu terakhir.Jaringan informan dan penyusup yang telah ia susun dengan cermat mulai bergerak."Apakah semua siap?" Lelaki itu berbicara pelan, suaranya terdengar berat.Suara di ujung sana menjawab cepat. ‘Kami sudah berada di posisi. Waktu telah disesuaikan dan semua telah disiapkan.’Lelaki itu menutup telepon dengan tenang.Dia tahu semuanya telah dipersiapkan dengan amat rapi dan kemungkinan gagal, nyaris nihil.Jik
Suasana di dalam klub malam itu gelap dan ramai.Lampu neon berwarna biru dan ungu berkelap-kelip, memantul di dinding kaca di sekitar bar.Arion duduk dengan tenang di salah satu stool bar.Sebagai "The Draven" Arion menampilkan sosok yang jauh berbeda dari penampilannya sebagai pengusaha dan pewaris tunggal AE Group.Ketampanannya yang misterius memancarkan aura berbahaya dan penuh rahasia.Wajahnya tegas dengan rahang kokoh, sepasang mata tajam berwarna gelap yang seolah mampu melihat hingga ke dasar jiwa orang yang menatapnya.Tatapan dinginnya membuat orang lain segan mendekat, namun pesona karismatiknya sulit diabaikan.Arion mengenakan pakaian yang menonjolkan fisiknya yang tegap dan atletis.Kaos hitam berlengan panjang yang ketat membalut tubuhnya, memperlihatkan otot-ototnya yang terbentuk sempurna, sementara celana kargo berwarna gelap memberikan fleksibilitas dalam setiap gerakan.Sepatu boot hitam melengkapi penampilannya, menegaskan sisi praktis dan tangguh dari sosoknya
Di lorong remang-remang sebuah bar eksklusif yang tersembunyi, langkah kaki Arion yang tegas bergema, mengikuti wanita bergaun merah yang anggun namun memancarkan aura misterius.Gaun merah ketat yang dikenakannya berkilauan di bawah sorotan lampu neon redup, menonjolkan lekuk tubuhnya yang memikat.Wanita berambut hitam itu menoleh sesekali, memastikan Arion tetap di belakangnya.Mereka melewati para pengunjung yang sibuk, suara gelas yang berdenting, tawa bercampur dengan musik yang menggema, menambah suasana liar malam itu.Di ujung lorong, wanita bergaun merah itu berhenti di depan pintu kayu besar yang dijaga dua pria berotot dengan wajah tanpa ekspresi.Mereka tidak mengatakan apa-apa ketika wanita bergaun merah mengetuk pintu dengan ritme tertentu, kode yang tampaknya sudah dikenal baik.Pintu pun dibuka, mengungkapkan ruangan tersembunyi di baliknya.Ruangan itu besar namun pengap, diterangi lampu redup dengan aroma tembakau yang menyengat.Di dalamnya, Viktor, pria bertubuh be
Di dalam vila mewah milik Arion di San Francisco, suasana terasa tenang.Sore itu, Elara duduk santai di sofa ruang tamu yang luas, sambil menonton televisi. Ia mengenakan pakaian kasual—kaus longgar berwarna krem yang dipadukan dengan celana panjang linen berwarna khaki.Rambut cokelat madu panjangnya yang bergelombang diikat ekor kuda dengan asal --itu terlihat malas, namun menawan, terlihat pula kontras dengan warna soft dari kaus yang ia kenakan.Meskipun sedang bersantai, keanggunan isteri Arion itu selalu terpancar secara alami.Terdengar derit pintu ketika Ethan masuk ke dalam vila.Pria tampan bermata biru itu baru saja kembali dari pertemuannya yang panjang dan menatap sepupunya dengan senyum ringan.“Elara,” sapa Ethan dengan suara tenang, “Lagi nonton apa?”Elara tersenyum menyambut kedatangan Ethan.Ada kehangatan dalam senyumnya, senyum yang hanya ia perlihatkan pada orang-orang yang dekat dengannya.“Hanya nonton serial lama,” jawabnya santai, lalu mematikan televisi den
Di sebuah rumah di kota kecil Winters, tak jauh dari Sacramento, Byron sedang menikmati sore harinya dengan malas.Televisi besar di depannya menampilkan pertandingan tinju yang membuat adrenalinnya terpacu.Kaki kasarnya berselonjor di atas meja yang penuh dengan botol-botol bir kosong, sebagian bahkan tergeletak di lantai bersama remah-remah makanan cepat saji dan pakaian acak-acakan.Bau busuk bir basi menyengat di seluruh ruangan, namun Byron tampak tak peduli.Sisa bekas luka bakar di wajahnya membuat penampilannya lebih mengerikan, apalagi saat ia mengumpat setiap kali salah satu petinju di layar gagal memukul lawannya.“Tendang dia, brengsek! Ayolah!” Byron menggeram, matanya terpaku pada layar, tinjunya mengepal seolah ia sendiri yang bertarung.Tanpa ia sadari, pintu depan rumah itu terbuka perlahan, dan sosok gelap menyelinap masuk tanpa suara.Kakinya yang ringan melangkah mendekat dari belakang sofa tempat Byron duduk.Bayangan itu mendekat, mengintai, sementara Byron tetap
“Menaranya akan dibangun di sini?” Elara menatap takjub ke situs pembangunan menara.Ethan membawanya ke Transbay District, ini adalah salah satu kawasan mahal di San Francisco.Transbay District, terletak di jantung San Francisco, menawarkan suasana yang modern, dinamis, dan futuristik.Kawasan ini dikelilingi gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, termasuk ikon Salesforce Tower dan sejumlah kondominium serta perkantoran mewah.Di sebuah site strategis di distrik ini, berdampingan dengan beberapa gedung perkantoran dan hunian elit, terhampar tanah kosong yang siap menjadi lokasi pembangunan menara tertinggi di San Francisco.Lokasinya yang dikelilingi oleh gedung-gedung mewah memberikan potensi besar bagi menara ini untuk menjadi pusat perhatian dan lambang kemegahan baru di kota.Pemandangan dari atas gedung yang akan dibangun akan mencakup panorama Teluk San Francisco, Jembatan Bay, dan cakrawala kota yang memukau.Suasana d
Di villa megah milik Arion di Pacific Heights, Elara duduk termenung di tepi ranjangnya, memandang jauh ke luar jendela yang terbuka.Angin laut yang sejuk berembus pelan, membawa aroma asin dan rasa ketenangan, namun pikirannya terselimuti oleh gelombang perasaan yang bercampur aduk.Sepulang dari site pembangunan menara, hatinya masih terhanyut dalam kekaguman yang tak terkatakan.Imera Sky Tower.Sebuah mahakarya yang dirancang dengan sempurna oleh suaminya, Arion, untuk menghormati dua wanita paling penting dalam hidupnya—ibunya, Imelda, dan dirinya sendiri, Elara.Nama itu, 'Imera', terasa begitu dalam dan bermakna.Arion tidak hanya membangun menara yang kelak akan menjadi ikon kota San Francisco dan seluruh benua Amerika, tapi juga memasukkan bagian dari dirinya, dari cinta dan penghormatan, ke dalam proyek besar itu.Elara tersentuh hingga ke lubuk hatinya.Betapa sempurna dan penuh perhatian suaminya itu.Meski hubungan mereka sebelumnya diwarnai konflik dan jarak, saat ini, E
Elara menghela napas panjang, ponselnya masih menempel di telinga saat ia mendengarkan suara tenang di ujung telepon."Kami mohon maaf, Miss Elara," suara perwakilan NexTech Ventures terdengar hati-hati. "Ada masalah internal yang mendesak di perusahaan kami. Kami terpaksa menunda pertemuan hari ini hingga minggu depan."Elara melirik ke jalanan yang padat di depannya.Porsche Panamera berwarna midnight blue metalik-nya melaju mulus di tengah keramaian kota.Elara sudah setengah perjalanan menuju kantor NexTech, dan sekarang tiba-tiba agenda pertemuan itu dibatalkan."Tidak masalah," Elara menjawab dengan nada tenang. "Terima kasih atas informasinya."Telepon ditutup, dan Elara menghela napas pelan.Rencananya untuk hari itu mendadak kosong, dan dia tidak suka dengan waktu luang yang tidak direncanakan.Ia segera menghubungi Susie, pengawalnya, yang berada di mobil lain di belakang."Susie," Elara memulai. "NexTech membatalkan pertemuan hari ini."‘Oh, benar? Jadi apa yang akan kita la
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e