Ethan duduk dengan santai di salah satu kursi kulit berwarna cokelat tua yang menghiasi kantor mewah James Wayne, paman sekaligus pemilik Wayne Group.Dinding ruangan ini dipenuhi rak buku berisi buku-buku tentang bisnis dan tambang, mencerminkan betapa seriusnya James dalam menjalankan perusahaannya. Di meja, teh hangat tersaji di atas nampan perak, lengkap dengan cangkir porselen yang dihiasi dengan motif bunga klasik.Sambil menikmati aroma teh yang harum, Ethan meletakkan cangkirnya dan berbicara dengan tenang tentang G&P Ltd, perusahaan properti dan real estate yang dikelolanya.“Saat ini, kami sedang merampungkan pembangunan kawasan perumahan mewah di luar kota Chicago. Lokasi itu sangat strategis, dekat dengan jalur transportasi utama, dan memiliki prospek yang luar biasa,” ujar Ethan.“Permintaan properti residensial kelas atas terus meningkat, dan kami juga berencana untuk memperluas jaringan dengan membangun pusat bisnis di area yang sama,” lanjutnya, suaranya penuh keyakinan
Ethan berjalan melewati gerbang besi Taycheedah Correctional Institution, penjara yang diperuntukkan bagi narapidana wanita dengan tingkat keamanan tinggi di Wisconsin.Udara dingin dan kaku di sekitar fasilitas itu terasa menekan, seolah-olah menggambarkan beratnya dosa yang dipikul oleh para narapidana di dalamnya.Dinding-dinding penjara yang kusam dan dipenuhi kawat berduri menjulang, menciptakan suasana mencekam yang tak bisa diabaikan.Ethan melangkah masuk ke ruang kunjungan, tempat yang diperuntukkan bagi narapidana untuk bertemu pengunjung mereka.Meski sederhana, ruangan ini dijaga ketat dengan kaca tebal yang memisahkan narapidana dari pengunjung.Tidak ada sentuhan fisik yang diizinkan, kecuali dalam kasus khusus, dan hari ini adalah salah satu dari sedikit pengecualian, karena pengaruh James Wayne.Paula, ibu Ethan, adalah salah satu narapidana yang tidak diizinkan menerima pengunjung, kecuali dari keluarga Wayne, keluarga yang sangat berpengaruh di Wisconsin.Setelah ter
Siang harinya.Di ruang makan yang elegan dengan pemandangan langsung ke taman vila, Elara dan Arion duduk berhadapan.Meja makan sudah disiapkan dengan apik, dihiasi oleh hidangan lezat yang Elara buat sendiri.Ada pasta seafood dengan saus krim lembut, salad segar dengan taburan keju feta, dan roti panggang yang renyah. Untuk minum, jus jeruk segar melengkapi hidangan, menambah kesan segar pada makan siang itu.Sambil makan, suasana tenang namun hangat.Manik kelabu Arion terpancang pada Elara dengan penuh cinta.Setelah beberapa saat menikmati hidangan, ia akhirnya bicara."Aku akan berangkat setelah ini, dan mungkin hari-hari berikutnya akan lebih sibuk dari biasanya," ucap Arion, suaranya tenang tapi tegas."Aku hanya ingin kau tetap mempercayaiku, Elara. Aku minta kau bersabar untuk beberapa waktu... sampai semua pekerjaan penting ku ini selesai."Elara mengangguk lembut, tersenyum menenangkan. "Apapun itu yang sedang kau kerjakan, aku berharap semuanya segera selesai. Aku akan
Satu sosok menatap jam di dinding ruang kerjanya, cahaya lampu menggantung di atas meja kayu ek tua yang mengeluarkan aroma kehangatan, bertolak belakang dengan ketegangan yang menggantung di udara.Jarum jam berderak, menghitung detik yang terasa lambat.Di hadapannya, peta skematik penjara, rencana pelarian, dan daftar kontak tersebar rapi, memberi gambaran jelas tentang apa yang harus dilakukan malam ini.Satu misi penting akan dimulai dalam beberapa jam lagi.Lelaki itu mengambil napas dalam-dalam, lalu meraih telepon khusus yang telah ia siapkan selama beberapa minggu terakhir.Jaringan informan dan penyusup yang telah ia susun dengan cermat mulai bergerak."Apakah semua siap?" Lelaki itu berbicara pelan, suaranya terdengar berat.Suara di ujung sana menjawab cepat. ‘Kami sudah berada di posisi. Waktu telah disesuaikan dan semua telah disiapkan.’Lelaki itu menutup telepon dengan tenang.Dia tahu semuanya telah dipersiapkan dengan amat rapi dan kemungkinan gagal, nyaris nihil.Jik
Suasana di dalam klub malam itu gelap dan ramai.Lampu neon berwarna biru dan ungu berkelap-kelip, memantul di dinding kaca di sekitar bar.Arion duduk dengan tenang di salah satu stool bar.Sebagai "The Draven" Arion menampilkan sosok yang jauh berbeda dari penampilannya sebagai pengusaha dan pewaris tunggal AE Group.Ketampanannya yang misterius memancarkan aura berbahaya dan penuh rahasia.Wajahnya tegas dengan rahang kokoh, sepasang mata tajam berwarna gelap yang seolah mampu melihat hingga ke dasar jiwa orang yang menatapnya.Tatapan dinginnya membuat orang lain segan mendekat, namun pesona karismatiknya sulit diabaikan.Arion mengenakan pakaian yang menonjolkan fisiknya yang tegap dan atletis.Kaos hitam berlengan panjang yang ketat membalut tubuhnya, memperlihatkan otot-ototnya yang terbentuk sempurna, sementara celana kargo berwarna gelap memberikan fleksibilitas dalam setiap gerakan.Sepatu boot hitam melengkapi penampilannya, menegaskan sisi praktis dan tangguh dari sosoknya
Di lorong remang-remang sebuah bar eksklusif yang tersembunyi, langkah kaki Arion yang tegas bergema, mengikuti wanita bergaun merah yang anggun namun memancarkan aura misterius.Gaun merah ketat yang dikenakannya berkilauan di bawah sorotan lampu neon redup, menonjolkan lekuk tubuhnya yang memikat.Wanita berambut hitam itu menoleh sesekali, memastikan Arion tetap di belakangnya.Mereka melewati para pengunjung yang sibuk, suara gelas yang berdenting, tawa bercampur dengan musik yang menggema, menambah suasana liar malam itu.Di ujung lorong, wanita bergaun merah itu berhenti di depan pintu kayu besar yang dijaga dua pria berotot dengan wajah tanpa ekspresi.Mereka tidak mengatakan apa-apa ketika wanita bergaun merah mengetuk pintu dengan ritme tertentu, kode yang tampaknya sudah dikenal baik.Pintu pun dibuka, mengungkapkan ruangan tersembunyi di baliknya.Ruangan itu besar namun pengap, diterangi lampu redup dengan aroma tembakau yang menyengat.Di dalamnya, Viktor, pria bertubuh be
Di dalam vila mewah milik Arion di San Francisco, suasana terasa tenang.Sore itu, Elara duduk santai di sofa ruang tamu yang luas, sambil menonton televisi. Ia mengenakan pakaian kasual—kaus longgar berwarna krem yang dipadukan dengan celana panjang linen berwarna khaki.Rambut cokelat madu panjangnya yang bergelombang diikat ekor kuda dengan asal --itu terlihat malas, namun menawan, terlihat pula kontras dengan warna soft dari kaus yang ia kenakan.Meskipun sedang bersantai, keanggunan isteri Arion itu selalu terpancar secara alami.Terdengar derit pintu ketika Ethan masuk ke dalam vila.Pria tampan bermata biru itu baru saja kembali dari pertemuannya yang panjang dan menatap sepupunya dengan senyum ringan.“Elara,” sapa Ethan dengan suara tenang, “Lagi nonton apa?”Elara tersenyum menyambut kedatangan Ethan.Ada kehangatan dalam senyumnya, senyum yang hanya ia perlihatkan pada orang-orang yang dekat dengannya.“Hanya nonton serial lama,” jawabnya santai, lalu mematikan televisi den
Di sebuah rumah di kota kecil Winters, tak jauh dari Sacramento, Byron sedang menikmati sore harinya dengan malas.Televisi besar di depannya menampilkan pertandingan tinju yang membuat adrenalinnya terpacu.Kaki kasarnya berselonjor di atas meja yang penuh dengan botol-botol bir kosong, sebagian bahkan tergeletak di lantai bersama remah-remah makanan cepat saji dan pakaian acak-acakan.Bau busuk bir basi menyengat di seluruh ruangan, namun Byron tampak tak peduli.Sisa bekas luka bakar di wajahnya membuat penampilannya lebih mengerikan, apalagi saat ia mengumpat setiap kali salah satu petinju di layar gagal memukul lawannya.“Tendang dia, brengsek! Ayolah!” Byron menggeram, matanya terpaku pada layar, tinjunya mengepal seolah ia sendiri yang bertarung.Tanpa ia sadari, pintu depan rumah itu terbuka perlahan, dan sosok gelap menyelinap masuk tanpa suara.Kakinya yang ringan melangkah mendekat dari belakang sofa tempat Byron duduk.Bayangan itu mendekat, mengintai, sementara Byron tetap