#Tiga
Arthur menatap putranya lurus, tanpa keraguan sedikit pun. “Kuasai Wayne Group. Gunakan Elara.”Ruangan tiba-tiba terasa lebih sunyi, seolah udara dingin di dalam ruangan menambah tekanan pada situasi. Arion membeku, matanya berubah dingin. Ia tidak segera menanggapi, namun wajahnya jelas menunjukkan ketegangan yang mendidih di bawah permukaan.“Apa maksudmu?” tanya Arion, suaranya rendah dan terkendali.Arthur, dengan sikap dinginnya yang biasa, menjawab tanpa sedikit pun ragu. “Wayne Group adalah raksasa di sektor pertambangan dan energi. Jika AE Group bisa menguasai mereka, kita akan menjadi perusahaan nomor satu di dunia. Dan kau, Arion, adalah kunci untuk mewujudkannya.”Arion tetap diam, matanya tidak lepas dari ayahnya.“James Wayne pasti akan mewariskan perusahaannya pada Elara,” lanjut Arthur dengan tenang, namun terdengar lebih mendesak. “Elara adalah pewarisnya, dan itu adalah peluang besar bagi kita. Akan sangat disa
Elara terdiam, sedikit terkejut dengan sindiran itu. Namun, ia memilih untuk tidak membalas, karena tidak ingin memicu ketegangan lebih lanjut. “Kau harus mulai lebih memperhatikan penampilan dan performamu,” lanjut Lenora dengan nada lebih tegas dan tanpa simpati. “Menjadi seorang istri dari kalangan atas seperti keluarga Ellworth, ada banyak hal yang harus diperhatikan. Kebahagiaan bukan berasal dari hal-hal kecil yang kau alami bersama nenek dan ibumu di pinggiran kota. Itu semua tidak relevan di dunia kita.” Elara menelan ludah, merasa kata-kata Lenora begitu menusuk. Wanita bermanik zamrud itu tidak pernah menyangka percakapan ini akan berubah menjadi sekeras ini. Lenora melanjutkan, "Bahagia adalah ketika seorang wanita mampu mengukuhkan dirinya di antara lainnya –dalam kalangan kita. Adalah ketika keberadaan kita dihormati dan diakui oleh wanita-wanita sederajat lainnya. Itulah kebahagiaan yang harus kau kejar, Elara, bukan nostalgia masa kecil.” Elara hanya diam, peras
Di suatu tempat di West Virginia terletak jauh di dalam Pegunungan Appalachian, sebuah markas utama tersembunyi di balik hutan lebat dan medan yang terjal. Markas ini memanfaatkan jaringan gua alami yang luas, diperkuat dengan teknologi modern untuk menciptakan benteng bawah tanah yang hampir mustahil ditembus. Akses ke markas sangat terbatas, hanya bisa dijangkau melalui jalur-jalur rahasia yang dijaga ketat oleh para anggota komplotan yang loyal. Di dalam gua, markas ini dilengkapi dengan fasilitas militer canggih, termasuk ruang kontrol yang dipenuhi dengan peralatan komunikasi dan pengawasan yang mampu memantau pergerakan musuh dari jarak jauh. Pusat komando tersembunyi ini juga memiliki gudang senjata yang lengkap, dengan persediaan senjata api, bahan peledak, dan peralatan perang lainnya yang diatur rapi di dalam ruang penyimpanan yang diproteksi ketat. Lorong-lorong gelap yang panjang menghubungkan berbagai bagian markas, termasuk ruang rapat rahasia di mana para pemimpi
Elara duduk di kursi santai di balkon lantai dua, menikmati udara segar dan pemandangan Teluk San Francisco yang membentang luas di depannya. Ombak tampak berderai pelan, memecah keheningan pagi yang damai. Sinar matahari memantul lembut di permukaan air, memberikan kilauan yang menenangkan. Namun, meski suasana di luar begitu tenang, pikiran Elara justru sibuk. Ia teringat percakapan dengan Arion semalam sebelum suaminya berangkat ke Sacramento. Arion, seperti biasa, tampak sangat tenang saat menawarkan agar ia ikut ke Sacramento. Tapi Elara menolaknya, mendengar nama kota itu. Perasaan cemas seketika muncul begitu saja. "Kenapa tidak ikut saja? Memang ada beberapa hal yang harus aku selesaikan di kantor AE Group, tapi aku tidak akan lama di sana," ucap Arion saat itu, menatapnya lekat-lekat. Elara mencoba tersenyum, meski hatinya sempat ragu. "Aku pikir, lebih baik aku di sini saja. Villa ini nyaman... dan kau tahu, aku mungkin lebih baik tetap di sini." Arion mengernyit
Di gedung J. Edgar Hoover, di Washington DC. Agen Donovan duduk di belakang meja kerjanya yang penuh dengan berkas-berkas berserakan. Tumpukan dokumen yang tak terhitung jumlahnya menghiasi sudut ruangan, memperlihatkan betapa rumitnya kasus yang sedang ditangani. Cahaya lampu yang dingin menerpa wajahnya, membuat kerutan di dahinya semakin terlihat jelas. Matanya tak lepas dari sebuah berkas besar yang terbuka di hadapannya. Ia tampak serius, membaca setiap kalimat dengan cermat. Bawahannya, Agen Foster, berdiri tegak di depan meja, menunggu Donovan berbicara. Donovan menggeser pandangannya dari berkas ke arah Foster. "Apa petunjuk yang kita dapatkan dari agen lapangan lainnya?" Foster, yang sudah siap dengan jawabannya, segera menjawab dengan nada formal. "Kami berhasil melacak aliran uang ke salah satu rekening di Swiss yang terkait dengan sindikatnya, tapi itu masih belum cukup. Uang itu dialihkan lagi melalui beberapa perantara, dan jejaknya mulai kabur. Kita juga mendapat
Sore itu, rasa gelisah terus mengusik pikiran Elara. Sepanjang hari, pikirannya melayang, entah memikirkan apa.Ia merasa terjebak dalam rutinitas yang membosankan sejak kemarin tanpa Arion. Tiba-tiba ia teringat Jeanne, sahabatnya dan merasa hidupnya mungkin akan sedikit ceria jika Jeanne ada di sana.Akhirnya, setelah duduk melamun cukup lama dan terinspirasi cara Jeanne menghibur diri, Elara memutuskan untuk mengubah suasana dengan mencoba menghibur dirinya."Susie," panggil Elara, menatap pengawal pribadinya yang berdiri tak jauh dari sana. "Aku ingin keluar sebentar. Mungkin ke mall untuk berbelanja beberapa barang. Setelah itu, aku ingin mampir ke tempat Zhenzhen."Susie, yang sudah memperhatikan sikap Elara seharian, tersenyum lega. "Itu ide yang bagus, Elara. Kau memang butuh udara segar.”“Mall mana?” tanya Susie lagi, penuh perhatian.“Entahlah.”Susie merenung sesaat, kemudian mengemukakan idenya. “Bagaimana kalau kita ke Westfield San Francisco Centre? Ini tujuan belanja pa
Elara duduk di meja bar, jari-jarinya dengan santai menyentuh gelas berisi virgin mojito --minuman non-alkohol yang ia pilih, sementara senyumnya sesekali tersungging saat mendengar lelucon Zhenzhen.Mereka telah berbicara hampir satu jam, membahas berbagai hal dari bisnis Zhenzhen dan pekerjaan Elara di VeraCore, hingga sedikit kehidupan pribadi masing-masing."Aku senang kau mengunjungiku," kata Zhenzhen, memandang Elara dengan tawa ringan. "Kau terlihat lebih santai sekarang."Elara tersenyum, meski dalam hatinya masih ada sedikit kegelisahan yang terus merayap sejak pagi tadi. "Aku berusaha, Nona Zhen. Mungkin karena belanja di Westfield juga membantu menenangkan pikiran."Zhenzhen tertawa kecil sebelum seorang pelanggan mendekat ke bar, meminta segelas martini."Sebentar, aku harus melayani pelanggan," katanya sambil berdiri dan berjalan ke arah rak minuman.Elara menyesap minumannya pelan, menikmati sejenak suasana bar yang mulai ramai.Ponsel di tasnya bergetar.Elara meraihnya
"Saya mengerti, ada kalanya kita terjebak dalam situasi di mana pilihan yang kita buat, meskipun rasional pada saat itu, bisa dipersepsikan berbeda oleh pihak luar," lanjut Donovan dengan tenang."Anda tahu, rumor tentang penjualan senjata ilegal... bukan hal yang mudah untuk dilepaskan begitu saja."Mata Arion menyempit sedikit. "Aku tidak terlibat dalam hal semacam itu," katanya, suaranya tetap tenang namun tegas.Arion tahu apa yang sedang Donovan berusaha lakukan.Agen senior itu sedang melakukan ‘rapport-building’, salah satu teknik interogasi yang mengedepankan pendekatan dengan membangun hubungan baik dengan orang yang akan di interogasi.Tujuannya jelas, untuk menciptakan suasana lebih nyaman dan membuat tersangka atau orang yang diinterogasi menjadi lebih terbuka.Tentu saja Arion tidak akan larut dalam permainan teknik Donovan tersebut.Donovan mengangguk, seperti sudah menduga respons Arion yang tidak mengakui apapun. "Saya bisa menghargai itu. Tapi Anda paham, kami harus me
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e