Ruangan kantor CEO G&P Ltd berdesain mewah dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari jendela besar. Ethan, duduk di meja kerjanya, memeriksa dokumen penting.Dianne, dengan gaun santai dan tampak malas, masuk ke ruangan, menenteng tas belanja yang penuh dengan barang-barang baru.Ethan menatap Dianne dengan ekspresi sedikit serius saat dia menyadari kedatangannya. “Dianne, kita perlu berbicara.”Dianne, yang sedang menurunkan tas belanjanya ke lantai, melipat tangan di dada dan mencebik. “Oh, Ethan, apa lagi yang harus aku lakukan sekarang? Aku baru saja membeli beberapa barang, aku sedikit capek.”Ethan memandangnya lurus, wajah ramah Ethan yang biasa terlihat, kini menjadi sedikit tegas. “Kau tahu bahwa kelak kau akan menjadi penerus Wayne Group, bukan? Aku tahu kau sedang menikmati hidupmu dengan berbelanja dan clubbing, tapi saatnya untuk mulai belajar bagaimana mengelola bisnis ayahmu.”Dianne merajuk, duduk di kursi dengan ekspresi cemberut. “Tapi aku takut merusak bisnis aya
Ruang rapat di VeraCore dipenuhi oleh suasana tegang.Tim proyek yang dipimpin oleh Michael telah menghabiskan berjam-jam mencoba mencari solusi untuk masalah yang mereka hadapi.Beberapa data penting yang mereka perlukan untuk menyelesaikan proyek tiba-tiba hilang, dan semua orang tampak panik."Ini bencana," Michael, kepala proyek, menghela napas dalam-dalam. "Tanpa data ini, kita tidak bisa melanjutkan analisis kita. Klien menunggu laporan minggu depan, dan kita bahkan belum sampai setengahnya."Salah satu anggota tim, Pati, mengetuk-ngetuk mejanya dengan resah. "Kita sudah mencoba menghubungi IT, tapi mereka bilang butuh waktu untuk memulihkan data yang hilang.”Clara dan Faye pun hanya terdiam dan sedikit menunduk. Mereka adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan data, namun mereka kehilangan data tersebut.“Apa kita harus menunda deadline?" sambung Pati.Michael menatap timnya dengan frustrasi. "Menunda bukan pilihan. Klien ini sangat penting. Kita harus menemukan
Suasana ruang lelang di Celestial Grand Hotel malam itu begitu mewah, dipenuhi para tamu berpakaian elegan.Mereka duduk di kursi-kursi berlapis sutra, dengan mata berbinar mengamati barang-barang berharga yang akan dilelang.Lampu kristal bergantung di langit-langit tinggi, memancarkan cahaya lembut yang memantulkan kilauan permata dan emas yang dipamerkan di atas panggung.Elara duduk di barisan ketiga, mengenakan gaun hitam elegan yang pas dengan tubuhnya. Ia telah selesai dengan tugasnya saat persiapan acara dan kini menikmati momen sebagai peserta lelang.Rambutnya yang panjang terurai bebas, dan sepasang mata zamrudnya memandang ke arah panggung dengan minat khusus.Matanya tertuju pada satu benda, sebuah kalung bermata zamrud dengan desain klasik yang memikat.Ada sesuatu tentang kalung itu yang menarik hatinya—entah keindahannya atau sejarah yang mungkin terkandung di dalamnya.Sementara itu, di balkon atas kiri, Ethan duduk d
Ethan tak mau kalah. Dia tahu ini adalah kesempatan terakhirnya. Tanpa ragu, dia mengangkat paddle.“Delapan juta dolar dari penawar nomor 17!” Suara pembawa acara bergetar, tak menyangka bahwa harga bisa mencapai titik ini.Dianne yang semula duduk santai, kini memandang Ethan dengan cemas. “Ethan, apa kau serius? Ini sudah terlalu banyak!”Ia tidak tahu untuk siapa kalung itu.Tapi kalung itu tidak terlalu menarik bagi Dianne --jika Ethan mau memberikan itu untuknya, Dianne menginginkan perhiasan lain yang lebih glamor, bukan yang tampak sederhana seperti yang saat ini diperjuangkan Ethan.Namun Ethan mengabaikan Dianne.Baginya, kalung itu lebih dari sekadar perhiasan. Itu adalah caranya untuk menunjukkan pada Elara bahwa wanita itu sangat layak untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Tiba-tiba, paddle dari ruang VIP kanan terangkat lagi. “Sembilan juta dolar dari penawar nomor 9!”Ruangan menjadi sangat hening.Sem
Pagi itu di VeraCore, suasana kantor dipenuhi dengan obrolan seru.Di sekitar ruang kerja tim Business Analyst, beberapa karyawan tampak berkumpul dalam kelompok kecil, berdiskusi dengan semangat.“Dengar-dengar, kalung itu terjual jutaan dolar!” seru Susie, salah satu rekan Elara, dengan nada takjub. “Aku bahkan nggak bisa bayangin seperti apa penampakannya.”"Kalau aku punya kalung seperti itu, mungkin aku nggak akan berani memakainya, takut dicuri," canda Pati yang sedang berdiri di dekat meja kopi, membuat beberapa orang tertawa.Elara, yang baru saja masuk ke ruang kerja, menyadari bahwa rekan-rekannya sedang membicarakan lelang yang ia hadiri kemarin. Wanita cantik itu memasang senyum tipis saat mendekati meja kerjanya.“Hey, Elara!” panggil Susie dengan antusias, menghampiri Elara dengan wajah penuh rasa ingin tahu. “Kamu kan yang hadir di Gala Royale Auction kemarin, kan? Apa kamu lihat kalung yang terlelang super mahal itu?”Elara berhenti sejenak, teringat kilauan batu permat
Elara memilih Fox Point dan menyewa sebuah townhouse sebagai tempat tinggal, karena lingkungan di sana menawarkan ketenangan yang ia butuhkan setelah hari-hari yang sibuk.Dengan suasana yang asri dan nyaman, Fox Point memberikan keseimbangan antara kehidupan perkotaan dan alam.Kawasan tersebut juga dikenal aman, dengan tetangga yang ramah dan akses mudah ke berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan, sekolah, dan taman.Bagi Elara, Fox Point adalah tempat yang ideal untuk merasakan privasi sekaligus kenyamanan.Saat ini Elara duduk di sofa empuk berwarna abu-abu cerah dikelilingi oleh meja kopi kayu dan lampu lantai yang lembut.Cahaya senja masuk melalui jendela besar, memberikan suasana tenang pada ruangan. Di pangkuannya, sebuah kotak kecil berwarna biru tua berlapis beludru, dengan logo Gala Royale Auction tercetak elegan di atasnya.Tangannya yang halus perlahan membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah kalung indah dengan zamrud dengan bentuk yang halus dan sempurna, berkila
Liliana berdiri di dekat jendela kamar yang besar, memandangi pemandangan lampu-lampu kota Madison yang terhampar di depannya.Matanya tajam, namun ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik tatapannya yang kompleks.Gala Royale Auction yang dihadirinya beberapa hari lalu terlintas di pikirannya, terutama momen ketika dia bertemu dengan seorang wanita muda. Manik mata wanita muda itu yang berwarna zamrud, membuat pikiran Liliana terusik. Ada sebuah firasat yang tak bisa diabaikannya begitu saja.Dengan pikiran yang terus berputar, Liliana mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang yang sudah ia percayai sejak lama untuk urusan-urusan tertentu.“Bagaimana perkembangan tentang Dianne?” tanya Liliana dengan suara yang tenang namun penuh tuntutan.Di seberang, seorang pria dengan nada bicara sopan namun tajam menjawab, “Sejauh ini, tidak ada yang mencurigakan, Ny. Wayne. Kegiatannya hanya seputar berbelanja barang-barang mewah dan menghabiskan malam di beberapa klub elit.”Liliana diam
Saat Elara melangkah memasuki The Urban Diner di Madison Luxe Plaza, suasana restoran yang nyaman dengan pencahayaan hangat menyambutnya.Aroma kopi dan makanan panggang yang sedap tercium di udara. Meja-meja kayu tersusun rapi, diisi oleh beberapa pasangan dan keluarga yang menikmati makan malam mereka.Ethan sudah duduk di salah satu meja dekat jendela, menatap ke arah pintu seolah-olah telah menunggu cukup lama.Wajahnya yang tampan tampak sedikit tegang. Dia berdiri ketika melihat Elara mendekat.Tubuhnya tegap dan postur berdirinya menunjukkan kewibawaan dan kepercayaan diri.Ia mengenakan setelan jas navy yang pas, memadukannya dengan kemeja putih dan dasi yang disesuaikan dengan gaya modern.Wajahnya tampak tampan dengan rahang yang tegas dan mata biru yang menawan, menyiratkan kedalaman dan ketulusan.Rambut cokelat-nya tersisir rapi, menambah kesan profesional dan terawat.Senyum hangat yang sering menghiasi wajahnya melengkapi penampilan elegannya, menjadikannya sosok yang sa