Part 68Uhuk-uhuk...! Lelaki yang terbaring di ranjang itu terbatuk-batuk. Ia mulai membukakan matanya perlahan, mengerjap sembari mengambil napas yang masih terasa berat. Kepalanya masih terasa berat dan juga pusing. Badannya sangat sakit, bahkan untuk bergerak sedikit saja badannya berasa remuk redam. Nyeri terasa di sekujur tubuhnya. Reyhan memicingkan matanya, berusaha mengingat apa yang sudah terjadi sebelum ini. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, merasa berada di tempat yang begitu asing.Ini dimana? tanyanya dalam hati. Suaranya tak mampu keluar. Sembari menahan rasa sakit, lelaki itu berusaha bangkit duduk dan mengamati sekitar. Sebuah kamar sederhana tampak begitu asing baginya. Tiba-tiba seorang perempuan mudamasuk. Ia sangat terkejut saat melihat lelaki yang ditolongnya sudah sadarkan diri. Perempuan itu mengenakan kerudung yang terjulur hingga menutupi dada berwarna hitam dengan gamis warna abu tua. Penampilannya memang sangat sederhana tapi tampak menyejukkan m
Abah Husein langsung memeriksa kondisi pria malang itu. Kebetulan dia adalah tukang urut di desa itu. "Sepertinya ini korban kecelakaan dan hanyut ke sungai. Zahra, tolong panggilkan Bu Bidan kesini ya, kasihan laki-laki ini. Dia butuh pertolongan.""Baik, Bah," jawab gadis muda itu sambil mengangguk.Gegas Zahra berlari dan menuju ke polindes dimana bu bidan berada. Bu Bidan memeriksa keadaan Reyhan. Lalu memberikan obat serta perlengkapan seperti perban kain kasa, betadine dan lain sebagainya untuk mengobati luka di tangannya yang cukup parah. Mungkin karena tergores batu.Karena tak ada biaya alias keterbatasan ekonomi, Zahra dan abahnya hanya mampu merawat pria itu di rumah."Saya pingsan berapa hari, Pak?" tanya Reyhan. "Dua hari. Maaf, Nak, kami hanya bisa merawatmu seadanya. Alhamdulillah berkat keajaiban Allah, akhirnya kamu sadar. Coba gerakkan anggota tubuhmu pelan-pelan, Nak," tukas Abah Husein. Reyhan mengangguk dan mulai menggerakkan semua tubuhnya, meski terasa kaku
Part 69Risna hanya menghela napas dalam. "Tapi sepertinya aku mencurigai ibu tiriku itu. Apa semua ini ada sangkut pautnya dengan dia, Mas?"Dewangga menggenggam tangan istrinya dengan hangat dan lembut. "Kau benar, kita memang harus waspada. Apa aku boleh tahu siapa lagi orang kepercayaan kakakmu selain Pak Kamal?" Risna hanya terdiam karena selama ini hanya Pak Kamal orang kepercayaannya. "Aku tidak tahu, Mas. Karena selebihnya hanya bekerja sesuai perintah saja.""Ya sudah, aku akan cari orang baru untuk mengawasi gerak-gerik Bu Martha. Semoga bisa ketemu yang cocok dan mau dengan pekerjaan ini."Selepas mengatakan hal itu, Dewangga pun pergi menemui Beni, sang asistennya untuk merekrut seseorang yang ingin bekerja dengannya.***"Dek, aku berangkat sekarang ya! Kamu hati-hati di rumah dan jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa hubungi Mas ya," ujar Dewangga berpamitan pada Risna. Lelaki itu mencium kening istrinya dengan lembut."Iya, Mas juga hati-hati di jalan, tolong sering
"Dugaan aku pelakunya mungkin orang dalam. Siapa saja hari ini yang bekerja?" tanya Dewangga."Bik Sawi, Pak Herman dan Pak Doni, Mas," jawab Risna. Nama-nama yang disebutkan Risna, bekerja sebagai ART, security dan juga sopir. Biasanya ada dua orang lagi tapi mereka sedang libur."Tapi kalau itu benar, kenapa mereka lakukan itu, Mas? Mereka sudah lama bekerja di sini.""Mungkin mereka kepepet butuh uang, Dek," ujar Dewangga lagi."Mas akan pulang lagi sekarang, Dek. Mas gak tenang ninggalin kalian dalam ketakutan begitu," ujarnya khawatir. Meski ia pun bimbang karena sudah perjalanan jauh."Tapi, kamu pasti sudah sangat jauh, Mas.""Tidak apa-apa, aku akan pergi lagi setelah kondisi di rumah stabil dan aman.""Baiklah, Mas. Kita memang harus membuat rencana dengan matang."Panggilan telepon itupun berakhir. Risna bergegas ke kamar sang ibunda. Tampak Bik Sawi yang mengobrol dengan mamanya. Bik Sawi tengah membersihkan kamar sang ibunda seperti biasanya, dia pula yang menyiapkan sara
Part 70"Ada apa, Neng? Apa yang terjadi?" Abah berjalan tergesa-gesa menghampiri putrinya."Tadi Bang Lemu kesini, Bah," jawab Zahra sembari tertunduk lesu.Begitu pula dengan Abah Husein, seketika terdiam. Tampak jelas mereka tengah memikirkan masalahnya yang begitu nyata."Maaf, kalau saya lancang, sebenarnya ada hutang apa antara kalian dengan pria tadi? tanya Reyhan."Sebenarnya ibuku yang hutang pada juragan Andi, Mas. Tapi setelah mendapatkan uang itu, ibu justru pergi meninggalkan kami begitu saja tanpa apapun. Ibu juga gak pernah pamit, ya istilahnya ibu kabur justru meninggalkan hutang pada kami. Jadi, kami lah yang dituntut untuk melunasi hutang ibu," jawab Zahra lirih. Pandangan matanya tampak berkabut. Ia memang berusaha kuat untuk menjalani hidup meski dalam keterbatasan ekonomi."Sebenarnya kami sudah mencicilnya tiap bulan. Tapi kami merasa hutang itu semakin hari makin mencekik, juragan bilang kalau kami hanya mencicil bunganya saja, sedangkan pokok hutangnya belum
Sementara itu, Zahra pulang dengan sebuah kantung plastik besar di tangannya, ia membeli tepung, minyak goreng dan bahan lain untuk dibuat gorengan. Jualqn gorengan, memang hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menambah pundi-pundi recehan untuk penyambung hidup. Dengan cekatan, tangan Zahra langsung mengolah adonan tepung untuk gorengan. Dia akan langsung jualan berkeliling sore hari nanti. Tempe goreng tepung, bakwan goreng dan cireng yang dia adon kali ini di pawon sederhana miliknya. Ya, dia memasak hanya menggunakan tungku dengan kayu bakar. Panas peluh membasahi dahinya tak dihiraukan lagi. Asalkan dia bisa membantu abahnya, itu sudah hal yang paling membahagiakan.Setelah semua gorengan jadi, perempuan itu langsung menaruhnya di keranjang yang biasa ia gunakan untuk berdagang. Zahra segera bangkit, ia membersihkan dirinya dan berganti baju agar terlihat bersih dan rapi meski hanya mengenakan gamis itu-itu saja."Neng, Nak Reyhan kasih gorengannya di piring, jangan dijual sem
Part 71"Ada apa, Dek?" tanya Dewangga setelah panggilan itu berakhir."Mas, barusan Pak Kamal telepon lagi. Yang waktu itu kan terputus, dan gak bisa dihubungi. Sekarang dia pakai nomor lain lagi.""Lalu?""Aku minta share lokasi dia dimana. Kita akan susul dia, Mas. Aku yakin kalaupun mereka terpisah, Kak Reyhan pasti tak terlalu jauh dari lokasinya. Kak Reyhan pasti ada di desa-desa sekitar," jawab Risna yang terlampau panik."Iya, Dek, kamu benar. Tapi kau tenangkan diri dulu. Tenang ya, Dek," sahut Dewangga yang melihat sang istri begitu risau."Aku gak bisa tenang, Mas. Ini udah hari ke sepuluh Kak Reyhan gak ada kabar.""Iya, khawatir boleh, tapi kau juga harus tetap menjaga kesehatan.""Iya, Mas, terima kasih sudah mengingatkanku."Tak lama sebuah pesan masuk lagi. Pak Kamal mengirim lokasinya terkini. Seketika mata Risna berbinar. "Mas, lihat ini. Pak Kamal kirim pesan," ujar Risna. Ia menunjukkannya pada sang suami. "Save dan screenshoot, Dek. Nanti biar aku menyusulnya da
Bagaikan angin segar, pak sekdes dan pria tadi saling berpandangan akhirnya pun menyetujui ucapan Reyhan."Mas gak keberatan?" tanya Pak Sekdes seraya mengerutkan keningnya."Tentu tidak.""Kalau begitu mari ikut kami ke aula desa," ajaknya yang dijawab anggukkan kepala Reyhan."Baiklah."Reyhan pun pamit pada Abah untuk ikut dengan Pak Sekdes selama dua jam untuk memberi pengarahan pada warganya. Abah Husein mengangguk dan tersenyum senang. Bila pekerjaannya yang selesai lebih dulu, maka dia akan melihat Reyhan di aula.Benar saja, di aula sudah berkumpul banyak orang. Materi sebelumnya sudah di siapkan oleh pihak desa. Untung saja, Reyhan menguasai hal itu. Karena sudah terbiasa bicara di depan umum, ia pun tak grogi sama sekali. Rupanya diadakannya acara ini adalah untuk membangun desa agar lebih maju lagi dan agar para warganya lebih melek informasi dan teknologi."Terima kasih ya, Mas Reyhan, berkat mas acara ini berjalan dengan baik. Kami juga tak jadi menanggung malu. Bahkan ka
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 81Kini Pak Hadiwilaga bisa bernapas dengan lega. Sungguh, ia tak menyangka, ternyata selama ini ia memelihara dua penjahat sekaligus selama puluhan tahun! Miris bukan?Bahkan Derry masih satu kerabat dengan istrinya itu. Maksudnya sang mantan istri.Reyhan dan yang lain pun baru tahu kalau dalang dibalik hilangnya Risna dulu adalah Bu Martha. Semua bukti dia dapatkan saat orang suruhannya melakukan penggeledahan di rumah terbengkalai milik Martha. Ia menemukan sebuah catatan diantara tumpukan buku yang sudah usang. Catatan yang menjelaskan dimana saja ia harus beraksi bersama.Saat pertama mengetahuinya, dadanya berdebar sangat kencang, jadi Martha memang sudah mengincar keluarganya dari dulu. Dia benar-benar tak kenal lelah untuk mendapatkan papanya. Obsesinya karena ingin jadi orang kaya hingga melemahkan akal pikirannya. *** Tiga wanita itu tengah berkumpul di ruang tamu, mereka tengah membicarakan pesta syukuran untuk pernikahan Reyhan dan Zahra. Mereka melihat-lihat foto
Tak ingin membuang-buang waktu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ayahnya, Reyhan meminta surat pengantar agar bisa membawa ayahnya ke rumah sakit lain yang lebih besar dan lengkap peralatan medisnya. Hal itu disetujui oleh pihak RS. Agar Pak Hadiwilaga mendapatkan perawatan semaksimal mungkin tanpa gangguan dari siapapun lagi.Setelah mengurus berkas-berkas sekaligus administrasinya, Pak Hadiwilaga langsung dibawa pergi dengan ambulance. Disusul oleh Reyhan dan juga Zahra di mobil belakang.Reyhan bertindak cepat agar tak keduluan oleh sang ibu tirinya. Ia mendapatkan laporan dari Arfan dan Zhafi mengenai rencana licik Martha ingin membuat kondisi Pak Hadiwilaga makin memburuk. Meskipun kemarin Pak Hadiwilaga terlihat lebih baik dari pada biasanya, tapi sebentar-sebentar terbangun dan merasakan dadanya yang begitu sesak."Dek Zahra, aku mau minta satu permohonan padamu," ujar Reyhan saat berjaga dalam ruang perawatan ayahnya di rumah sakit yang baru."Katakan, Mas.""Tolong
Part 80Beberapa waktu sebelumnya ... Setelah Ramdan pergi dan tak kembali lagi. Dia menghubungi lelaki itu berkali-kali tapi tak kunjung direspon. Ia juga tetap menunggunya pulang, tapi sampai sekarang, Ramdan tak pernah kembali. Alya bingung dan frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang, tak ada lagi yang menanggung biaya hidupnya.Hingga akhirnya tiba waktunya bayar kontrakan, tapi Alya tak sanggup membayarnya karena uangnya sudah habis, habis untuk makan, dia dan anak-anak."Maaf ya, Mbak. Tidak ada toleransi. Bukan karena saya manusia yang tidak punya hati, bisnis tetaplah bisnis. Jadi lebih baik sekarang mbaknya dan anak-anak pergi dari kontrakan saya," tukas pemilik kontrakan yang sudah memberi waktu lewat dua hari dari jatuh tempo."Pak, saya mohon, tunggu sampai suami saya pulang!" Alya memohon dengan mata berkaca-kaca. Tapi pemilik kontrakan itu tak menggubrisnya. Hidup Alya makin kacau."Maaf ya, Mbak, penghuni baru akan segera datang, jadi tolong kosongkan kontrakan
Part 79Saat wanita itu mendongak, baik Dewangga dan Risna sangat terkejut saat melihatnya dengan penampilan yang awut-awutan tak karuan."Ka-kamu?"Alya terperanjat kaget melihat mereka kini ada di dekatnya. "Alya, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Dewangga tak habis pikir, pada wanita yang suka sekali bersandiwara."Kamu sengaja ya melakukan ini? Kamu ingin mencelakakan dirimu sendiri dan bayimu itu?"Alya bangkit seraya mendekap bayinya yang masih terus menangis. Dia menggeleng pelan lalu beringsut mundur ke pinggir jalan. Badannya sudah tak terurus, wajah kusut dan kumal, begitu pula dengan bajunya yang tampak kotor dan dekil. Dia tak menanggapi ucapan dari Dewangga maupun pandangan menuntut dari Risna yang seolah ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia berlari-lari kecil sambil terus menggendong bayinya yang kelaparan."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Risna sambil terus memandang wanita itu yang berjalan terus tanpa menoleh lagi. Ia berjalan tanpa alas
Part 78"Kau sudah pulang rupanya, lalu siapa wanita di sampingmu?" Bu Martha berjalan menghampirinya begitu pula dengan Karina. Ia tersenyum penuh kepalsuan."Mas, aku senang sekali kamu akhirnya pulang juga. Aku kangen sekali sama kamu. Aku ikut khawatir saat tante bilang kalau kamu hilang kontak dan gak ada kabar berhari-hari. Aku cemas sekali, Mas," ucap Karina. Ia hendak memeluk Reyhan tapi langsung ditepis lelaki itu.Karina tersenyum dan melirik ke arah wanita di samping Reyhan dengan tatapan sinis. Dadanya sudah berdesir rasa cemburu ketika melihat tangan Reyhan menggenggam erat wanita di sampingnya."Dia istriku," sahut Reyhan kemudian. Tampak keterkejutan yang begitu kentara di wajah keduanya."Istri? Sejak kapan kamu menikah? Memangnya kamu kenal dengan dia?" tanya Bu Martha penasaran. "Makanya kedatanganku kesini karena ingin mengenalkan istriku pada kalian. Namanya Zahra, aku menikah dengannya dua hari yang lalu.""Mas Reyhan, kamu serius menikah dengannya?" Karina tamp
Ia menoleh ke arah sang suami, Reyhan sudah memejamkan matanya, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, hingga tertidur tanpa sadar. Zahra tersenyum memandang wajah tampan di hadapannya. Reyhan benar-benar pria yang baik. Sikapnya sangat dewasa kala menghadapi masalah, meski terkesan cuek dan dingin tapi nyatanya dia sangat peduli.*** Pagi harinya, 5 orang pekerja di rumah Reyhan dikumpulkan jadi satu di halaman belakang. Mereka saling pandang karena tak tahu menahu apa yang akan dilakukan sang majikan pada mereka. Bik Sawi, Bik Marni, Pak Herman, Pak Doni dan Pak Agus berdiri dengan raut wajah bingung.Reyhan dan Pak Kamal menghampiri mereka. "Bapak dan bibi sekalian, apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini?" tanya Reyhan dengan tatapan tajam. Ia memabdang para pekerja di rumahnya satu per satu."Tidak, Pak," sahut mereka serempak. Kali ini mereka saling tertunduk."Saya ingin bertanya pada kalian, apa gaji yang selama ini saya berikan itu kurang?""Ti-tidak, Pak.""Apa b
Part 77Semua sudah berkumpul di meja makan. Zahra tampak kikuk dan hanya diam melihat aneka makanan yang terhidang di meja. Baginya ini begitu mewah."Kenapa diam saja kakak ipar? Apa kakak tidak suka dengan menu ini?" tanya Risna heran. Yang ditanya justru terisak. Ia sangat terharu. "Bukan, bukan itu. Tapi ... terima kasih banyak, terima kasih kalian sudah menerimaku," ujar Zahra lagi.Reyhan hanya tersenyum. Begitu pula dengan Bu Salamah serta anggota keluarga yang lain."Kamu adalah menantuku, Nak. Itu artinya kamu adalah bagian keluarga kami, jangan merasa sungkan begitu."Zahra mengangguk pelan meski ragu."Iya kakak ipar, kamu adalah istri kakakku berarti kakakku juga.""Ehemmm ...! Kalau begitu Risna, panggil dia dengan panggilan yang lebih akrab lagi, biar dia terbiasa dan terkesan dengan kita semua," pungkas Reyhan."Baiklah, aku akan memanggilmu, Mbak Zahra. Ayo mbak, dimakan. Ini semua masakan Bik Marni dan juga aku," jawab Risna.Zahra tersenyum. "Terima kasih, Dek. Ter