Part 36Sudah dari pagi Risna bersiap-siap menuju ke pengadilan agama. Dewangga pun turut menemani untuk menjadi saksi dan penyemangatnya. Sedangkan ibu mertua sementara waktu diurus oleh Mbak Jumiroh selagi mereka pergi. Tapi memang tak bisa setiap hari karena ia punya kesibukan sendiri di sawah.Namun sangat disayangkan, Ramdan tidak hadir dipanggilan sidang maupun mengirimkan kuasa hukumnya. Sehingga upaya untuk mediasi gagal karena tergugat tidak hadir. Dan akan dilanjutkan sidang selanjutnya minggu depan."Mas Ramdan pengecut sekali, dia gak hadir? Apa takut dengan tuntutanku?" Risna merenung sendiri saat keluar dari gedung pengadilan. Ia merasa sidang hari ini sia-sia karena calon mantan tidak hadir."Risna, ayo pulang! Sudah gak perlu pikirkan calon mantanmu itu. Kalau dia gak hadir justru sidang lebih mudah, perceraianmu akan cepat dikabulkan oleh hakim," tutur Dewangga."Iya kau benar, Mas. Padahal aku pengin cepat-cepat lepas dari Mas Ramdan lalu menemui orang tuaku.""Sabar
Part 37"Apa itu, Kak?"Reyhan tersenyum menatap adiknya. "Sebelum kakak menceritakan semuanya, kamu bersihkan diri dulu ya, lalu kita makan. Bibi udah nyiapin makan. Kamu juga pasti laper. Ayo!""Tapi--""Ayo sana mandi dulu, bibi udah nyiapin kamar untukmu. Setelah itu kita makan malam bersama. Kakak tunggu di ruang makan! Kakakmu ini tidak akan membiarkan adik kesayangan kakak tidur dalam keadaan lapar."Risna mengangguk saja, tak ada bantahan dari perempuan itu. Meski pikirannya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, tubuhnya pun terasa begitu penat dan gerah. Ia memang butuh sentuhan air. Risna bangkit mengikuti langkah Reyhan menuju ruang tengah. Lagi-lagi, Risna merasa takjub dengan dekorasi rumah yang begitu elegan. "Itu kamarmu, Dek. Kamu bisa istirahat di sana," tunjuk Reyhan. Risna mengedarkan pandangannya lalu mengangguk pelan. Risna masuk ke dalam kamar. Kamar dengan ukuran cukup besar, sangat rapi dan juga nyaman. Bila disuruh tinggal di sini, dia pasti ak
Part 38"Mama ... ini Risna, Ma. Gadis kecilmu yang dulu hilang. Ini Risna, Ma. Risna kembali padamu. Maafin Risna Ma, maafin Risna."Bu Salamah terdiam, tanpa kata. Pandangannya masih begitu kosong. "Sekarang Risna udah di sini. Risna kembali, Ma. Risna akan sering bertemu dengan Mama lagi. Cepat sembuh ya, Ma. Biar kita bisa berkumpul lagi. Risna rindu sekali sama Mama. Risna rindu Mama ..."Tetiba Risna merasakan sebuah usapan lembut di kepala. Risna mendongak menatap wajah sang ibunda dari dekat. Ada bulir bening yang menggenang di pelupuk matanya. Risna bermaksud menghapus air mata yang menggenang itu, tapi Bu Salamah justru mendorongnya menjauh.Reyhan terkejut dengan sikap sang Mama, lalu menunda Risna berdiri. Tapi hal itu tak membuat Risna ciut nyali. Risna justru kembali memeluk sang ibunda dengan sangat erat. Diciuminya wajah yang sudah menua itu."Kita memang sudah terpisah sangat lama, jadi mungkin Mama tidak mengenaliku. Tapi, Risna tidak akan pernah melupakan orang yan
"Kau?! Kau kenapa bisa bersama calon suamiku lagi?! Dasar pelakor tak tahu malu!" Karina hendak menampar Risna tapi, Reyhan langsung menangkap tangannya."Jangan kasar, Karina!!" Reyhan menghempaskan tangan Karina dengan kasar."Untuk apa sih kamu belain dia terus, Mas! Dia kan hanya wanita kampung! Terus kenapa bisa kamu bersama dia lagi?!""Aku menjemputnya.""Apaa?!" pekik Karina tak percaya. Moodnya seketika rusak, kala ingin shopping, dia justru melihat calon suaminya terang-terangan membawa wanita lain bahkan memborong belanjaannya di sini?"Kau benar-benar tidak memikirkan perasaanku! Jadi kau lebih memilih wanita kampung ini dari pada aku?!" teriak Karina membuat para pengunjung menatap ke arah mereka.Reyhan langsung menarik tangan Risna. "Ya, dia jauh lebih penting dari pada kamu!" tukas lelaki itu, kemudian melangkah pergi meninggalkan butik."Gila! Ini benar-benar gila! Aku harus lapor sama Papa mertua! Seenaknya dia ninggalin aku gini demi wanita lain. Huh!" sungut Karina
Part 39Risna benar-benar tak menyangka kalau lelaki yang di hadapannya itu justru berbuat kasar. Dalam bayangannya, ia akan disambut dengan perasaan suka cita. Bukan seperti ini. Sungguh kesan pertama yang buruk.Dalam hal ini ia jadi paham satu hal kalau papanya gampang sekali terhasut dengan omongan orang. Ia pun jadi paham alasan mengapa kakaknya tak mau menikah dengan wanita cantik itu. Rupanya dia tukang adu domba. Seperti yang dikatakan oleh sang kakak, meski dia cantik tapi tidak dengan hatinya."Kakak tidak apa-apa?" tanya Risna. Reyhan mengangguk dan mencoba menenangkan Risna yang tampak gugup dan shock karena sikap ayahnya sendiri."Jadi begini sikap Papa saat menyambut putrinya yang sudah lama menghilang?" tukas Reyhan dengan nada penuh penekanan. Kali ini ia berani menatap manik mata ayahnya yang tajam."Apa maksudmu? Kata Karina kau bermain dengan wanita! Kau bahkan menghabiskan uangmu demi wanita ini?" seru Pak Hadiwilaga lagi. Marah yang tak berdasar dan tidak keras ke
Seketika kakinya terasa lunglai bahkan sampai terkulai di lantai, ia merasa sangat bersalah. Membentak putranya di depan putrinya. Harusnya dialah orang pertama yang bertanggung jawab pada putrinya itu. Seketika dadanya terasa begitu nyeri."Pah!" teriak Bu Martha, istri keduanya menunda Pak Hadiwilaga dan memapahnya untuk duduk di sofa. "Papa, tidak apa-apa?!" tanyanya dengan panik. Pak Hadiwilaga menggeleng. "Cegah mereka untuk pergi, beritahu security.""Iya, Pa, aku akan telpon Pak Agus." Bu Martha langsung menuju ke meja telepon dan memberi perintah agar Reyhan tidak keluar dari rumah."Maaf Bu, mobil Mas Reyhan baru saja pergi!" sahut sebuah suara."Aduh! Ya sudah." Bu Martha segera menutup teleponnya dan memberitahu sang suami."Mereka baru saja pergi, Pa."Pak Hadiwilaga mengusap wajahnya dengan kasar. "Suruh Pak Diki buat siapkan mobil. Aku akan pergi menemui mereka. Karina, kau pulanglah dulu dan untuk sementara waktu jangan muncul di hadapan kami!" sergah Pak Hadiwilaga t
Part 40"Ternyata benar ini kamu. Sejak kapan kamu ada di Jakarta? Dan kenapa kamu bisa bersama Bosku?"Risna tersenyum kecut. "Kenapa? Ini semua bukan urusanmu!""Tentu saja ini menjadi urusanku, kau itu masih istriku!""Istri? Hahaha. Kamu sedang bermimpi ya? Kita itu sudah selesai. SELESAI!" tukas Risna. "Kamu memang gak pernah hadir dalam sidang cerai kita, Mas. Tapi hakim sudah mengabulkan gugatanku. Tinggal tunggu saja akta cerai itu dari pengadilan. Lagian buat apa kamu kepo tentang urusanku lagi?! Aku sudah bebas melakukan apapun tanpa kamu.""Tapi bagaimana dengan ibu?" Ramdan benar-benar kehabisan kata-kata. Ia pikir dengan tak hadir dalam persidangan, gugatan Risna takkan dikabulkan oleh pengadilan. Ia masih menganggap kalau Risna adalah istrinya. "Kenapa baru kau tanyakan hal itu sekarang? Ibumu adalah urusanmu, bukan urusanku lagi!" Sengaja Risna membuat Ramdan makin emosi. Tetiba ponsel Reyhan berdering membuyarkan mereka berdua. "Hallo, Pak Kamal, ada apa? Oh. Iya,
Part 41"Ayo pulang bersama papa, Nak. Papa janji akan luangkan waktu untukmu, Risna, menggantikan waktumu yang berlalu tanpa papa. Papa juga janji akan luangkan waktu untuk menemui mamamu. Kita akan pergi bersama-sama kesana," ajak Pak Hadiwilaga pada putrinya."Pa, kami bukan anak kecil yang gampang sekali dibohongi karena janji-janji manismu. Papa akan minta maaf pada Mama? Oh ya? Benarkah? Waktu papa untuk menemui mama saja sudah tersita habis oleh keluarga baru papa.""Sekarang kapan papa terakhir kali mengunjungi mama? Dua bulan, enam bulan atau setahun yang lalu? Papa itu sudah gak ingat sama mama, papa sudah melupakan mama! Orang yang berjuang dengan papa dari nol!" cecar Reyhan. Ia masih menampakkan wajah tak suka dengan ayahnya. Namun ia masih memiliki rasa hormat pada lelaki itu.Dari dulu ia paham betul sifat sang ayah yang hanya mampu berjanji namun tak mampu ditepati.Risna mengurai pelukannya dan menatap kakaknya penuh pertanyaan."Maaf Dek, bukan kakak bermaksud mengh