"Kau?! Kau kenapa bisa bersama calon suamiku lagi?! Dasar pelakor tak tahu malu!" Karina hendak menampar Risna tapi, Reyhan langsung menangkap tangannya."Jangan kasar, Karina!!" Reyhan menghempaskan tangan Karina dengan kasar."Untuk apa sih kamu belain dia terus, Mas! Dia kan hanya wanita kampung! Terus kenapa bisa kamu bersama dia lagi?!""Aku menjemputnya.""Apaa?!" pekik Karina tak percaya. Moodnya seketika rusak, kala ingin shopping, dia justru melihat calon suaminya terang-terangan membawa wanita lain bahkan memborong belanjaannya di sini?"Kau benar-benar tidak memikirkan perasaanku! Jadi kau lebih memilih wanita kampung ini dari pada aku?!" teriak Karina membuat para pengunjung menatap ke arah mereka.Reyhan langsung menarik tangan Risna. "Ya, dia jauh lebih penting dari pada kamu!" tukas lelaki itu, kemudian melangkah pergi meninggalkan butik."Gila! Ini benar-benar gila! Aku harus lapor sama Papa mertua! Seenaknya dia ninggalin aku gini demi wanita lain. Huh!" sungut Karina
Part 39Risna benar-benar tak menyangka kalau lelaki yang di hadapannya itu justru berbuat kasar. Dalam bayangannya, ia akan disambut dengan perasaan suka cita. Bukan seperti ini. Sungguh kesan pertama yang buruk.Dalam hal ini ia jadi paham satu hal kalau papanya gampang sekali terhasut dengan omongan orang. Ia pun jadi paham alasan mengapa kakaknya tak mau menikah dengan wanita cantik itu. Rupanya dia tukang adu domba. Seperti yang dikatakan oleh sang kakak, meski dia cantik tapi tidak dengan hatinya."Kakak tidak apa-apa?" tanya Risna. Reyhan mengangguk dan mencoba menenangkan Risna yang tampak gugup dan shock karena sikap ayahnya sendiri."Jadi begini sikap Papa saat menyambut putrinya yang sudah lama menghilang?" tukas Reyhan dengan nada penuh penekanan. Kali ini ia berani menatap manik mata ayahnya yang tajam."Apa maksudmu? Kata Karina kau bermain dengan wanita! Kau bahkan menghabiskan uangmu demi wanita ini?" seru Pak Hadiwilaga lagi. Marah yang tak berdasar dan tidak keras ke
Seketika kakinya terasa lunglai bahkan sampai terkulai di lantai, ia merasa sangat bersalah. Membentak putranya di depan putrinya. Harusnya dialah orang pertama yang bertanggung jawab pada putrinya itu. Seketika dadanya terasa begitu nyeri."Pah!" teriak Bu Martha, istri keduanya menunda Pak Hadiwilaga dan memapahnya untuk duduk di sofa. "Papa, tidak apa-apa?!" tanyanya dengan panik. Pak Hadiwilaga menggeleng. "Cegah mereka untuk pergi, beritahu security.""Iya, Pa, aku akan telpon Pak Agus." Bu Martha langsung menuju ke meja telepon dan memberi perintah agar Reyhan tidak keluar dari rumah."Maaf Bu, mobil Mas Reyhan baru saja pergi!" sahut sebuah suara."Aduh! Ya sudah." Bu Martha segera menutup teleponnya dan memberitahu sang suami."Mereka baru saja pergi, Pa."Pak Hadiwilaga mengusap wajahnya dengan kasar. "Suruh Pak Diki buat siapkan mobil. Aku akan pergi menemui mereka. Karina, kau pulanglah dulu dan untuk sementara waktu jangan muncul di hadapan kami!" sergah Pak Hadiwilaga t
Part 40"Ternyata benar ini kamu. Sejak kapan kamu ada di Jakarta? Dan kenapa kamu bisa bersama Bosku?"Risna tersenyum kecut. "Kenapa? Ini semua bukan urusanmu!""Tentu saja ini menjadi urusanku, kau itu masih istriku!""Istri? Hahaha. Kamu sedang bermimpi ya? Kita itu sudah selesai. SELESAI!" tukas Risna. "Kamu memang gak pernah hadir dalam sidang cerai kita, Mas. Tapi hakim sudah mengabulkan gugatanku. Tinggal tunggu saja akta cerai itu dari pengadilan. Lagian buat apa kamu kepo tentang urusanku lagi?! Aku sudah bebas melakukan apapun tanpa kamu.""Tapi bagaimana dengan ibu?" Ramdan benar-benar kehabisan kata-kata. Ia pikir dengan tak hadir dalam persidangan, gugatan Risna takkan dikabulkan oleh pengadilan. Ia masih menganggap kalau Risna adalah istrinya. "Kenapa baru kau tanyakan hal itu sekarang? Ibumu adalah urusanmu, bukan urusanku lagi!" Sengaja Risna membuat Ramdan makin emosi. Tetiba ponsel Reyhan berdering membuyarkan mereka berdua. "Hallo, Pak Kamal, ada apa? Oh. Iya,
Part 41"Ayo pulang bersama papa, Nak. Papa janji akan luangkan waktu untukmu, Risna, menggantikan waktumu yang berlalu tanpa papa. Papa juga janji akan luangkan waktu untuk menemui mamamu. Kita akan pergi bersama-sama kesana," ajak Pak Hadiwilaga pada putrinya."Pa, kami bukan anak kecil yang gampang sekali dibohongi karena janji-janji manismu. Papa akan minta maaf pada Mama? Oh ya? Benarkah? Waktu papa untuk menemui mama saja sudah tersita habis oleh keluarga baru papa.""Sekarang kapan papa terakhir kali mengunjungi mama? Dua bulan, enam bulan atau setahun yang lalu? Papa itu sudah gak ingat sama mama, papa sudah melupakan mama! Orang yang berjuang dengan papa dari nol!" cecar Reyhan. Ia masih menampakkan wajah tak suka dengan ayahnya. Namun ia masih memiliki rasa hormat pada lelaki itu.Dari dulu ia paham betul sifat sang ayah yang hanya mampu berjanji namun tak mampu ditepati.Risna mengurai pelukannya dan menatap kakaknya penuh pertanyaan."Maaf Dek, bukan kakak bermaksud mengh
Part 42"Hahaha ... Nggak nyangka ya akhirnya jadi seperti ini. Kamu beruntung sekali, Risna, ternyata kamu anak orang kaya. Takdir hidup seseorang siapa yang tahu kan?"Awan begitu antusias ketika bertemu lagi dengan Risna, wanita yang pernah memberinya pengalaman hidup yang berharga meski pertemuannya begitu singkat."Aku senang sekali, akhirnya bisa bertemu lagi denganmu. Aku juga senang sekalibisa bertemu denganmu setiap hari.Gimana masalahmu dengan Ramdan apa sudah sudah selesai?" tanya Awan. Tak hentinya ia bertanya pada wanita berparas manis itu."Alhamdulillah aku baik-baik saja, Mas, masalahku dengan Mas Ramdan juga selesai," sahut Risna sambil tersenyum manis."Alhamdulillah, jadi aku punya kesempatan nih!" celetuknya sembari tersenyum menggoda."Terima kasih atas bantuanmu selama ini, Mas. Aku nggak tahu nasibku akan seperti apa kalau nggak ketemu sama kamu.""Hahaha ... sama-sama, Sayang."Mata Risna membulat saat Awan memanggilnya sayang. "Ups ..." Awan tertawa sendir
Risna melangkah cepat sampai di depan pintu keluar. Rupanya Pak kamal sudah menunggu."Non, cepat masuk ke mobil. Pak Reyhan sudah menunggu.""Baik, Pak." Risna berlari kecil menjauh menuju mobil yang sudah menunggunya.Merasa gagal tak bisa membujuk Risna, Ramdan merutuk dengan kesal."Kalau saja pekerjaan sudah selesai, akuakan mengikuti kemana mereka pergi."Ramdan meninju ke udara meluapkan kekesalannya. "Sialan! Kenapa sih Risna nggak bisa diajak kompromi!"***Bruukk ... Tas kerja dilemparkan begitu saja ke atas meja, lalu Ramdan menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Penat ia rasakan setelah bekerja seharian di kantor, bahkan ada kejutan lain yang membuat jantungnya berdetak kencang tiada henti. Tanpa dinyana harus sekantor dengan man"Kamu Kenapa, Mas? kok pulang-pulang wajahmu lesu gitu?" tanya Alya.Ramdan menghela nafas dengan kasar.Ia tak ingin menjawab pertanyaan istrinyakarena bila Alya tahu dia pasti akan marah."Mas ditanya kok diem aja sih? Emang kenapa? Apa ada masa
Part 43"Ayo pergi, Dek!" ajak Reyhan.Reyhan dan Risna melangkah pergi meninggalkan Alya yang makin shock, menuju ke mobil yang sudah menungguinya.Risna menoleh sejenak ke arah Alya.tangannya sengaja diangkat dengan jempol terbalik, berusaha meledeknya membuat Alya makin kesal.Alya merutuk dan meluapkan emosinya. "Ih, dasar wanita itu nggak tahu diri! Bikin kesal aja! Jadi wanita penggoda bos aja bangga!!" gumamnya lagi masih tak terima."Alya! Kamu ngapain ada di sini?" seru Ramdan. Nafasnya terengah-engah karena berlari menghampiri sang istri."Untung kamu ke sini, Mas! Risna sama bosmu itu ngeselin banget!" Ramdan langsung menarik tangan Alyamenuju ke tempat yang lebih sepi.Alya meronta, mengibaskan tangan Ramdan dari sakunya. Merasa kesal karena sikap sang suami."Lepaskan aku mas, kok kamu bawa aku ke sini sih!""Kamu yang ngapain ada di sini, Alya?" tanya Ramdan."Aku bawa bekal makanan buat kamu, Mas. Ayo kita makan siang bersama!" ujar Alya.Ramdan meraup wajahnya denga
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 81Kini Pak Hadiwilaga bisa bernapas dengan lega. Sungguh, ia tak menyangka, ternyata selama ini ia memelihara dua penjahat sekaligus selama puluhan tahun! Miris bukan?Bahkan Derry masih satu kerabat dengan istrinya itu. Maksudnya sang mantan istri.Reyhan dan yang lain pun baru tahu kalau dalang dibalik hilangnya Risna dulu adalah Bu Martha. Semua bukti dia dapatkan saat orang suruhannya melakukan penggeledahan di rumah terbengkalai milik Martha. Ia menemukan sebuah catatan diantara tumpukan buku yang sudah usang. Catatan yang menjelaskan dimana saja ia harus beraksi bersama.Saat pertama mengetahuinya, dadanya berdebar sangat kencang, jadi Martha memang sudah mengincar keluarganya dari dulu. Dia benar-benar tak kenal lelah untuk mendapatkan papanya. Obsesinya karena ingin jadi orang kaya hingga melemahkan akal pikirannya. *** Tiga wanita itu tengah berkumpul di ruang tamu, mereka tengah membicarakan pesta syukuran untuk pernikahan Reyhan dan Zahra. Mereka melihat-lihat foto
Tak ingin membuang-buang waktu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ayahnya, Reyhan meminta surat pengantar agar bisa membawa ayahnya ke rumah sakit lain yang lebih besar dan lengkap peralatan medisnya. Hal itu disetujui oleh pihak RS. Agar Pak Hadiwilaga mendapatkan perawatan semaksimal mungkin tanpa gangguan dari siapapun lagi.Setelah mengurus berkas-berkas sekaligus administrasinya, Pak Hadiwilaga langsung dibawa pergi dengan ambulance. Disusul oleh Reyhan dan juga Zahra di mobil belakang.Reyhan bertindak cepat agar tak keduluan oleh sang ibu tirinya. Ia mendapatkan laporan dari Arfan dan Zhafi mengenai rencana licik Martha ingin membuat kondisi Pak Hadiwilaga makin memburuk. Meskipun kemarin Pak Hadiwilaga terlihat lebih baik dari pada biasanya, tapi sebentar-sebentar terbangun dan merasakan dadanya yang begitu sesak."Dek Zahra, aku mau minta satu permohonan padamu," ujar Reyhan saat berjaga dalam ruang perawatan ayahnya di rumah sakit yang baru."Katakan, Mas.""Tolong
Part 80Beberapa waktu sebelumnya ... Setelah Ramdan pergi dan tak kembali lagi. Dia menghubungi lelaki itu berkali-kali tapi tak kunjung direspon. Ia juga tetap menunggunya pulang, tapi sampai sekarang, Ramdan tak pernah kembali. Alya bingung dan frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang, tak ada lagi yang menanggung biaya hidupnya.Hingga akhirnya tiba waktunya bayar kontrakan, tapi Alya tak sanggup membayarnya karena uangnya sudah habis, habis untuk makan, dia dan anak-anak."Maaf ya, Mbak. Tidak ada toleransi. Bukan karena saya manusia yang tidak punya hati, bisnis tetaplah bisnis. Jadi lebih baik sekarang mbaknya dan anak-anak pergi dari kontrakan saya," tukas pemilik kontrakan yang sudah memberi waktu lewat dua hari dari jatuh tempo."Pak, saya mohon, tunggu sampai suami saya pulang!" Alya memohon dengan mata berkaca-kaca. Tapi pemilik kontrakan itu tak menggubrisnya. Hidup Alya makin kacau."Maaf ya, Mbak, penghuni baru akan segera datang, jadi tolong kosongkan kontrakan
Part 79Saat wanita itu mendongak, baik Dewangga dan Risna sangat terkejut saat melihatnya dengan penampilan yang awut-awutan tak karuan."Ka-kamu?"Alya terperanjat kaget melihat mereka kini ada di dekatnya. "Alya, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Dewangga tak habis pikir, pada wanita yang suka sekali bersandiwara."Kamu sengaja ya melakukan ini? Kamu ingin mencelakakan dirimu sendiri dan bayimu itu?"Alya bangkit seraya mendekap bayinya yang masih terus menangis. Dia menggeleng pelan lalu beringsut mundur ke pinggir jalan. Badannya sudah tak terurus, wajah kusut dan kumal, begitu pula dengan bajunya yang tampak kotor dan dekil. Dia tak menanggapi ucapan dari Dewangga maupun pandangan menuntut dari Risna yang seolah ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia berlari-lari kecil sambil terus menggendong bayinya yang kelaparan."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Risna sambil terus memandang wanita itu yang berjalan terus tanpa menoleh lagi. Ia berjalan tanpa alas
Part 78"Kau sudah pulang rupanya, lalu siapa wanita di sampingmu?" Bu Martha berjalan menghampirinya begitu pula dengan Karina. Ia tersenyum penuh kepalsuan."Mas, aku senang sekali kamu akhirnya pulang juga. Aku kangen sekali sama kamu. Aku ikut khawatir saat tante bilang kalau kamu hilang kontak dan gak ada kabar berhari-hari. Aku cemas sekali, Mas," ucap Karina. Ia hendak memeluk Reyhan tapi langsung ditepis lelaki itu.Karina tersenyum dan melirik ke arah wanita di samping Reyhan dengan tatapan sinis. Dadanya sudah berdesir rasa cemburu ketika melihat tangan Reyhan menggenggam erat wanita di sampingnya."Dia istriku," sahut Reyhan kemudian. Tampak keterkejutan yang begitu kentara di wajah keduanya."Istri? Sejak kapan kamu menikah? Memangnya kamu kenal dengan dia?" tanya Bu Martha penasaran. "Makanya kedatanganku kesini karena ingin mengenalkan istriku pada kalian. Namanya Zahra, aku menikah dengannya dua hari yang lalu.""Mas Reyhan, kamu serius menikah dengannya?" Karina tamp
Ia menoleh ke arah sang suami, Reyhan sudah memejamkan matanya, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, hingga tertidur tanpa sadar. Zahra tersenyum memandang wajah tampan di hadapannya. Reyhan benar-benar pria yang baik. Sikapnya sangat dewasa kala menghadapi masalah, meski terkesan cuek dan dingin tapi nyatanya dia sangat peduli.*** Pagi harinya, 5 orang pekerja di rumah Reyhan dikumpulkan jadi satu di halaman belakang. Mereka saling pandang karena tak tahu menahu apa yang akan dilakukan sang majikan pada mereka. Bik Sawi, Bik Marni, Pak Herman, Pak Doni dan Pak Agus berdiri dengan raut wajah bingung.Reyhan dan Pak Kamal menghampiri mereka. "Bapak dan bibi sekalian, apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini?" tanya Reyhan dengan tatapan tajam. Ia memabdang para pekerja di rumahnya satu per satu."Tidak, Pak," sahut mereka serempak. Kali ini mereka saling tertunduk."Saya ingin bertanya pada kalian, apa gaji yang selama ini saya berikan itu kurang?""Ti-tidak, Pak.""Apa b
Part 77Semua sudah berkumpul di meja makan. Zahra tampak kikuk dan hanya diam melihat aneka makanan yang terhidang di meja. Baginya ini begitu mewah."Kenapa diam saja kakak ipar? Apa kakak tidak suka dengan menu ini?" tanya Risna heran. Yang ditanya justru terisak. Ia sangat terharu. "Bukan, bukan itu. Tapi ... terima kasih banyak, terima kasih kalian sudah menerimaku," ujar Zahra lagi.Reyhan hanya tersenyum. Begitu pula dengan Bu Salamah serta anggota keluarga yang lain."Kamu adalah menantuku, Nak. Itu artinya kamu adalah bagian keluarga kami, jangan merasa sungkan begitu."Zahra mengangguk pelan meski ragu."Iya kakak ipar, kamu adalah istri kakakku berarti kakakku juga.""Ehemmm ...! Kalau begitu Risna, panggil dia dengan panggilan yang lebih akrab lagi, biar dia terbiasa dan terkesan dengan kita semua," pungkas Reyhan."Baiklah, aku akan memanggilmu, Mbak Zahra. Ayo mbak, dimakan. Ini semua masakan Bik Marni dan juga aku," jawab Risna.Zahra tersenyum. "Terima kasih, Dek. Ter