“Ngapain ikut campur segala, sih, Bos?” Badi menarik Narendra menjauh dari kerumunan pegawai baru yang penasaran dengan apa yang terjadi dalam ruang ganti.
“Ikut campur?” Dia menaikkan sebelah alisnya.
“Bos harus ingat kalau Bos cuma sementara di sini. Jangan terlalu ikut campur, lah. Dokus aja sama pelatihan terus, udah.”
“Kamu meminta aku untuk tutup mata?”
“Bukan gitu, Bos. Aku cuma takut kalau Bos terlalu ikut campur terus ada yang mau nyari masalah. Nggak ada yang tahu identitas asli Bos di sini. Segalanya mungkin terjadi!”
“Itu dipikirkan nanti saja. Yang jelas aku tidak mungkin tutup mata begitu saja. Tindakan seperti itu bukan sesuatu yang dapat dibenarkan.”
“Iya, Bos. Tapi cara Bos itu terlalu ekstrim.”
“Baik, lain kali tidak akan seperti itu lagi.”
“Tolong bantu aku, Bos. Jangan bikin kerjaanku makin berat.”
Kecurigaan Badi terjawab tidak lama setelah itu. Tim mereka ditempatkan di divisi pengiriman. Awalnya para pegawai baru berpikir kalau mereka hanya akan diminta untuk menginventarisi barang-barang yang akan dikirim ke gudang cabang SuperMart. Tetapi dugaan itu jelas salah.Begitu sampai di divisi pengiriman yang terletak cukup jauh dari ruang pertemuan, mereka langsung diperintahkan untuk mengangkat tumpukan kardus yang memenuhi gudang ke dalam mobil box yang berjejer rapi menunggu muatan.“Kalian harus pastikan ini semua udah selesai sebelum jam makan siang. Kalian dengar?”“Baik, Pak,” serempak mereka menjawab kecuali Narendra yang sepertinya masih cukup terkejut dengan apa yang baru didengarnya.Ada ratusan mobil box yang mengantre bagaimana mungkin mereka dapat menyelesaikan pekerjaan ini sebelum jam makan siang. Sekarang sudah pukul sembilan, hanya tersisa tiga jam sebelum jam makan siang. Ini pekerjaan yang
Keajaiban.Entah bagaimana, Narendra dan tim berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka tepat waktu. Sebenarnya tidak bisa dibilang menyelesaikan karena ketika tersisa sepuluh mobil box lagi, beberapa pegawai senior membantu mereka. Narendra memperhatikan kalau pegawai senior yang membantu mereka berbeda dengan yang beberapa waktu lalu memberikan intruksi kepada pegawai baru.“Akhirnya! Pegel semua, lho, badanku ini!” Seorang pegawai baru berujar sambil memijat bahu dan lengannya.“Aku juga. Pinggangku sakit banget, lho ini!” Pegawai lain berkomentar sambil memijat bahunya.“Kerja kok gini banget, ya?” Pegawai yang lain ikut buka suara, “Masa nama doang SuperMart tapi masih primitif gini? Kita yang kudu angkat-angkat. Mending kalau Cuma satu dua kardus, ini ratusan!”“Udah, udah, ngeluhnya nanti lagi,” Badi melepas topi dan mengipasi lehernya yang berkeringat, “Mending kita mak
“Woi! Anak baru tapi nggak tahu sopan santun, ya!” Seorang dari mereka meringsek maju dan bersiap untuk menarik kaos Narendra.Pria itu beruntung karena sempat menghentikan gerakan tangannya di detik terakhir ketika tidak sengaja melihat kepalan temannya memutih karena cekalan Badi yang begitu kuat. Jika tidak, dapat dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dari temannya.“Kamu tahu dia ini siapa?” Seorang yang lain menunjuk pria yang tadi berbuat mesum di ruang ganti.“Dia siapa?” Narendra bertanya dengan nada datar.“Dia ini keponakannya salah satu manajer di sini! Macam-macam kamu bisa kehilangan kerjaan.”“Oh ya?” Singkat tetapi itu diucapkan dengan penuh intimidasi dan kepercayaan diri.Bahkan Badi yang sudah sering melihat Narendra memangsa lawan bisnis di pertemuan-pertemuan yang entah sudah berapa banyak dihadirinya itu kali ini bergidik mendengar nada suara Narenda. Dingin, d
“Kak, tadi ngapain?” Seorang pegawai baru bernama Damar bertanya penasaran.Seluruh pegawai baru yang satu tim dengan Narendra dan Badi penasaran dengan apa yang terjadi. Bagaimana tidak? Perlakuan para pegawai senior benar-benar berbeda setelah jam makan siang.Tidak ada lagi pekerjaan berat. Tidak ada lagi perintah yang penuh intimidasi. Seluruh pegawai senior menjadi ramah. Mereka juga diajarkan cara menggunakan forklift. Bahkan sepanjang sore mereka tidak melakukan hal yang lain hingga mereka semua ahli menggunakan forklift untuk mengangkat dan memindahkan kardus-kardus barang.“Tadi kapan?” Badi bertanya sambil duduk dan mengipasi wajah dan leher dengan menggunakan topi seragam mereka.“Tadi, Kak! Kakak berdua tadi makan siang belakangan, kan? Nah itu ngapain?”“Iya, ngapain? Soalnya aku terakhir sebelum Kakak dan aku papasan sama senior-senior yang merintah merintah kita!”
Di awal minggu, Narendra sudah merancang berbagai rencana untuk dihabiskan bersama Agnia. Walau belum memastikan jadwal tetangganya itu, tetapi dia menyiapkan banyak pilihan kegiatan. Mulai dari sarapan bersama, keliling kota dengan motor sampai bersantai di kontrakan petak mereka ditemani berbagai camilan.Sayangnya, ketika Jumat tiba, di akhir jam kerjanya, satu-satunya yang diinginkan Narendra hanya beristirahat di apartemennya. Tidur berjam-jam di kasur mahal yang sangat nyaman, menikmati brunch yang sudah lama tidak dicicipi oleh lidahnya serta menikmati acupressure untuk mengembalikan otot-ototnya yang kaku.Sepulang kerja, Narenda bersama bodyguardnya langsung ke apartemennya di pusat kota. Hal pertama yang dilakukan ketika sampai adalah meminta chef langgannya memasakan steak dengan kualitas terbaik kemudian dia menyegarkan diri sebelum menikmati makan malam dan tidur lelap.Tidak sekalipun Narendra terbangun. Kesadarannya kembali keesokan hari setelah m
“Hai, Kak,” Calya menerima video call Narendra dan langsung menyapa Kakaknya dengan riang.Ucapan Badi membuat Narendra khawatir sehingga selesai makan dia memutuskan untuk melakukan video call ke adik bungsunya. Tidak ada yang penting, pria itu hanya ingin memastikan kalau semuanya baik-baik saja dengan Sang adik.“Lagi apa kamu, sissy?”“Nothing,” Calya minum, “Mau lanjut marathon serial Korea. Lagi pada bagus!”“Jadi itu alasan kamu tidak pulang dua minggu ini?”Calya memamerkan cengiran khasnya, “Iya. Kalau di rumah bakalan diomelin Mama terus disuruh ikut acara ini itu. Aku lagi malas. Maunya nonton serial Korea aja.”“Dasar! Rugi aku khawatir.”Tentu ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun, sebagai seorang kakak tentu ada kekhawatiran terhadap adik yang hidup sendiri jauh dari keluarga. Apalagi beda negara.
"Wuih, seger banget, nih," bukan Abimana namanya jika menyapa Narendra dengan biasa saja, "Gimana? Cocok sama kerjaan baru lo?""Ya...begitu," jawaban teraman agar sepupunya tidak mengolok atau menggodanya."Masa? Kalau cocok kayaknya lo nggak bakalan di sini pakai acara booking terapis acupressure," Narendra salah, sepupunya tetap menggodanya."Sial!" Narendra mendengus kesal.Abimana terbahak melihat reaksi Narendra. Pria dengan ego dan harga diri yang mengalahkan besarnya bumi tidak mungkin mengakui kalau pekerjaan barunya melelahkan dan jauh dari kata cocok."Udah ngapain aja lo hari ini?""Tidur, makan, tidur, acupressure, makan lagi," Narendra tertawa kecil, "Sekarang aku siap meeting.""Lo yakin mau tetap kerja di SuperMart dan ngerelain satu hari weekend lo dipakai buat ngurus perusahaan?""Bi, aku tahu kamu berusaha membujuk biar kamu bisa akhir pekan dengan tunangan kamu, benar?""Ck, ketahuan, nggak asyik," Ab
"Rendra!""Ada apa?" Dia bertanya bingung.Siapa yang tidak bingung jika seseorang menerima video call dengan sebuah teriakan seakan ada sesuatu yang buruk terjadi. Tidak hanya disambut dengan teriakan, Agnia juga dengan segera memalingkan wajahnya."Kamu apa-apaan, sih?""Apa?" Dia menyugar rambut dengan frustasi. Ada apa sebenarnya?"I-ituuu!!" Gadis itu menunjuk layar ponsel yang berarti menunjuk Narendra. Dengan panik pria itu memandang berkeliling dan mencari sesuatu yang tidak lazim atau tidak seharusnya terlihat oleh tetangganya itu.Sekuat apapun dia mencari, pria itu tidak menemukan alasan Agnia menjerit histeris seakan melihat hantu. Well, bukan berarti Narendra pernah melihat makhluk tak kasat mata itu sebelumnya."Kamu kenapa? Aku tidak mengert£," akhirnya dia memilih untuk bertanya."Baru selesai mandi?""Iya. Kamu tahu?"Setelah menghabiskan satu jam di kolam renang apartemen, dia baru saja sel
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan