“Woi! Anak baru tapi nggak tahu sopan santun, ya!” Seorang dari mereka meringsek maju dan bersiap untuk menarik kaos Narendra.
Pria itu beruntung karena sempat menghentikan gerakan tangannya di detik terakhir ketika tidak sengaja melihat kepalan temannya memutih karena cekalan Badi yang begitu kuat. Jika tidak, dapat dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dari temannya.
“Kamu tahu dia ini siapa?” Seorang yang lain menunjuk pria yang tadi berbuat mesum di ruang ganti.
“Dia siapa?” Narendra bertanya dengan nada datar.
“Dia ini keponakannya salah satu manajer di sini! Macam-macam kamu bisa kehilangan kerjaan.”
“Oh ya?” Singkat tetapi itu diucapkan dengan penuh intimidasi dan kepercayaan diri.
Bahkan Badi yang sudah sering melihat Narendra memangsa lawan bisnis di pertemuan-pertemuan yang entah sudah berapa banyak dihadirinya itu kali ini bergidik mendengar nada suara Narenda. Dingin, d
“Kak, tadi ngapain?” Seorang pegawai baru bernama Damar bertanya penasaran.Seluruh pegawai baru yang satu tim dengan Narendra dan Badi penasaran dengan apa yang terjadi. Bagaimana tidak? Perlakuan para pegawai senior benar-benar berbeda setelah jam makan siang.Tidak ada lagi pekerjaan berat. Tidak ada lagi perintah yang penuh intimidasi. Seluruh pegawai senior menjadi ramah. Mereka juga diajarkan cara menggunakan forklift. Bahkan sepanjang sore mereka tidak melakukan hal yang lain hingga mereka semua ahli menggunakan forklift untuk mengangkat dan memindahkan kardus-kardus barang.“Tadi kapan?” Badi bertanya sambil duduk dan mengipasi wajah dan leher dengan menggunakan topi seragam mereka.“Tadi, Kak! Kakak berdua tadi makan siang belakangan, kan? Nah itu ngapain?”“Iya, ngapain? Soalnya aku terakhir sebelum Kakak dan aku papasan sama senior-senior yang merintah merintah kita!”
Di awal minggu, Narendra sudah merancang berbagai rencana untuk dihabiskan bersama Agnia. Walau belum memastikan jadwal tetangganya itu, tetapi dia menyiapkan banyak pilihan kegiatan. Mulai dari sarapan bersama, keliling kota dengan motor sampai bersantai di kontrakan petak mereka ditemani berbagai camilan.Sayangnya, ketika Jumat tiba, di akhir jam kerjanya, satu-satunya yang diinginkan Narendra hanya beristirahat di apartemennya. Tidur berjam-jam di kasur mahal yang sangat nyaman, menikmati brunch yang sudah lama tidak dicicipi oleh lidahnya serta menikmati acupressure untuk mengembalikan otot-ototnya yang kaku.Sepulang kerja, Narenda bersama bodyguardnya langsung ke apartemennya di pusat kota. Hal pertama yang dilakukan ketika sampai adalah meminta chef langgannya memasakan steak dengan kualitas terbaik kemudian dia menyegarkan diri sebelum menikmati makan malam dan tidur lelap.Tidak sekalipun Narendra terbangun. Kesadarannya kembali keesokan hari setelah m
“Hai, Kak,” Calya menerima video call Narendra dan langsung menyapa Kakaknya dengan riang.Ucapan Badi membuat Narendra khawatir sehingga selesai makan dia memutuskan untuk melakukan video call ke adik bungsunya. Tidak ada yang penting, pria itu hanya ingin memastikan kalau semuanya baik-baik saja dengan Sang adik.“Lagi apa kamu, sissy?”“Nothing,” Calya minum, “Mau lanjut marathon serial Korea. Lagi pada bagus!”“Jadi itu alasan kamu tidak pulang dua minggu ini?”Calya memamerkan cengiran khasnya, “Iya. Kalau di rumah bakalan diomelin Mama terus disuruh ikut acara ini itu. Aku lagi malas. Maunya nonton serial Korea aja.”“Dasar! Rugi aku khawatir.”Tentu ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun, sebagai seorang kakak tentu ada kekhawatiran terhadap adik yang hidup sendiri jauh dari keluarga. Apalagi beda negara.
"Wuih, seger banget, nih," bukan Abimana namanya jika menyapa Narendra dengan biasa saja, "Gimana? Cocok sama kerjaan baru lo?""Ya...begitu," jawaban teraman agar sepupunya tidak mengolok atau menggodanya."Masa? Kalau cocok kayaknya lo nggak bakalan di sini pakai acara booking terapis acupressure," Narendra salah, sepupunya tetap menggodanya."Sial!" Narendra mendengus kesal.Abimana terbahak melihat reaksi Narendra. Pria dengan ego dan harga diri yang mengalahkan besarnya bumi tidak mungkin mengakui kalau pekerjaan barunya melelahkan dan jauh dari kata cocok."Udah ngapain aja lo hari ini?""Tidur, makan, tidur, acupressure, makan lagi," Narendra tertawa kecil, "Sekarang aku siap meeting.""Lo yakin mau tetap kerja di SuperMart dan ngerelain satu hari weekend lo dipakai buat ngurus perusahaan?""Bi, aku tahu kamu berusaha membujuk biar kamu bisa akhir pekan dengan tunangan kamu, benar?""Ck, ketahuan, nggak asyik," Ab
"Rendra!""Ada apa?" Dia bertanya bingung.Siapa yang tidak bingung jika seseorang menerima video call dengan sebuah teriakan seakan ada sesuatu yang buruk terjadi. Tidak hanya disambut dengan teriakan, Agnia juga dengan segera memalingkan wajahnya."Kamu apa-apaan, sih?""Apa?" Dia menyugar rambut dengan frustasi. Ada apa sebenarnya?"I-ituuu!!" Gadis itu menunjuk layar ponsel yang berarti menunjuk Narendra. Dengan panik pria itu memandang berkeliling dan mencari sesuatu yang tidak lazim atau tidak seharusnya terlihat oleh tetangganya itu.Sekuat apapun dia mencari, pria itu tidak menemukan alasan Agnia menjerit histeris seakan melihat hantu. Well, bukan berarti Narendra pernah melihat makhluk tak kasat mata itu sebelumnya."Kamu kenapa? Aku tidak mengert£," akhirnya dia memilih untuk bertanya."Baru selesai mandi?""Iya. Kamu tahu?"Setelah menghabiskan satu jam di kolam renang apartemen, dia baru saja sel
“Gini, dong,” Asija yang baru bergabung bersama sang istri, Reinya, dan anaknya, Narendra, “Kamu itu sejak di sini jadi makin susah ngumpul sama Papa Mama. Sibuk sendiri.”“Maaf, Pa,” Narendra menjawab sambil memamerkan senyum, “Narendra akan usahakan lebih sering pulang dan makan malam dengan kalian.”“Bagus! Bosen banget Mama kalau dinner cuma sama Papa. Terus, ya, Papa kamu makin sering makan di luar. Curiga Mama kalau Papa kamu punya selingkuhan, deh.”Narendra terbahak. Dia tahu kalau Reinya tidak serius. Wanita itu hanya suka menggoda suaminya. Meski begitu, bukan berarti dia menutup mata. Reinya memilih untuk tidak berusaha mencari tahu. Sejak muda dia berkeyakinan sebaik apapun bangkai disimpan suatu saat baunya akan tercium. Jadi, dia tidak mencari tahu kecuali aroma tidak sedap mulai terendus olehnya. Hal ini dilakukan demi ketenangan batinnya.“Kalau Papa punya selingkuh
“Kamu nggak mau nginap aja, Dra?” Reinya yang masih bersantai di ruang keluarga menyapa Narendra yang baru keluar dari ruang kerja Asija.Selesai makan malam dan mengudap hidangan penutup, kedua pria berbeda generasi itu berpindah ke ruang kerja Asija. Hanya di sana Asija boleh menikmati cerutu ketika berada di rumah, selain itu juga ada beberapa hal yang ingin dibicarakannya dengan putra bungsunya.Walau perusahaan dalam kondisi baik dan tidak ada masalah bukan berarti mereka bisa bersantai. Sejak kecil, setiap keturunan keluarga Widjaja sudah ditanamkan pemikiran bahwa mereka bertanggung jawab untuk nyawa banyak orang, seluruh keluarga Widjaja Group. Ini penting agar mereka tidak tumbuh menjadi seorang yang hanya memintingkan diri sendiri.“Aku balik ke apartemen, Ma. Besok langsung ke kontrakan petak.”Reinya menghela napas, “Mau sampai kapan? Mama khawatir banget. Tiap hari kepikiran, takut sesuatu terjadi sama kamu. Ling
“Kukira lupanya kau sama jalan pulang!” Teriakan khas Bang Ucok menyambut kepulangan Narendra ke kontrakan petak.Sudah menjelang sore ketika dia dan Badi sampai. Tadi pagi, Narendra harus menemani orang tuanya sarapan dilanjut menemani mereka golf kemudian makan siang dengan beberapa teman keluarga baru dibolehkan untuk kembali ke apartemen. Sesampai di apartemen, Abimana membuatnya sibuk selama beberapa saat sebelum akhirnya seluruh masalah perusahaan selesai dan dia serta Badi dapat kembali ke kontrakan petak.“Maaf, Bang. Ternyata urusannya membutuhkan lebih banyak waktu dari perkiraaanku,” Narendra menuntun mematikan mesin motornya.“Halah! Banyak alasannya kau ini!” Bang Ucok yang selesai menyiram tanaman sekarang berpindah ke teras kontrakan petak Narendra, “Bawa apanya kau? Jangan bilang kau tak bawa-bawa apa-apa. Kusuruh pergi lagi kau!”Badi mengangkat kantong kertas berisi sushi yang dibelikan ole