"Kenapa kamu kelihatan seneng banget?"
Pagi ini Narendra bangun dengan Agnia di pelukannya. Pria itu langsung tersenyum. Dia menatap kekasihnya dengan lembut sambil sesekali mengaitkan rambut gadis itu di jarinya. Walau badannya masih tidak keruan tetapi dengan Agnia di sisinya, dia merasa begitu damai.
Aneh rasanya nendapatkan kedamaian dari seseorang yang seharusnya merupakan orang asing. Mereka baru saling mengenal beberapa bulan. Itu juga karena kebetulan mereka bertetangga. Walau begitu, Narenda tidak dapat berbohong, dia mencintai gadis itu. Begitu besar hingga dia takut untuk kehilangan. Hingga dia tidak lagi mampu membayangkan hidupnya akan semembosankan apa tanpa Agnia di dalamnya.
Apa yang harus dia lakukan?
"Terbangun dengan kamu di samping aku," Narendra membalas senyuman kekasihnya, "Kamu ada rencana apa hari ini?"
Agnia tidak langsung menjawab. Dia duduk kemudian mencari penjepit rambut yang semalam diletakkan di nakas. Setelah rambut
“Bos marah?” Badi berdiri di ambang pintu kamar Narendra.Sejak beberapa saat yang lalu dia tidak melakukan apa-apa selain memperhatikan majikannya yang sibuk mengemas pakaian dan kebutuhan yang sekiranya diperlukan selama menginap di W Hotel. Dia sudah menawarkan bantuan tetapi Narendra menolaknya dengan harus.“Marah? Kenapa?” Narendra balik bertanya sambil memasukkan beberapa skincare miliknya.“Karena aku nggak kasih tahu Bos tentang ide Abimana.”“Aku tidak marah,” pria itu berbalik sambil tersenyum, “Jadi Abimana pelaku utamanya?”“Bos…tidak tahu?” Badi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Dia pikir majikannya sudah tahu kalau giveaway itu merupakan ide tangan kanannya.“Aku menebak antara Abimana atau Kak Bimasakti,” senyum Narendra semakin lebar, “Ternyata sudah kamu bocorkan sendiri. Terima kasih!”&
Narendra sudah ingin memaki sejak mereka sampaindi W Hotel. Di resepsionis, Abimana sudah menunggu sambil tersenyum lebar. Tidak perlu bertanya, Narendra tahu dengan jelas arti senyuman itu. Senyuman penuh kemenangan karena berhasil memaksa dia mengikuti permainan yang dibuatnya.Ketika check-in, dia membiarkan Agnia yang mengurus semua prosesnya. Ketika gadis itu mengatakan kalau dia memenangkan giveaway ekspresi front officer yang melayani mereka tidak berubah sedikit pun. Mereka masih dilayani dengan ramah. Berbekal kejadian ini, Narendra yakin kalau sepupunya sudah mem-briefing seluruh pegawai.Hal yang sama juga dirasakan Narendra ketika mereka diantar ke presidential suite yang berada di lantai teratas. Pegawai hotel itu terlihat berpura-pura tidak mengenalinya walau beberapa dari mereka tidak dapat menahan diri untuk memberikan sebuah anggukan khidmat."Babe, nggak mau keluar?" Agnia yang sudah berganti pakaian
Narendra berhenti membelai payudara kekasihnya. Dia membiarkan tangannya meluncur turun ke pinggang Agnia sambil menelan ludah.“Tidak?” Dia bertanya dengan hati-hati.Selama beberapa saat, Agnia membiarkan dia membelai payudara gadis itu. Tetapi hanya itu. Tidak ada pergerakan, tidak ada ucapan apa pun. Narendran ingin menikmati keintiman bersama kekasihnya. Tetapi hanya jika gadis itu menginginkan hal yang sama. Dia bukan jenis pria yang akan memaksa wanita semata untuk memuaskan nafsu dan gairahnya.Perut Agnia terasa tegang di bawah tangannya. Bibir gadis itu terbuka. Seakan mengundangnya untuk kembali menikmati bibirnya. Sekuat tenaga Narendra menahan diri. Dia menunggu jawaban keluar dari bibir gadis itu.“Nggakk,” suaranya sama sekali tidak terdengar meyakinkan. Bahkan untuk dirinya sendiri.Seandainya dia dapat menatap wajahnya sendiri saat ini, Dia pasti akan melihat matanya dipenuhi gairah. Seperti laut menjelang b
“Dra, sini!” Agnia bersandar pada railing pembatas rooftop melambaikan tangan ke arah Narendra yang duduk di alas piknik yang sudah disediakan. Tentu saja tanpa sepengetahuan gadis itu, Narendra sudah meminta pihak hotel melalui Abimana untuk menyulap taman di rooftop menjadi lokasi untuk kencan romantis. Lampu-lampu tumbler berwarna kuning lembut menghias beberapa pohon dan perdu. Beberapa lilin dalam toples bening juga digantung di beberapa titik sehingga mempertegas kesan romantis. Di tengah rooftop sudah terpaksa sebuah tenda berukuran kecil yang terhias manis.Di depan tenda, sudah terbentang alas piknik ditemani sekeranjang bunga tuberoses dan rak kecil berisi aneka pilihan makanan manis. Tidak hanya itu, Narendra juga meminta untuk disediakan wine terbaik lengkap dengan gelasnya. Agar semakin nyaman, pihak hotel tidak lupa menyediakan bantal-bantal kecil dan selimut rajut tebal.“Kamu l
“Lho?” Agnia yang berbaring dalam pelukan Narendra mengubah posisi menjadi duduk, “Bang Ucok dari mana?”Gadis itu bertanya bingung ketika melihat Bang Ucok memasuki presidential suite yang malam ini akan menjadi rumah mereka. Seingatnya ketika Bang Ucok mengatakan akan menjajal kolam renang indoor salah satu fasilitas yang dibanggakan hotel ini, pria itu mengenakan pakaian celana pendek selutut dan polo shirt. Sekarang pria itu terlihat mengenakan jaket dilapis kaos dan jeans.“Macam mana pula kau tanya aku, hah?! Aku yang harusnya tanya kalian ini dari mana?” Bang Ucok bergabung bersama mereka di ruang tengah, “Nonton apa ini kalian?”“Armageddon. Pas lagi pindah-pindah channel nggak sengaja nemu. Ini film kesukaan aku. Entah udah berapa kali aku nonton tapi tetap aja nggak bosan-bosan,” Agnia tertawa, “Terus pasti tetap nangis pas adegan mereka mau b
“Untung kalian belum pada tidur,” setelah bunyi khas pintu hotel dibuka, terlihat sosok Badi memasuki presidential suite, “Aku bawa martabak, nih!”“Kamu dari luar? Bukannya tadi nge-gym? Tahu gitu aku sekalian nitip makanan.”“Masih lapar, Sayang?” Narendra mengecup lengan kekasihnya.“Nggak, sih. Tapi kayaknya aku nggak cocok sama makanan mahal, deh. Kayak ada yang kurang kalau aku belum makan makanan kaki lima.”Ucapan Agnia langsung membuat tawa ketiga pria itu pecah.“Ada-ada aja kau ini. Bilang aja kau masih lapar tapi malu kau ngaku!”“Nggak, ya, Bang! Aku udah kenyang!” Agnia balas berteriak sambil memberutkan pipi.“Kalau kenyang tidak mungkin tertarik untuk meminta dibelikan makanan,” Narendra ikut menggoda Agnia sambil mencubit pipi gadis itu yang terlihat menggemaskan.“Udah, udah. Daripada berteng
“Sebentar,” Narendra yang tadi asyik menikmati sarapan sambil memperhatikan Agnia, Bang Ucok dan Badi mengobrol sambil bercanda di samping pria itu tiba-tiba bangkit. Tanpa menunggu jawaban atau reaksi dari tetangganya itu dia langsung berjalan menuju meja yang penuh dengan berbagai pilihan roti.Bukan tanpa alasan. Beberapa saat lalu Abimana memasukin restoran dan langsung memberi kode kepada pria itu. Ada hal penting yang ingin dibicarakan sepupunya.“Gimana kondisi lo?” Abimana bertanya dengan suara rendah.“Sudah jauh lebih baik,” Narendra menjawab sambil berpura-pura memilih roti.“Besok lo balik?” Pertanyaan itu terdengar aneh.“Tentu saja,” Narendra tertawa kecil, “Seharusnya hari ini tapi kamu menambah satu hari lagi.”“Maaf,” suara ambimana terdengar penuh rasa bersalah, “Tapi bisa nggak lo tinggal di sini paling nggak sampai lo benar-benar sem
“Bos, aku tinggal nggak apa-apa?” Badi bertanya untuk kesekian kalinya.Itu pertanyaan yang wajar. Bodyguard-nya itu selalu bertanya sebelum meninggalkan Narendra sendirian. Tetapi biasanya tidak pernah sesering ini. Itu membuat Narendra kembali teringat pada kecurigaan yang ingin dilupakannya.Mungkinkah?“Tidak apa. Kamu lupa kita sedang berada di mana?” Dia menjawab diplomatis, “Tidak mungkin terjadi apa-apa di sini.”Badi memperhatikan Narendra dengan seksama sebelum mengangguk, “Ya udah kalau gitu. Aku jalan dulu, ya?”“Salam buat Antari,” pria itu melambaikan tangan.“Tahu aja aku mau jalan sama Tari,” Badi terkekeh sambil keluar dari kamar yang ditempati Narendra dan Agnia.“Sama siapa lagi?” Narendra terbahak sambil kembali sibuk dengan ponselnya.Tidak lama setelah Badi menutup pintu kamar, Agnia keluar dari walk in cl