“Jadi kita bakalan nonton apa?” Agnia bertanya sambil masuk ke kontrakan petak Narendra.
Sekitar setengah jam yang lalu mereka kembali ke kontrakan petak. Agnia langsung ke kontrakan petaknya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Begitu juga dengan Narendra. Setelah memastikan motornya terparkir dengan aman, dia langsung mandi, berganti pakaian dan menyulap ruang tengah agar lebih nyaman untuk acara Netflix-an mereka.
Sofa yang bisa berada di tengah ruangan sudah digeser hingga mepet dinding. Sekarang di bagian tengah sudah tergelar kasur lipar . Dia mengeluarkan menya lipat kecil kemudian meletakkan berbagai camilan dan makanan ringan yang sudah dipesan berikut minuman botol pilihan mereka. Setelah itu dia memasangkan smart stick untuk mengubah TV menjadi smart TV dan membuka aplikasi Netflix.
“Kamu kelihatan santai banget,” Narendra tidak tahan berkomentar ketika melihat Agnia hanya mengenakan oversized
“Apa lah pula maksudnya! Sakit kepala aku dibikinnya!”Suara itu yang menyambut ketika Narendra mengintip ke luar dari jendela kontrakan petaknya. Malam sudah mulai turun sehingga dia membutuhkan waktu sebelum dapat menangkap sosok Bang Ucok yang duduk di teras kontrakan petaknya. Pria itu sepertinya beru pulang karena lampu teras kontrakan petaknya belum menyala.“Nia,” Narendra melambai seakan meminta gadis itu untuk mendekat.Tanpa menunggu waktu, gadis itu segera menghampiri kekasihnya. Dia berdiri di depan Narendra dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh pria itu.“Bang Ucok?” Suaranya nyaris berbisik.“Sepertinya sedang ada masalah,” samar mereka dapat mendengar gerutuan Bang Ucok, “Kencan kita ditunda dulu tidak apa-apa?”Gadis itu menghela napas. Dia kecewa. Tentu saja. Setelah ciuman tadi dia sudah membayangkan kalau malam ini mereka akan…lupakan. Dia tidak boleh egoi
“Capek,” Narendra mengeluh sambil melepas seragam kerjanya.Hari ini dia sudah tidak lagi training di gudang. Timnya dipindahkan ke bagian depan, langsung berhadapan dengan pelanggan. Mereka berpikir kalau bekerja melayani pelanggan lebih mudah daripada pekerjaan di gudang. Ternyata dugaan mereka salah besar.Sepanjang hari mereka tidak berhenti mondar-mandir mencarikan barang yang diinginkan oleh pelanggan. Karena belum menghapal posisi barang, pekerjaan ini menjadi berkali lipat lebih besar. Tidak hanya mondar-mandir mencarikan barang, mereka juga harus beberapa memeriksa stock ketika pelanggan tidak menemukan barang yang dibutuhkan.Sejak pukul sepuluh, Narendra sudah ingin mengeluh. Tetapi dia menelan kembali keluhannya ketika melihat teman-teman dan pegawai senior. Meski pekerjaan ini melelahkan, para pegawai senior sama sekali tidak terlihat menekuk wajah. Mereka tersenyum dengan tulus ketika berhadapan dengan pelanggan.
“Bos!” Badi melambai ketika melihat sosok Narendra di antara pengunjung stasiun kereta api lainnya.Narendra yang melihat lambaian itu langsung berjalan cepat menghampiri bodyguard dan keluarganya. Pria itu tersenyum kemudia mencium tangan Miranti. Terdengar aneh tetapi seluruh keluarga Widjaja dibesarkan dengan tata krama tanpa cela. Orang tua, siapapun mereka harus dihormati.“Untung masih sempat. Tadi macet,” Narendra sengaja memberantaki rambut Hanny yang segera membuat gadis itu memberengut kesal, “Ibuk dan Hanny senang menginap di W Hotel?”“Seneng banget, Mas Bos! Mana kita boleh nyobain semua fasilitasnya terus makan sepuasnya. Tapi Ibuk susah makan karena nggak cocok sama selera Ibuk.”“Iya,” Miranti tersipu, “Ibuk kan orang desa, jadi nggak terbiasa makan yang begitu-begitu.”“Tapi, Mas Bos! Pegawai Mas Bos keren banget! Pas mereka tahu, mereka langsung
“Kusut banget lo,” itu sapaan pertama yang terlontar dari mulut Abimana ketika melihat sepupunya.“Hanya kelelahan,” Narendra menjawab sambil duduk di hadapan Abimana, “Ke sini juga naik taksi tadi.”“Motor lo ke mana? Rusak?”Narendra menggeleng, “Tidak kenapa-kenapa. Aku minta supir kantor untuk antarkan ke kontrakan petak.”“Kalau gitu kita cepat aja, ya. Makanan udah aku pesanin,” Abimana menoleh ke arah Badi, “Nggak usah bingung duduk di mana. Gabung aja di sini.”Badi langsung mengangguk dan merasa lebiih tenang. Sejak tadi dia memang sedang bingung. Biasanya mereka akan duduk di meja yang berbeda jika Narendra akan membicarakan masalah bisnis bersama Abimana. Tetapi sejak sampai di restoran ini, Narendra tidak mengucapkan sepatah kata pun.“Lo mau bawa pulang dan cek nanti aja? Gue nggak yakin lo bisa bener ngeceknya.”“Banyak?
“Dari mana kau?” Bang Ucok yang sedang duduk di teras menyapa Narendra dan Badi ketika mereka membuka pagar kontrakan petak.“Kerja, Bang,” Narendra menjawab sambil berbelok menuju kontrakan petak tetangganya.“Ha? Baru pulang kau? Itu motorku sudah ada sejak tadi aku pulang.”“Rusak tadi, Bang,” Badi yang menjawab karena takut majikannya tidak sempat mencari alasan, “Orang bengkel tadi yang anterin ke sini.”“Terus kalian pulang naik apa?” Pria itu masih penasaran.“Naik bus tadi, Bang. Makanya malam karena tunggu bus sepi,” Badi duduk pada dinding pembatas teras, “Abang tumben duduk di teras malam-malam. Ada apa?”“Sepi kali. Tak tahu aku mau ngapain,” tawa khasnya menggelegar walau matanya berkata lain, “Kukira kalian sudah tidur atau apa karena tak ada suara. Tak ada juga yang teriak ajak aku makan malam.”&ldquo
Ketika selesai mandi dan berganti dengan piyama, Narendra sudah berencana untuk langsung tidur. Tidak hanya kelelahan, dia juga mulai merasa kalau badannya tidak enak. Tenggorokannya mulai kering dan hangat. Tetapi rencana itu langsung berubah setelah dia memeriksa ponselnya.Ada pesan dari Agnia yang mengabarkan kalau gadis itu sudah dalam perjalanan pulang. Matanya masih berat tetapi dia berusaha menahan diri agar tidak terlelap. Dia berpindah ke ruang tengah dan menyalakan TV hanya agar ada suara. Narendra tidak bisa tidur jika masih ada suara terutama suara TV.Sambil menunggu Agnia, dia menyiapkan dua cangkir cokelat panas kemudian memeriksa beberapa email dari Abimana yang belum sempat diperiksa sebelumnya. Tetapi diahanya mampu membuka email pertama sebelum akhirnya terlelap sambil memegang ponsel.Ketika Agnia tiba, dia langsung ke kontrakan petak Narendra ketika melihat lampu ruang tengah kontrakan pria itu masih menyala. Dia beruntung karena pria itu t
Agnia terbangun karena merasa panas di perutnya. Sesaat dia berpikir kalau perutnya bermasalah karena kemarin jam makannya tidak benar. Ketika kesadarannya kembali dengan sempurna dia menyadari kalau panas yang dirasakannya bukan panas karena perut sakit atau bermasalah. Ini sesuatu yang berbeda.Cepat dia membuka mata. Membutuhkan waktu beberapa detik sebelum matanya terbiasa melihat dalam gelap dan menyadari kalau dia sedang berada di kamar Narendra. Sambil mengerjapkan mata, tangannya meraba perut dan menemukan tangan kekasihnya. Pana situ berasal dari tubuh Narendra.“Dra,” spontan dia berusaha membangunkan Narendra. Dia semakin panik ketika menyadari kalau tubuh pria itu sangat panas. Narendra demam tinggi.“Kamu kenapa, Dra?” Dia mengguncang tubuh Narendra dan pria itu bergeming. Hanya terdengar gumaman lirih sarat akan rasa sakit. Kekasihnya sedang tidak baik-baik saja.Gadis itu melompat dari tempat tidur. Setelah menyambar
“Aku tidak apa-apa, Nia,” menjelang pukul sepuluh pagi, Narendra sudah membaik walau masih terlihat pucat.Dokter keluarga Widjaja sampai menjelang subuh. Beliau langsung memeriksa Narendra kemudian menunggu sampai panas pria itu turun dan dapat berkomunikasi dengan baik. Dokter juga sempat meminta waktu untuk berbicara empat mata dengan pria itu. Dengan berat hati, Agnia setuju keluar dari kamar diiringi dengan Badi.“Nggak apa-apa gimana? Semalam kamu bilang gitu juga tapi kenyatannya tiba-tiba demam tinggi! Kamu bikin aku panik tahu!” Gadis itu memberengutkan pipi dengan kesal.“Sekarang ada Badi yang siaga,” Narendra tersenyum tipis, “Sudah dikasih obat juga sama dokter.”“Tetap aja, ya!”“Nia, dengerin aku,” pria itu mengusap pipi kekasihnya dengan penuh kasih, “Aku tahu kalau pekerjaan kamu ini penting sekali.”“Nggak lebih penting dari kamu, Dra&
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan