Home / Urban / Ternyata Kaya Tujuh Turunan / Dia yang Bernama Narendra

Share

Ternyata Kaya Tujuh Turunan
Ternyata Kaya Tujuh Turunan
Author: Serenity

Dia yang Bernama Narendra

Widjaja Group.

Narendra membaca tulisan berwarna keemasan yang menghias bagian depan gedung pencakar langit 77 lantai. Ini bukan pertama kalinya dia mengunjungi gedung yang pernah menjadi gedung tertinggi di negara ini, tetapi baru kali ini dia menyadari kalau aura gedung ini begitu angkuh dan mengintimidasi siapa pun yang melihatnya.

Pelan dia memutar pandangan. Memperhatikan orang yang berlalu lalang di sekitar. Mereka yang menggunakan lanyard dengan logo W dan tulisan Widjaja Group terlihat begitu percaya diri dan penuh kebanggaan. Sementara yang lain menatap gendung ini dengan pandangan iri campur mendamba.

Sebenarnya ini bukan hal yang aneh. Hampir semua penduduk negara ini ingin menjadi bagian dari Widjaja Group. Bayangkan saja, korporasi terbesar di seluruh Asia Tenggara tentu gaji dan fasilitas yang ditawarkan adalah yang terbaik. Bahkan ada anekdot yang mengatakan ID card pegawai Widjaja Group lebih mumpuni dari paspor negara ini.

BYUUUUR!!

Sebuah mobil mewah keluaran terbaru melintas di samping Narendra dan melindas genangan air. Seketika pria itu basah kuyup karena kejadian itu begitu cepat dan dia tidak sempat menghindar. Kemeja putih yang dikenakan berubah warna dengan bercak cokelat di sana-sini.

“Sial,” Narendra berujar kesal sambil berusaha membersihkan sisa air. Matanya tidak lepas memperhatikan mobil mewah keluaran Jerman yang terus melaju memasuki kawasan gedung Widjaja Group tanpa setitik pun perasaan bersalah.

Kalau tidak ingat janji yang dimiliki, ingin rasanya Narendra pulang. Tetapi saat ini dia tidak punya pilihan. Ada hal yang harus diselesaikan. Dia harus menjalankan ini sesuai dengan perjanjian yang sudah disetujuinya.

Tepat ketika kakinya menjejak lobi, seorang petugas keamanan segera mendekati Narendra. Belum sempat petugas berbadan besar itu mengucapkan sepatah kata pun, seorang pria menghampiri sambil tertawa mencemooh.

“Sejak kapan gembel bisa masuk ke gedung ini?” Pertanyaan itu dilontarkan dengan nada merendahkan begitu kental.

Narendra bergeming. Dia berusaha menggali ingatan tentang siapa pria di hadapannya.

“Gue sengaja ngelindas genangan air buat ngusir gembel kayak lo. Nggak pantes di sini,” pria itu masih terus merendahkan sambil memperhatikan penampilan Narendra dari ujung kepala sampai ujung kaki, “Kemeja putih, celana hitam. Pasti nyari kerjaan, ya? Jadi office boy aja lo nggak pantes di sini.”

“Sayaaang, aku kok malah ditinggal, sih?” Seorang wanita dengan gaun selutut berpotongan dada rendah mendekat kemudian memeluk lengan pria di hadapan Narendra.

Ah, putra keluarga Kesemua dan tunangannya, Narendra akhirnya berhasil mengingat siapa mereka.

“Ada gembel ganggu pemandangan,” Ardi Kesuma berujar pongah, “Bikin mata aku gatel lihatnya. Ini harus dilaporin ke Pak Sabda.”

“Pak Sabda siapa?” dengan kenes Sang tunangan bertanya.

Babe, kok, bisa kamu lupa? Itu CEO Widjaja Entartaiment. Kita nanti meeting sama dia. Aku udah ngasih data dirinya buat kamu hapalin dari bulan lalu. Gimana, sih?!”

“Lupa,” Sang tunangan bergelayut mesra hingga payudaranya menempel ke lengan Ardi seakan lupa kalau mereka ada di tempat umum.

Ardi baru akan mengucapkan sesuatu ketika sudut matanya menangkap sosok seorang pria, Abimana Widjaja. Salah seorang anggota keluarga Widjaja sekaligus tangan kanan Sabda Widjaja. Dengan cepat Ardi mengulaskan senyum ramah kemudian melambaikan tangan, “Pak Abi!”

Abimana yang sedang sibuk dengan ponsel segera mencari sumber suara. Ketika melihat Narendra dan Ardi, dia segera berjalan mendekati mereka, “Udah datang?”

Entah untuk siapa pertanyaan itu diajukan.

“Udah. Terlalu semangat mengingat ini meeting pertama kita dan langsung ketemu sama Pak Sabda,” Ardi sigap menjawab, “Semoga ini bisa jadi awal untuk kerja sama keluarga Widjaja dan Kesuma, ya”

Abimana hanya membalas dengan senyum profesionalnya. Dia sudah terlalu lama berkecimpung di dunia bisnis untuk tahu karakter asli seseorang. Ardi jelas seorang yang fake dan pengejar keuntungan semata.

“Keamanan gedung ini kurang oke, ya,” Sang Tunangan yang sejak tadi diam tiba-tiba menyeletuk.

“Maaf, keamanan bagaimana maksudnya?” Abimana bertanya sopan.

“Ini, Pak Abi,” Ardi menunjuk Narendra kemudian berujar pongah, “Kalau di K-Group pasti udah langsung diusir.”

“Siapa yang Anda maksud dengan gembel?!” Intonasi Abimana sedikit berubah, “Pria ini,” dia menunjuk Narendra yang sejak tadi hanya memperhatikan mereka dalam diamnya.

“Akan segera keluar,” Narendra tersenyum penuh arti, “Memang bukan tempat saya di sini.”

Abimana berdecak kesal, “Akan saya urus, Anda tenang saja,” dia melempar senyum profesional sebelum menarik Narendra menjauh diirini dengan senyum kepuasan Ardi.

“Pintu keluar di sana, Pak Abi,” Narendra berujar tenang sambil membiarkan Abimana menarik lengannya.

“Gue tahu. Gue lebih kenal gedung ini dibanding lo,” Abimana terus menariknya menuju lift khusus yang hanya boleh digunakan oleh petinggi Widjaja Group dan membutuhkan kartu akses khusus agar lift itu berfungsi. Abimana baru melepaskan tarikannya setelah mereka hanya berdua saja di dalam lift, “Sampah banget itu Si Ardi! Dia tahu nggak, sih, lo siapa?”

“Nggak tahu. Kalau tahu nggak mungkin kelakuannya kayak gitu. Dia ngapain? Pakai bawa tunangannya segala. Mau ngemis ke kita?”

“Ngasih proposal film. Tokoh utamanya ya…tunangannya.”

“Basi!” Narendra tertawa kecil, “Jangan bilang lo nyuruh gue datang hari ini buat meeting  sama mereka? Gue nggak mau. Gue datang cuma buat ngecek berkala dan tanda tangan berkas aja.”

“Ck! Sampai kapan, sih, lo mau berhenti main-main, Dra?! Lo itu salah satu penerus Widjaja Group! Udah waktunya lo buat tampil. Tunjukin ke dunia lo itu siapa sebenarnya.”

Narendra kembali tertawa. Sejak dia kembali ke negara ini setelah menyelesaikan pendidikannya di London kemudian Boston dan memutuskan untuk mencoba kehidupan orang biasa selama tiga bulan, pertemuannya dengan Abimana selalu berisikan hal yang sama. Sepupu yang hanya lebih tua beberpaa tahun darinya sejak kecil memang sudah menjadi tangan kanannya. Ke mana pun Narendra pergi, Abimana selalu ikut.

Kecuali ketika Narendra dengan gilanya memutuskan untuk menjadi oran biasa selama tiga bulan.

Seorang Abimana tentu tidak bisa lepas dari kemewahan. Begitu juga dengan Narendra. Tetapi kebosanan membuatnya ingin mencoba. Seperti dugannya menjadi orang biasa penuh dengan tantangan….juga berbagai hal baru.

“terserah, deh. Tapi itu si Ardi mau diapain? Nggak habis pikir lo bisa setenang itu,” pintu lift terbuka, “Awas aja kalau lo lepasin.”

“Bikin miskin,” Narendra menjawab santai. Bagi seorang Widjaja, harga diri adalah segalanya, “Kalau perlu sampai seluruh keluarganya.”

Roger, Bos,” Abimana terlihat bersemangat, “Gue bakal beresin. Lo tinggal nonton aja.”

Narendra hanya tertawa sambil melambai sebelum memasuki ruangan besar dengan dua dindingnya berupa kaca jendela yang menawarkan pemandangan terbaik ibukota, kantor CEO Widjaja Entertaiment yang berada di lantai 70 gedung Widjaja Group.

Sebuah papan nama dari kayu jati dengan kualitas terbaik berdiri penuh keangkuhan di atas meja bertuliskan namanya, Sabda Narendra Widjaja.

Comments (55)
goodnovel comment avatar
Edison
bikin bangkrut aja bos
goodnovel comment avatar
Edison
ceritanya ok ok
goodnovel comment avatar
Muhammad Israq Jr.
Bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status