"Syukurlah, kau baik baik saja," bisik David yang sepertinya mulai kehilangan kendali.
Rachel yang masih tak menyangka David mempertanyakan keadaannya setelah laki laki itu meredam tembakan yang harusnya untuknya itu menatap wajah David dengan mata memerah.Saat tubuh David limbung, ia masih terpaku dengan tubuh yang ikut limbung juga. Semua orang yang melihat itu dengan cepat bergegas, bukan hanya itu, mereka juga dengan segera memanggil tim medis."Kapten," teriakan dari sekeliling benar benar tak Rachel pedulikan.Matanya hanya terfokus pada David yang limbung di atas pahanya. Tangannya bahkan dengan hati hati menyentuh punggung David yang ternyata dipenuhi darah."Kenapa ... kenapa kau melakukan semua ini?" tanyanya lirih.Air mata yang ia kira tak akan pernah keluar lagi untuk David tiba tiba merangsak keluar. Wajahnya juga terlihat pucat."Karena ... aku ... mencintaimu," lirih David dengan mata terpejam."Anda harusnya tahu, tuan David tidak sama degan laki laki pada umumnya. Tuan David bukanlah laki laki romantis. Tuan David juga bukan laki laki yang mudah mengumbar kata kata manis. Tapi ... bisakah anda mengerti sedikit saja tentang tuan David?""Apa aku selama ini kurang mengertinya?" Rachel menatap Ali dingin. Matanya memerah.Ali tersenyum. "Apa dengan meninggalkan tuan David itu disebut pengertian?""Apa hanya karena skandal itu? atau, karena sikap para pelayan? Atau, karena sikap para wanita wanita sosialita di luar sana anda memilih untuk meniggalkan tuan David?""Nyonya, harusnya anda lebih mengenal tuan David dibanding orang lain. Saya dengar, anda teman kecil tuan David dulu."Rachel memejamkan mata. Ada sedikit perasaan sakit saat Ali mengatakan kata kata itu."Untuk skandal itu, harusnya anda tahu, berapa banyak oknum yang ingin menghancurkan tuan David? Saat mereka tahu tuan David memiliki kelemahan, apa anda pikir
"Tuan David sekarat. la tak bisa melakukan apa pun, dan anda tahu, tidak ada satu pun orang yang tahu dengan keadaan tuan. Untuk ayah nona Clarisa yang bisa menyalah gunakan kekuasaan tuan David, semua itu murni karena ketidak tahuan dan ketidakmampuan tuan David saat itu.""Dengan kondisi tuan David yang bahkan tak bisa bergerak sama sekali, dan harus melakukan operasi berulang, tuan David harus mempercayakan perusahaan itu pada orang lain. Dan saat itu, hanya ayah nona Clarisa yang dekat dengan tuan," jelasnya dengan nafas berat."Anda menyalahkan tuan David karena ayah nona Clarisa menggunakan kekuasaannya? Anda tahu, tuan David tidak tahu apa pun menyangkut pembunuhan yang dilakukan nona Clarisa. Tuan David harus fokus dengan kesehatannya, dan yang paling penting, tuan David juga harus terfokus pada pencarian anda," jelasnya masih ingat dengan jelas hari hari berat David saat itu."Jika anda merasa terkhianati, tuan David juga seperti itu," tambahnya d
Tok ... TokSuara ketukan pintu membuat Rachel yang menangis itu dengan cepat menegakkan punggung. Matanya lagi lagi harus melihat wajahnya yang kuyu."Nyonya, apa anda masih lama?" tanya pelayan dari luar.Rachel yang mendengar itu mencoba menormalkan suaranya. Hanya saja, suara yang keluar dari bibirnya tetap terdengar serak."Ya, aku baik baik saja. Tunggu sebentar, aku akan segera keluar," jawa Rachel dari dalam.Pelayan itu mengangguk. Hampir lima menit ia berdiri di depan pintu menunggu Rachel keluar.Rachel yang hanya membasuh wajahnya sekedarnya, dan mengganti pakaiannya cepat cepat itu langsung keluar. la bisa melihat wajah panik pelayan itu."Ada apa?" tanya Rachel."Nyonya, nona muda sedari tadi hanya diam, nona muda tak mau menjawab apa pun pertanyaan kami," jelas pelayan itu yang embuat Rachel tertegun."Apa maksudmu?""Nona muda sepertinya trauma, ujarnya hati hati.Wajah
"Nyonya," panggil pelayan saat melihat Rachel tertidur.Rachel yang tertidur sambil menunggu Amanda itu mengerjap. la menegakkan tubuh. Matanya menatap pelayan itu dengan bingung."Hmm?" Rachel mengerjap bingung.Pelayan itu tersenyum penuh simpati. "Di luar, ada teman teman nyonya, jelas pelayan itu.Rachel yang mendengar itu mengerutkan kening. "Teman teman?" gumamnya bingung. Hingga wajah Theo, lev dan Nuh memenuhi otaknya."Oh, iya," ujarnya sambil menganggukkan kepalala segera keluar, tak mempedulikan penampilannya yang acak acakan. la membutuhkan Lev saat ini."Kepten_""Lev, apa kau bisa meminta kakekmu untuk mengoperasi David?" tanya Rachel yang tak mempedulikan kata kata Theo yang disela.Semua orang yang mendengar itu terdiam. Ya,mereka tahu apa yang terjadi dengan David. Tapi, mereka tidak berpikir jika keadaan David akan separah itu sampai mengharuskan kakek Lev yang sudah pensiun dari peke
Namun, kata kata yang dikeluarkan Rachel saat ini sama saja ingin menantang mereka yang membenci Rachel. "Oh ya, apa anda tahu, perusahaan sedang menjalankan proyek besar. Proyek ini menyangkut negara Ital dan negara Jerm. Apa anda yakin bisa menyelesaikannya? Anda tahu, jika proyek ini gagal, maka perusahaan akan mengalami kerugian besar," komentar satu satunya wanita yang menjadi pemegang saham di perusahaan ini. Rachel yang mendengar itu tersenyum. la tak mempedulikan kecemasan Ali. Yang ia pedulikan hanya satu, bagaimana cara membungkam mereka semua yang meremehkannya. "Saya tahu, saya juga akan berusaha agar proyek itu tetap berlanjut tanpa adanya kendala," jawabnya tenang. Tak ada ekspresi takut sama sekali di wajahnya, dan hal itu membat pemegang saham lainnya itu mendengus, merasa kesal, dan menganggap jika Rachel hanya lah wanita yang pandai berbicara. "Nyonya, apa yang anda katakan, tidak akan sama
Drt ... Drt .... Suara getaran ponsel Ali membuat Rachel yang melihat pantulan David dari kaca pintu itu menolehkan kepala. Ali sendiri yang melihat jika pihak perusahaan yang menghubunginya dengan cepat menjauh. Wajahnya terlihat benar benar kusut, lebih lebih, ia mendengar kata kata timnya di sana. Rachel yang merasa ada yang tidak beres itu menatap Ali yang tampak mengatakan beberapa kata kasar sebelum menutup panggilan itu. "Apa terjadi sesuatu dengan perusahaan David?" tanyanya dengan nada lelah. Ali yang mendengar pertanyaan itu menatap Rachel dengan pandangan dalam. la dengan lemah menganggukkan kepala. "Ya, beberapa pemegang saham mengetahui keadaan tuan saat ini. Rachel terdiam. Matanya menatap Ali, menunggu Ali menyelesaikan kata katanya. "Mereka meminta kita untuk segera melakukan rapat besar besaran untuk memilih ketua yang baru," tambahnya dengan wajah
"Kumpulkan semua dokumen dokumen tentang proyek di negara Ital dan Jerm," perintah Rachel tepat saat ia masuk ke dalam ruang kerja David.Ali yang masih terpesona dengan tindakan Rachel yang menurutnya benar benar seperti rubah licik, yang mampu membungkam orang orang munafik itu mengerjap."Ah, dokumen?" tanyanya sedikit bingung."Ya, dokumen. Berikan semua dokumen padaku. Aku akan mempelajari semuanya," ujar Rachel yang membuat Ali terdiam."Nyonya, saya tahu anda ingin membuktikan kemampuan anda di depan mereka. Tapi, di depan saya, anda tidak perlu melakukan semua ini. Saya benar benar berterimakasih atas tindakan anda tadi. Tindakan anda benar benar membuat mereka tak akan pernah berani melirik, atau memiliki keinginan untuk menggeser tuan David dari posisinya," ujar Ali sungguh sungguh.Rachel yang mendengar itu mendatarkan wajahnya. Matanya menatap Ali dingin."Apa kau pikir apa yang aku bicarakan tadi hanya bercanda?" tan
"Bagaimana? Apa Amanda masih menangis?" tanya Rachel saat masuk ke dalam ruang rawat Amanda.Violet yang duduk di sebrang Amanda itu mendongak. Matanya menatap Rachel yang tampak kelelahan."Dokter baru saja menyuntikan obat untuknya. Sekarang dia tidur," ujar Violet lemah.Rachel menghembuskan nafas kasar. la berjalan mendekat, menatap wajah putrinya yang kian hari kian terlihat lemah.Tangannya dengan hati hati mengelus pelipisnya."Maafkan Mama, Mama tidak ada saat Amanda mencari Mama, bisiknya penuh permohonan maaf.Namun, tak ada sahutan. Amanda benar benar terlelap. Violet yang melihat penampilan Rachel yang berbeda itu mengerutkan kening."Apa kau benar benar menggantikan David di perusahaan?" tanya Violet penasaran.Rachel menolehkan kepala. la menganguk. Namun, sebelum ia menjawab lebih jauh, terdengar suara ketukan pintu."Ada apa?" tanya Rachel saat melihat Ali lah yang muncul di sana.
"Sayang, kenapa kau menangis?" tanya David tampak khawatir.Ia bahkan berusaha menyentuh pipi Amanda, tapi, Amanda dengan cepat menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tak membiarkan David menyentuhnya."Amanda?" David yang melihat tangannya menggantung ke udara tertegun.la tatap Amanda lagi yang menangis sambil menutup wajahnya. Ia merasa, ada yang tidak beres dengan putrinya.Matanya mau tak mau melirik ke arah Violet, memuat Violet yang melihat reaksi Amanda pada David hanya bisa menggelengkan kepala."Sayang, apa kau marah dengan Papa?" tanya David lembut.Namun, Amanda masih tidak memberinya tanggapan apa pun.Anak itu masih menangis, membuat perasaan David semakin kacau.Karl yang juga merasa ada yang tidak beres dengan Amanda itu mengerutkan kening. Meskipun ia hanya asisten Jordan, tapi ia memahami apa yang terjadi dengan Amanda saat ini. Lebih lebih, jika tidak salah ingat, tuan mudanya juga memi
Sementara di dalam bangsal, David yang sudah bisa duduk itu menatap layar TV dengan pandangan tegas. Di sana, ia melihat sosok Rachel yang sedang memotong pita."Jadi, selama aku sakit kau yang menggantikanku," gumamnya masih tidak bisa percaya.Wajahnya yang pucat tiba tiba dihiasi senyuman. Tangannya memegang dadanya, di mana bekas oprasi masih bisa ia rasakan.Jordan yang baru saja masuk ke dalam ruag rawatnya mengerutkan kening saat melihat David yang tak kembali istirahat, dan malah menontin Tv."Apa yang kau lakukan? seharusnya kau tidur," tegurya dengan alis berkerut.David yang mendengar teguran itu menolehkan kepala.Wajahnya terlihat sama sekali tak peduli. Ia hanya memberikan lirikan sejenak, kemudian kembali menatap layar TV, di mana mereka sedang rame ramenya membicarakan Rachel."Kau benar benar keras kepala," celetuk Jordan kesal sendiri.Asisten Jordan yang berdiri di belakang Jordan juga diam di
"Saya benar benar tidak menyangka, proyek ini harus dipegang oleh orang yang benar benar tidak memiliki pengalaman apa pun," cibir mereka yang sama sekali tidak dipedulikan Rachel. "Ya, memang terkadang orang akan selalu silau dengan kekuasaan, sampai sampai melupakan dari mana asal mereka," tambah yang lain yang membuat beberapa orang tertawa dan menatap Rachel penuh cemooh. "Kita tunggu saja, lihatlah, sampai berapa lama proyek ini akan berjalan, aku benar benar akan tertawa paling keras jika proyek ini hancur." "Benar saja, aku juga akan melakukannya. Selain itu, jika proyek ini hancur, aku ingin melihat, apa wanita itu masih memiliki wajah. Bagaimana dia akan menutupi kerugian yang dilakukannya nanti? Hanya laki laki bodoh seperti tuan David yang memilih menikah dengan wanita tanpa latar belakang seperti dia," cibirnya yang membuat merek semua mengangguk. "Benar. jika tuan David memang mengingink
"Nyonya, saya tahu, anda memang memiliki hak penuh untuk menggantikan tuan David melanjutkan proyek ini. Tapi, anda juga harus tahu, proyek ini bukanlah proyek kecil. Sekali anda melakukan kesalahan, maka seluruh perusahaan akan mendapatkan imbasnya," ujar salah satu orang yang bertanggung jawab untuk mengurus proyek di Ital itu. Rachel hanya memasang wajah datar. Selain karena lelah, ia juga cukup muak terus terusan menghadapi sikap orang orang yang selalu menatapnya seakan ia tak bisa dipercaya. Sementara Ali hanya memasang wajah tenang. Matanya menatap laki laki di depannya seperti orang bodoh. Ia tahu, reaksi pertama kali orang orang saat berhadapan dengan Rachel akan seperti ini. dan mereka, akan memiliki hasil yang sama saat Rachel mulai membuka mulutnya. Yaitu tertampar. "Kalau bukan saya yang menggantikan David, apa kau memiliki kandidat lain?" tanya Rachel dingin. Septian, laki laki yang sedang berdiri di depan Rac
Dua hari berlalu. Rachel benar benar menghabiskan waktu untuk turun ke perusahaan cabang satu ke perusahaan cabang lainnya.Wajahnya terlihat benar benar lelah. Bahkan, ia benar benar lupa untuk menghubungi Violet, atau pun menanyakan tentang keadaan David.Riuh tepuk tangan membuat Rachel yang duduk di podium itu tersenyum tipis. Setelah itu, ia turun dari panggung dan memilih langsung masuk ke kamar yang sudah ia pesan. Ia benar benar kelelahan.Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu membuat Rachel yang baru saja hendak merebahkan punggungnya di kasur itu memejamkan mata kesal."Ya Tuhan, apa mereka benar benar berpikir jika aku hanyalah robot," gumamnya benar benar kesal.Namun, sekesal apa pun dirinya, ia tetap harus membukakan pintu, dan melihat gerangan siapa yang mengganggunya."Nyonya," sapa Ali saat melihat wajah Rachel yang kelelahan muncul saat pintu terbuka.Rachel yang melihat Ali itu mengangkat sebela
Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di apartemen tempat Sarah dan kedua putranya tinggal, terlihat wajah kedua anak itu yang memerah."Maafkan Mama, besok Mama pasti akan merayakan ulang tahun kalian bersama dengan Papa," ujarnya mencoba tersenyum.Kenan yang jauh lebih dewasa itu hanya terdiam. Namun, matanya terlihat memerah. Sementara Xander menghapus pipinya yang terus terusan mengeluarkan air mata. Matanya mau tak mau menatap mamanya."Ma, apa Xander anak haram?" tanya Xander dengan suara bergetar.Sarah yang mendengar itu tertegun. Matanya mau tak mau menatap Xander dengan tak percaya. Sementara Kenan diam diam menunggu jawaban mamanya. Ia juga penasaran, apakah mereka anak haram?"Dari mana kalian mendengar kata anak haram?" tanya Sarah dengan suara tercekat.Xander kembali menangis. Kali ini, ia tak berani menatap wajah mamanya. "Hiks ... Hiks ... mereka... mereka menyebut Xander dan Kak kenan anak haram. Hiks... hik
"Kapten!" panggil Lev, Nuh, dan Theo saat melihat Rachel hendak masuk ke bangsal Amanda.Rachel yang melihat kemunculan tiga temannya itu tersenyum. "Hay, kalian datang?""Ya, kami datang. Kami ingin menemui Amanda, Kapten. Apa dia sudah baik baik saja?" tanya Nuh yang tahu jika mental Amanda semenjak penculikan itu tidak stabil.Rachel yang mendengar itu tersenyum tipis. Matanya menatap tiga temannya itu dengan pandangan dalam."Ayo, masuk ke dalam. Siapa tahu, dengan adanya kalian Amanda bisa senang," ajak Rachel yang tak ingin menjelaskan keadaan Amanda.Mereka bertiga yang mendengar itu saling tatap. Kemudian sama sama menganggukkan kepala. Mereka melangkah masuk, dan pemandangan yang mereka lihat untuk pertama kali membuat mereka tertegun, lebih lebih Theo yang paling dekat dengan Amanda."Amanda?" tanya Theo benar benar tak percaya.Di sana, Amanda tampak duduk di kursi roda. Bukan itu yang menjadi fokus mereka, ta
Sementara Ali yang teringat dengan kata kata Rachel sebelum pergi itu mendengus. Matanya menatap ponselnya."Tidak mungkin, Sarah pasti memahami kondisiku," ujarnya mencoba meyakinkan diri jika Sarah tidak akan pernah merasa ditinggalkan, seperti kata kata Rachel.Namun, semakin ia berpikir, semakin ia merasa tidak tenang. "Ya Tuhan," gerutunya kesal sendiri.Tanpa pikir panjang, ia ambil ponselnya. Ia hubungi nomer istrinya dengan perasaan gundah. Tak butuh waktu lama, panggilan itu terjawab."Sarah," panggil Ali dengan sedikit gugup.["Ali, kapan kau kembali? Bisakah kau pulang malam ini?"] tanya Sarah yang entah mengapa suaranya terdengar sedih di telinga Ali.Ali yang mendengar itu diam diam mengepalkan tangan. "Apa ada sesuatu yang terjadi di rumah?" tanya Ali diam diam khawatir.Hening, tak ada jawaban dari sebrang sana. Ali yang hanya mendengar keheningan di sana itu semakin khawatir."Sarah, hay, apa kau
"Kau kembali?" tanya Violet saat ia terbangun karena kemunculan Rachel yang tiba tiba.Rachel yang melihat Violet tertidur dengan tangan memegang tangan Amanda tersenyum tipis."Ya, maaf aku terlambat," pintanya merasa bersalah.Violet menggelengkan kepala. "Tidak, bukan masalah. Aku memahamimu. Cepat ganti pakaian, kalau kau lapar, aku akan memesankan makanan," ujar Violet yang membuat Rachel tersenyum."Apa Amanda rewel?" tanya Rachel yang melihat wajah Amanda yang terlihat lengket bekas air mata.Violet yang mendengar itu terdiam. Helaan nafas panjang ia keluarkan. "Ya, dia tiba tiba terbangun. Dia mencarimu dan David lagi," jelasnya dengan nada lirih.Rachel yang mendengar itu menahan nafas. Ia tatap wajah sang putri. Ingin sekali ia menyentuh wajah pucat itu, tapi ia sadar, tubuhnya masih kotor karena melakukan perjalanan jauh tadi."Aku akan ke kamar mandi dulu," putus Rachel yang tak bisa berlama lama hanya meliha