"Gak nyangka banget si Merlyn bakal bertingkah bodoh kaya gitu," celetuk Yasmin sambil tertawa kecil."Karena dia dendam sama gue, jadi selalu berambisi buat dapetin juga apa yang gue dapet," timpal Nadira."Parah, ya. Malah malu-maluin diri sendiri." Mereka pun tertawa. Triana pamit ke kelasnya terlebih dulu, membuat Nadira dan Yasmin kembali ke perpustakaan hanya berdua."Nadira? Lo masih di sini?" Nadira menoleh pada Rena. "Eh, Ren, ada apa emang?" "Kelas Lo kan udah mulai.""Ha? Masa, sih?" Nadira menatap jam tangannya. "Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi ke waktu masuk, tapi kenapa ... ""Kayaknya jam Lo telat, tuh. Udah ayo cepetan masuk, gue lihat pak An tadi kaya bawa lembaran kuis." "Apa? Pak An? Kuis?" pekik Nadira sambil berdiri, suaranya sampai menggema di seluruh perpustakaan. Mendengar dua hal yang paling horor dalam hidupnya disebut bersamaan membuat dunianya serasa runtuh seketika.Yasmin dan Rena sontak menutup kedua telinga mereka. "Udah cepetan ke kela
"Papa ganggu, tidak?" tanya Abram lewat ponsel."Nggak, Pa. Kebetulan Anand lagi istirahat." "Oh, bagaimana hubungan kamu sama Nadira, Nak?" Anand tersenyum kecil mendengar nama itu. "Alhamdulillah baik-baik saja, Pa.""Kamu gak bohong, kan?" "Tidak, Pa. Saya sama Nadira benar-benar tidak ada masalah." "Tapi, Nak, kenapa kamu gak pernah datang ke rumah? Atau mengajak Nadira tinggal bersama untuk memulai rumah tangga kalian. Maaf kalau papa banyak bertanya, sebagai orang tua papa takut anak papa melakukan kesalahan fatal yang membuat kamu marah besar dan tidak mau mengakuinya sebagai istri." "Papa tenang saja, semuanya baik antara saya sama Nadira. Hanya saja ... Untuk sekarang saya masih ada urusan. Nanti kalau sudah selesai saya pasti jemput Nadira." "Oh, syukurlah kalau begitu. Papa lega mendengarnya." "Sekarang saya sedang mengusahakan membantu proses belajar Nadira, Pa. Tapi saya membantunya secara diam-diam, jadi papa jangan kasih tahu Nadira."Abram tertawa walau dilanda
"Nadira, ada temen-temen kamu!" ucap Melati setelah mengetuk pintu. "Ya, Ma! Suruh nunggu sebentar lagi."Nadira dengan cepat memakai baju dan merapikan penampilannya. "Yasmin, Nana? Kalian kok datang mendadak? Ada apa?" tanya Nadira begitu menemui kedua temannya yang sedang menonton tv sambil ngemil. Nadira ikut duduk dan memakan cemilan tersebut. "Keluar, yuk? Kalo diingat-ingat kita udah lama gak keluar lagi sejak ... " Yasmin dan Triana kompak menggunakan bahasa mata. "Ke mana?" tanya Nadira."Ke mana aja. Pengen nyari yang pedes-pedes nih, pasti enak malam-malam gini makan yang berkuah, panas, dan pedes," ucap Yasmin sambil berkhayal."Gara-gara denger Lo gue mendadak ngiler." Yasmin langsung berbinar. "Ya udah ayo!" Mereka bertiga langsung pergi setelah mendapatkan izin dari Melati. Langit mulai memancarkan warna jingga saat ketiga sahabat itu sedang memakan seblak di salah satu kedai yang cukup terkenal."Pedes banget! Aaaa kepedesan punya gue," ucap Triana sambil mengipa
"Jangan-jangan ... " "Nadira!" teriak Triana kencang sampai membuat Nadira dan Yasmin menutup kedua telinga mereka. Di tempat lain Anand yang sempat menoleh ke belakang langsung menegang saat menyadari apa yang sedang terjadi."Apaan sih Lo! Gimana kalo ketahuan kita ngintipin pak An?" gerutu Yasmin. "Gue lupa, ada yang ketinggalan di toko. Kalian tunggu di sini, ya. Jangan ninggalin. Bentar!" Triana langsung berlari kembali ke arah toko tadi. "Haduh, ada-ada aja, sih."Nadira kembali menatap layar ponselnya yang mana panggilannya pada sang suami belum juga tersambung. "Gak diangkat-angkat, Yas. Mungkin dia emang lagi sibuk kali." Yasmin mengerucutkan bibir. Keduanya melihat Anand memasukan kembali teleponnya setelah selesai berbicara, kemudian pria itu masuk ke mobil hitam dan berlalu. "Gue sempat ngira kalo pak An suami Lo tadi." Nadila tertawa konyol. "Sinting, Lo!" Tak lama kemudian Triana kembali dengan berlari. "Ketemu?" "Untungnya masih ada. Kalo kelamaan dikit aja pa
"Pulang yuk, Ra? Nanti lanjutin lagi di rumah." "Aduh, nanggung banget. Bentar lagi," sahut Nadira tanpa mengalihkan tatapan dari laptop.Yasmin menghela nafas. "Ini udah sore, Ra, takut hujan juga.""Masa hujan? Ini masih musim panas. Lo pulang duluan aja.""Tapi--""Lo tahu sendiri, Yas, gimana gue kalo udah didesak sama tugas kaya gini. Udah, Lo pulang duluan gak papa, gue bisa pesen taksi nanti." "Bener gak papa?" "Hm." Yasmin meraih tasnya. "Beneran?" Nadira berdecak. "Lo kira gue penakut, apa?""Iya deh iya gue pulang. Hati-hati, ya!" "Hmm!" Anand, pria yang duduk di bangku paling belakang perlahan menurunkan buku yang menutupi wajahnya. Ia memicingkan mata melihat Nadira yang masih terpaku di tempat yang sama sedari tadi. Awalnya ia mengira Nadira benar-benar pemalas dan manja seperti yang dikatakan papa mertuanya, tetapi begitu mendapatkan tugas segunung dengan deadline yang sudah ditentukan ia tak menyangka gadis itu bisa berubah seketika. Samar-samar suara guntur ter
Nadira tak menyahut. Gadis itu menggigit bibir, rasa dingin yang menyeruak ke dalam tubuhnya semakin tak bisa ia tahan lagi. Anand lagi-lagi menoleh. "Sudah, pulang sama saya." Nadira tak merespon.Anand menarik tangan Nadira yang sedingin es. Gadis itu langsung menepis. Namun Anand yang terkejut langsung kembali memegang kedua tangan Nadira dengan panik. "Kamu kedinginan, ayo cepat pulang." "Hujannya belum reda," ucapnya sudah tak seceria tadi. "Tunggu di sini!" ucap Anand. Ia berlari untuk mengambil jasnya yang ia tinggal beberapa hari lalu di ruang dekan. Dengan cepat ia kembali, dan mendapati Nadira sudah meringkuk di dekat tembok. Anand memakaikan jasnya ke belakang tubuh gadis itu, kemudian mengajaknya berdiri. "Ikut saya," ucapnya sambil menarik tangan Nadira. Namun gadis itu bergeming. "Ke mana?" "Ke ruangan yang lebih hangat " Nadira tetap mematung. "Ayo!" "Gak mau. Saya mau pulang." "Kamu jangan khawatir, saya tidak akan macam-macam.""Gak mau." "Hujan masih der
"Gak mau! Pokoknya aku gak mau nikah cepet-cepet. Aku masih muda, pengen senang-senang, masih pengen bebas berkeliaran, Ma!" "Gak bisa, pokoknya kamu harus menikah sama Anand dua hari lagi!" bantah Abram, papanya Dira."Dengar, Sayang, kamu tidak bisa seperti ini terus. Kamu sudah dewasa, umurmu sudah cukup untuk menikah. Anand itu laki-laki baik, bertanggung jawab, mama sama papa yakin dia pasti bisa membimbing kamu jadi lebih baik." Melati menambahkan."Tapi aku udah punya pacar, Ma. Dia gak kalah baik dan bertanggung jawab dari Anand." "Tahu apa kamu tentang tanggung jawab seorang laki-laki, hah? Sudah, putusin dia dan menikah sama Anand." "Aku gak mau, apalagi mendadak banget kayak gini. Aku gak pernah bertemu sama dia, gak tahu orangnya, mau nikah kok gini?" "Nanti juga kalian ketemu. Dengar, Ra, ibunya sekarang sedang kritis, meminta Anand untuk segera menikahi kamu. Papa, mama, sama ibunya Anand sudah lama berencana menikahkan kalian berdua. Jadi gak ada alasan lagi. Ini ge
"Gak maaauuu! Mama, aku gak mau nikah sama Anand, Ma. Aku gak mau, serius, Ma!" "Pa! Papa tolong dengerin jeritan anakmu satu-satunya ini, Pa. Aku gak mau nikah sama Anand, Pa. Aku mohon."Dira berlutut, beralih dari ayahnya ke ibunya sambil merengek, tetapi kedua orang tuanya tetap bergeming."Berhenti kekanak-kanakan, Nadira. Kami tahu mana yang terbaik buat kamu, bahkan melebihi kamu sendiri. Dan masalah ini gak bisa lagi ditawar-tawar. Tinggal satu hari lagi, Dira. Semua orang yang terpenting sudah diundang, ibunya Anand juga sudah mengetahui hal ini."Dira cemberut dengan air mata yang menganak sungai. "Papa gak bisa gitu dong, Pa. Kenapa Papa egois? Aku juga punya pacar, Pa. Aku punya pilihan sendiri, aku punya keinginan sendiri buat hidup aku. Pacar aku lebih tampan dan pantas jadi suami aku daripada Anand. Aku gak mau, Pa.""Putusin dia." "Papa jangan keterlaluan! Jangan atur-atur aku seperti ini, Pa. Aku lebih baik kabur sama Danil daripada punya orang tua kayak Papa." "N
Nadira tak menyahut. Gadis itu menggigit bibir, rasa dingin yang menyeruak ke dalam tubuhnya semakin tak bisa ia tahan lagi. Anand lagi-lagi menoleh. "Sudah, pulang sama saya." Nadira tak merespon.Anand menarik tangan Nadira yang sedingin es. Gadis itu langsung menepis. Namun Anand yang terkejut langsung kembali memegang kedua tangan Nadira dengan panik. "Kamu kedinginan, ayo cepat pulang." "Hujannya belum reda," ucapnya sudah tak seceria tadi. "Tunggu di sini!" ucap Anand. Ia berlari untuk mengambil jasnya yang ia tinggal beberapa hari lalu di ruang dekan. Dengan cepat ia kembali, dan mendapati Nadira sudah meringkuk di dekat tembok. Anand memakaikan jasnya ke belakang tubuh gadis itu, kemudian mengajaknya berdiri. "Ikut saya," ucapnya sambil menarik tangan Nadira. Namun gadis itu bergeming. "Ke mana?" "Ke ruangan yang lebih hangat " Nadira tetap mematung. "Ayo!" "Gak mau. Saya mau pulang." "Kamu jangan khawatir, saya tidak akan macam-macam.""Gak mau." "Hujan masih der
"Pulang yuk, Ra? Nanti lanjutin lagi di rumah." "Aduh, nanggung banget. Bentar lagi," sahut Nadira tanpa mengalihkan tatapan dari laptop.Yasmin menghela nafas. "Ini udah sore, Ra, takut hujan juga.""Masa hujan? Ini masih musim panas. Lo pulang duluan aja.""Tapi--""Lo tahu sendiri, Yas, gimana gue kalo udah didesak sama tugas kaya gini. Udah, Lo pulang duluan gak papa, gue bisa pesen taksi nanti." "Bener gak papa?" "Hm." Yasmin meraih tasnya. "Beneran?" Nadira berdecak. "Lo kira gue penakut, apa?""Iya deh iya gue pulang. Hati-hati, ya!" "Hmm!" Anand, pria yang duduk di bangku paling belakang perlahan menurunkan buku yang menutupi wajahnya. Ia memicingkan mata melihat Nadira yang masih terpaku di tempat yang sama sedari tadi. Awalnya ia mengira Nadira benar-benar pemalas dan manja seperti yang dikatakan papa mertuanya, tetapi begitu mendapatkan tugas segunung dengan deadline yang sudah ditentukan ia tak menyangka gadis itu bisa berubah seketika. Samar-samar suara guntur ter
"Jangan-jangan ... " "Nadira!" teriak Triana kencang sampai membuat Nadira dan Yasmin menutup kedua telinga mereka. Di tempat lain Anand yang sempat menoleh ke belakang langsung menegang saat menyadari apa yang sedang terjadi."Apaan sih Lo! Gimana kalo ketahuan kita ngintipin pak An?" gerutu Yasmin. "Gue lupa, ada yang ketinggalan di toko. Kalian tunggu di sini, ya. Jangan ninggalin. Bentar!" Triana langsung berlari kembali ke arah toko tadi. "Haduh, ada-ada aja, sih."Nadira kembali menatap layar ponselnya yang mana panggilannya pada sang suami belum juga tersambung. "Gak diangkat-angkat, Yas. Mungkin dia emang lagi sibuk kali." Yasmin mengerucutkan bibir. Keduanya melihat Anand memasukan kembali teleponnya setelah selesai berbicara, kemudian pria itu masuk ke mobil hitam dan berlalu. "Gue sempat ngira kalo pak An suami Lo tadi." Nadila tertawa konyol. "Sinting, Lo!" Tak lama kemudian Triana kembali dengan berlari. "Ketemu?" "Untungnya masih ada. Kalo kelamaan dikit aja pa
"Nadira, ada temen-temen kamu!" ucap Melati setelah mengetuk pintu. "Ya, Ma! Suruh nunggu sebentar lagi."Nadira dengan cepat memakai baju dan merapikan penampilannya. "Yasmin, Nana? Kalian kok datang mendadak? Ada apa?" tanya Nadira begitu menemui kedua temannya yang sedang menonton tv sambil ngemil. Nadira ikut duduk dan memakan cemilan tersebut. "Keluar, yuk? Kalo diingat-ingat kita udah lama gak keluar lagi sejak ... " Yasmin dan Triana kompak menggunakan bahasa mata. "Ke mana?" tanya Nadira."Ke mana aja. Pengen nyari yang pedes-pedes nih, pasti enak malam-malam gini makan yang berkuah, panas, dan pedes," ucap Yasmin sambil berkhayal."Gara-gara denger Lo gue mendadak ngiler." Yasmin langsung berbinar. "Ya udah ayo!" Mereka bertiga langsung pergi setelah mendapatkan izin dari Melati. Langit mulai memancarkan warna jingga saat ketiga sahabat itu sedang memakan seblak di salah satu kedai yang cukup terkenal."Pedes banget! Aaaa kepedesan punya gue," ucap Triana sambil mengipa
"Papa ganggu, tidak?" tanya Abram lewat ponsel."Nggak, Pa. Kebetulan Anand lagi istirahat." "Oh, bagaimana hubungan kamu sama Nadira, Nak?" Anand tersenyum kecil mendengar nama itu. "Alhamdulillah baik-baik saja, Pa.""Kamu gak bohong, kan?" "Tidak, Pa. Saya sama Nadira benar-benar tidak ada masalah." "Tapi, Nak, kenapa kamu gak pernah datang ke rumah? Atau mengajak Nadira tinggal bersama untuk memulai rumah tangga kalian. Maaf kalau papa banyak bertanya, sebagai orang tua papa takut anak papa melakukan kesalahan fatal yang membuat kamu marah besar dan tidak mau mengakuinya sebagai istri." "Papa tenang saja, semuanya baik antara saya sama Nadira. Hanya saja ... Untuk sekarang saya masih ada urusan. Nanti kalau sudah selesai saya pasti jemput Nadira." "Oh, syukurlah kalau begitu. Papa lega mendengarnya." "Sekarang saya sedang mengusahakan membantu proses belajar Nadira, Pa. Tapi saya membantunya secara diam-diam, jadi papa jangan kasih tahu Nadira."Abram tertawa walau dilanda
"Gak nyangka banget si Merlyn bakal bertingkah bodoh kaya gitu," celetuk Yasmin sambil tertawa kecil."Karena dia dendam sama gue, jadi selalu berambisi buat dapetin juga apa yang gue dapet," timpal Nadira."Parah, ya. Malah malu-maluin diri sendiri." Mereka pun tertawa. Triana pamit ke kelasnya terlebih dulu, membuat Nadira dan Yasmin kembali ke perpustakaan hanya berdua."Nadira? Lo masih di sini?" Nadira menoleh pada Rena. "Eh, Ren, ada apa emang?" "Kelas Lo kan udah mulai.""Ha? Masa, sih?" Nadira menatap jam tangannya. "Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi ke waktu masuk, tapi kenapa ... ""Kayaknya jam Lo telat, tuh. Udah ayo cepetan masuk, gue lihat pak An tadi kaya bawa lembaran kuis." "Apa? Pak An? Kuis?" pekik Nadira sambil berdiri, suaranya sampai menggema di seluruh perpustakaan. Mendengar dua hal yang paling horor dalam hidupnya disebut bersamaan membuat dunianya serasa runtuh seketika.Yasmin dan Rena sontak menutup kedua telinga mereka. "Udah cepetan ke kela
"Lumpur? Lumpur yang kemarin maksud dia?" tanya Sekar, teman Merlyn."Apa maksud dia bilang gitu? Apa benar lumpur yang kemarin yang mempengaruhi pak An?" tanya Merlyn."Masa iya, sih? Gak masuk akal banget," sahut Sekar. "Tapi coba Lo pikir-pikir lagi, perubahan sikap pak An yang drastis dan tiba-tiba tanpa alasan juga lebih gak masuk akal. Bagaimana bisa pak An berubah sikap bagaikan jadi orang yang berbeda begitu berhadapan dengan Nadira."Sekar mengerutkan kening mendengar ucapan Merlyn yang memang tak bisa dibantah. "Terus, apa yang bakal Lo lakuin?" "Gue harus ngebuktiin hal itu." ***"Gak langsung pulang, Ra?" tanya Triana. "Nggak, nanggung nanti sejam lagi ada kelas lagi. Kalo kalian?" "Wih, sejak kapan Nadira sahabat kita jadi rajin begini?" tanya Yasmin."Sejak ... Tadi. Dahlah jangan terus ngolok-ngolok gue, gak ikhlas banget kalian lihat gue ngelakuin revolusi." "Yaelah revolusi!" Yasmin dan Triana tertawa. "Gue juga ada kelas bentar lagi. Kalo si Yasmin kosong,"
"Masa iya, Ra?""Sulit dipercaya, bukannya pak An itu galak? Kok bisa?" "Iya. Gak percaya gue.""Lo gak bohong, kan, Ra?" "Udah gue bilang jangan percaya, si Dira ini tukang halusinasi," ucap Merlyn.Nadira memicingkan mata. "Loh? Lo gak percaya?" Nadira bangkit dari kursi dan memamerkan baju yang kini ia kenakan sambil berputar. "Ini baju pemberian pak An kemarin. Masih baru, wangiii!" ucap Nadira dengan wajah teler. Semua orang lagi-lagi heboh, banyak yang tak percaya, tetapi juga tak sedikit yang begitu takjub dan memuji-muji Nadira. "Lo pasti kena hukuman kalo pak An tahu Lo nyebarin gosip tentang dia, Dira!" geram Merlyn dengan dada membara. "Ya silakan, laporin aja sana. Gue gak takut!" ucap Nadira sambil kembali duduk. Yasmin dan Triana menatap Nadira dengan was-was. "Ra, jangan kelewatan deh bercandanya. Kalo sampai ada yang bener-bener laporin smaa pak An, habis Lo!"Nadira malah mencebik sambil mengangkat kedua alisnya. "Tenang tenang." Merlyn menghentakkan kaki lalu
"Kamu gak ada kelas hari ini?" tanya Abram saat melihat anaknya pagi-pagi sudah nongkrong di depan tv sambil ngemil."Males aja.""Mulai lagi malesnya? Kalau kaya gini terus kamu gak bakalan ada peningkatan, Dira. Kamu menyia-nyiakan uang yang papa keluarkan buat bayar biaya kuliah kalo kaya gini.""Ada apa, Pa?" tanya Melati. Mendengar ribut-ribut, ia langsung datang dari dapur. "Lihat, anak ini sudah malas kuliah lagi. Padahal baru beberapa Minggu gak pernah absen."Nadira yang menjadi tersangka utama dalam keributan itu justru malah terus ngemil dengan santai seolah tak mendengar apa-apa. "Papa gak mau tahu, pokoknya kalau kamu males-malesan lagi kaya gini papa tidak akan memberikan tempat sedikit pun dari rumah ini buat kamu.""Maksud Papa?" tanya Nadira."Papa akan usir kamu." Nadira malah mencebik. "Yang bener aja, masa tega ngusir anak satu-satunya? Emang papa mau aku terlunta-lunta di jalan? Jadi gelandangan dan terancam banyak kejahatan?" Abram mendengkus. "Papa gak khawa